Ahlan Wa Sahlan

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuhu,
Ahlan wa sahlan, selamat datang di blog Toko Buku An-Naajiyah. Kunjungi toko kami di jln. Bangka Raya no D3-4, Perumnas 3 Bekasi. Dapatkan discount-discountnya. Atau dapat dipesan dengan mengontak kami di +6281219112152, +622170736246, E-mail gwsantri@gmail.com, maka barang akan dikirim ketempat tujuan setelah dikurangi discount dan ditambahkan ongkos kirim yang ditanggung oleh si pemesan. Kunjungi juga toko online kami di www.tb-an-naajiyah.dinomarket.com.

Pembayaran:
1. Bank Syariah Mandiri cabang Bekasi, no 7000739248, kode ATM Bersama 451, a.n Gusti Wijaya Santri.
2. Bank Muamalat cabang Kalimas Bekasi, no 0218913136, kode ATM Bersama 147, a.n Gusti Wijaya Santri

Pengiriman pesanan menggunakan JNE/Pos Indonesia/Indah Cargo/Pahala Kencana/jasa pengiriman yang disepakati.

Semoga kehadiran toko dan blog ini dapat memberikan manfa'at untuk Saya khususnya dan semua pengunjung pada umumnya.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuhu

Banner

Kamis, 13 Januari 2011

Tahukah Anda, Apa Itu Obligasi?

Hits:

Obligasi atau surat utang, dalam  bahasa Arab, disebut juga dengan  istilah “sanadat”. Simak  ulasan selengkapnya...
uang-tangan

Obligasi atau surat utang, dalam bahasa Arab, disebut juga dengan  istilah “sanadat”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hlm.  623, obligasi memiliki dua pengertian.

Yang pertama, surat pinjaman dengan bunga tertentu dari pemerintah yang dapat  diperjualbelikan.

Yang kedua, surat utang  berjangka waktu lebih dari satu tahun dan bersuku bunga tertentu yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik dana dari masyarakat guna  menutup pembiayaan perusahaan.

Secara umum, obligasi bisa dibagi  menjadi dua, yaitu “sanad dain” atau obligasi utang, dan “sanad  muqaradhah” atau obligasi dengan sistem mudharabah (bagi hasil).

Obligasi utang adalah perjanjian tertulis, yang pada transaksi tersebut,  pemegang obligasi berkewajiban menyerahkan sejumlah uang kepada pihak  yang mengeluarkan obligasi dengan kompensasi bunga dalam nilai tertentu.

Tidaklah diragukan bahwa obligasi jenis ini termasuk riba, karena hakikat  transaksi ini adalah utang yang membuahkan manfaat tambahan. Dengan  demikian, menjual dan membeli obligasi ini, serta keuntungan yang  didapatkan darinya, adalah riba.

Adapun obligasi jenis kedua  adalah surat perjanjian yang diterbitkan oleh bank atau yang lainnya.  Pemegang surat ini berkewajiban untuk menyerahkan sejumlah uang yang  telah ditentukan, dan hasil riil keuntungannya dibagikan dengan sistem  musyarakah sesuai dengan kriteria-kriteria khusus yang ada pada setiap  penerbitan obligasi. Obligasi jenis ini disebut juga dengan obligasi  investasi.

Obligasi jenis kedua ini hukumnya mubah secara syar’i  karena statusnya adalah mudharabah/qiradh (bagi hasil) yang memiliki  prinsip tidak ada bunga dari modal yang bisa dipastikan setiap bulannya  dan pemegang obligasi bisa mendapatkan kerugian sebagaimana merasakan  keuntungan.

Secara tegas, Majma’ al-Fikih al-Islami,  dalam pertemuan rutin Majma’ yang diadakan di Jeddah pada bulan Jumadil  Akhir tahun 1408 H, membolehkan obligasi jenis ini. (Lihat: Al-Iqtishad Al-Islami, karya Hasan Siri, hlm. 286)

Tentang obligasi,  terdapat keputusan Majma’ al-Fikih al-Islami no. 60 sebagai  berikut.

Sesunguhnya, Majelis Majma’ al-Fikih al-Islami, dalam muktamarnya yang keenam di Jeddah, Arab Saudi, dari tanggal  17--23 Sya’ban 1410 H, yang bertepatan dengan 14--20 Maret 1990 M.

Setelah mencermati bahwa definisi obligasi adalah sertifikat berharga yang  berisikan komitmen pihak pemegang obligasi untuk menyerahkan sejumlah  uang yang tertera pada lembaran sertifikat, dengan kompensasi  mendapatkan bunga dari sejumlah uang yang telah diserahkan sebagaimana  kesepakatan atau mendapatkan manfaat yang disyaratkan di muka, baik  berupa hadiah berbentuk barang yang dibagikan dengan menggunakan undian, sejumlah uang yang bisa dipastikan, atau berupa diskon obligasi.

Setelah itu semua, majelis menetapkan sebagai berikut:

1. Obligasi yang  berisi kompensasi pemegang untuk menyerahkan sejumlah uang dengan  kompensasi sejumlah bunga dari total uang tersebut atau mendapatkan  manfaat yang disyaratkan di awal adalah haram diterbitkan, dibeli, dan  dipasarkan dalam hukum agama, karena obligasi ini adalah utang ribawi.

Ketentuan ini berlaku, baik yang yang menerbitkan obligasi tersebut adalah pihak  swasta ataupun institusi pemerintahan.

Hukum ini tidaklah  berubah, meskipun obligasi ini disebut dengan sertifikat, obligasi  investasi, atau obligasi tabungan. Demikian pula, meski bunga ribawi  tersebut disebut dengan keuntungan atau istilah lainnya.

2.  Termasuk yang diharamkan adalah obligasi yang memiliki karbon berwarna  kuning karena obligasi ini, pada hakikatnya, adalah utang yang dijual  lebih rendah daripada harga yang tertera pada sertifikat obligasi.  Pemegang mendapatkan keuntungan dari selisih tersebut karena dinilai  sebagai diskon obligasi.

3. Demikian pula, obligasi yang  mengandung hadiah adalah diharamkan. Obligasi ini berstatus utang yang  mengandung manfaat tambahan yang disyaratkan di awal, atau mengandung  tambahan bagi sejumlah pemegang obligasi atau sebagian pemegang, namun  belum bisa dipastikan siapa sajakah mereka. Obligasi ini dilarang,  selain karena mengandung riba, juga terdapat unsur judi di dalamnya.

4. Alternatif pengganti untuk obligasi yang diharamkan untuk diterbitkan,  dibeli, dan diedarkan adalah obligasi atau “shukuk” yang menerapkan  prinsip mudharabah (bagi hasil) untuk suatu proyek atau kegiatan  investasi tertentu. Artinya, pemegang tidak berhak mendapatkan bunga  atau manfaat yang bisa dipastikan, namun hanya berhak mendapatkan  persentase tertentu dari keuntungan yang didapatkan, sesuai dengan  jumlah obligasi yang dimiliki.

Akan tetapi, keuntungan ini tidak bisa didapatkan, kecuali keuntungan tersebut adalah keuntungan yang  riil. Obligasi semacam ini bisa dinamakan dengan “sanadat muqaradhah”.  (Lihat: Taudhih al-Ahkam: 4/467--477)

Hal ini, yaitu  haramnya bermuamalah dengan obligasi dengan berbagai jenisnya kecuali  obligasi yang menggunakan prinsip bagi hasil yang syar’i, juga merupakan pendapat Syekh Mahmud Syaltut, Dr. Abdul Azizi Khayat, Dr. Ali  as-Salus, dan Dr. Muhammad Utsman Syabir, dengan alasan bahwa hakikat  obligasi adalah memberi utang kepada sebuah perusahaan, pemerintah, atau suatu yayasan sampai batas waktu tertentu, dengan kompensasi bunga yang tetap dan disyaratkan di awal. Inilah riba nasiah yang diharamkan oleh  al-Quran.

Kaidah dalam masalah ini adalah “al-‘ibrah fil  ‘uqud lil maqashid wal ma’ani la lil alfazh wal mabani” (yang  menjadi tolak ukur dalam transaksi muamalah adalah maksud dan hakikat  sebenarnya, bukan sekadar lafal dan kata-kata).

Untuk perbankan,  obligasi adalah salah satu bentuk tabungan yang dimanfaatkan oleh bank  untuk keperluan investasi, namun ada jaminan bahwa uang tersebut tetap  utuh, bahkan ada tambahan yang akan didapatkan. Inilah utang produktif  ribawi yang banyak dipraktikkan di masa jahiliah, lalu al-Quran dan  as-Sunnah mengharamkannya. (Lihat: Al-Khadamat al-Mashrifiyyah, hlm. 501—502, karya Dr. Ala`ud Din Za’tari)  

Penulis: Ustadz  Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar, S.S.
Artikel: PengusahaMuslim.Com