Ahlan Wa Sahlan

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuhu,
Ahlan wa sahlan, selamat datang di blog Toko Buku An-Naajiyah. Kunjungi toko kami di jln. Bangka Raya no D3-4, Perumnas 3 Bekasi. Dapatkan discount-discountnya. Atau dapat dipesan dengan mengontak kami di +6281219112152, +622170736246, E-mail gwsantri@gmail.com, maka barang akan dikirim ketempat tujuan setelah dikurangi discount dan ditambahkan ongkos kirim yang ditanggung oleh si pemesan. Kunjungi juga toko online kami di www.tb-an-naajiyah.dinomarket.com.

Pembayaran:
1. Bank Syariah Mandiri cabang Bekasi, no 7000739248, kode ATM Bersama 451, a.n Gusti Wijaya Santri.
2. Bank Muamalat cabang Kalimas Bekasi, no 0218913136, kode ATM Bersama 147, a.n Gusti Wijaya Santri

Pengiriman pesanan menggunakan JNE/Pos Indonesia/Indah Cargo/Pahala Kencana/jasa pengiriman yang disepakati.

Semoga kehadiran toko dan blog ini dapat memberikan manfa'at untuk Saya khususnya dan semua pengunjung pada umumnya.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuhu

Banner

Jumat, 20 April 2012

Pentingnya Mencari Rizki yang Halal

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada kita tentang pentingnya mencari rizki yang halal. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّهُ لَيْسَ شَيْءٌ يُقَرِّبُكُمْ إِلَى الْجَنَّةِ إِلاََّ قَدْ أَمَرْتُكُمْ بِهِ،
وَلَيْسَ شَيْءٌ يُقَرِّبُكُمْ إِلَى النَّارِ إِلاَّ قَدْ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ،
إِنَّ رُوْحَ الْقُدْسِ نَفَثَ فِيْ رَوْعِيْ:
إِنَّ نَفْسًا لاَ تَمُوْتُ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقُهَا،
فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ،
وَلاَ يَحْمِلَنَّكُمُ اسْتِبْطَاءُ الرِّزْقِ أَنْ تَطْلُبُوْهُ بِمَعَاصِيَ اللهَ،
فَإِنَّ اللهَ لاَ يُدْرِكُ مَا عِنْدَهُ إِلاَّ بِطَاعَتِهِ

“Tidak satupun amal yang mendekatkan kalian ke Surga melainkan telah aku perintahkan kalian kepadanya. Dan tidak satupun amal yang mendekatkan kalian ke Neraka melainkan aku telah melarang kalian darinya. Sesungguhnya malaikat Jibril telah mewahyukan ke dalam hatiku bahwa tidak ada seorang pun meninggal dunia melainkan setelah sempurna rezekinya. Hendaklah kalian bertakwa kepada Allah, carilah rezeki dengan cara yang baik. Jika ada yang merasa rezekinya terhambat maka janganlah ia mencari rezeki dengan cara maksiat, karena karunia Allah tidak dapat diraih dengan cara maksiat.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 7/97; al-Baihaqi dalam Syu’abul Iimaan, 7/277, dan dinilai shohih oleh al-Albani dalam as-Silsilah ash-Shohiihah, no. 2866)


Sumber: https://www.facebook.com/pages/Mutiara-Hadits-Pilihan/188974287878878
read more “Pentingnya Mencari Rizki yang Halal”

Kamis, 19 April 2012

Info Kajian Ahlus-Sunnah di Medan

A r F 'in action <saph*****@yahoo.com> 
16 April 2012 09:46 

Assalamu'alaykum
Sesuai judul adakah info diantara para ikhwah yang tahu dimana kajian salaf di Medan, Deli Serdang dan Lubuk Pakam.
Karena ana ada tugas agak lama di daerah tersebut.

Wassalam
Arfin
---------------------------------------------------------------------
MDN - Eko Junaidi <***@simdn.co.id>
16 April 2012 14:06 


بسم الله الرحمن الرحيم

و عليكم السلام و رحمة الله و بركاته

Ahlan wa sahlan di Medan ya akhie,
Adapun jadwal kajian sbb:
1. Selasa malam Rabu - Ust Abu Ihsan - Masjid Al Mukhlisin Medan Johor
2. Rabu malam Kamis - Ust Ali Nur - Masjid Assalam Medan Johor
3. Jum'at malam Sabtu -  Ust Abu Ihsan - Masjid Al Amin Serdang
4. Sabtu pagi - Ustadzah Ummu Ihsan - Masjid Al Mukhlisin
5. Sabtu sore ba'da Ashar - Ust Ali Nur - Masjid Dakwah Kampus USU
6. Ahad pagi - Ust Abuh Ihsan/Ust Nuruddin Bukhori/Ust Joko - Masjid Ulul Albab Sutomo Ujung
Demikian sebagian jadwal kajian Kota Medan, اِ نْ شَآ ءَ اللّهُ

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Abu Hisyam / Hp. 081 370 15 ****

والـسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Sumber: http://milis.assunnah.or.id

read more “Info Kajian Ahlus-Sunnah di Medan”

Senin, 16 April 2012

Bolehkah Mandi Junub Merangkap Jumat?

mandi-junub-merangkap-mandi-wajib-jumat

Pertanyaan:
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta’ ditanya: Apakah dibolehkan melaksanakan mandi junub sekaligus merangkap mandi untuk Jum’at, mandi setelah habis masa haidh dan masa nifas?


Jawaban:
Barang siapa yang diwajibkan baginya untuk melaksanakan satu mandi wajib atau lebih, maka cukup baginya melaksanakan satu kali mandi wajib yang merangkap mandi-mandi wajib lainnya, dengan syarat dalam mandi itu ia meniatkan untuk menghapuskan kewajiban-kewajiban mandi lainnya, dan juga berniat untuk dibolehkannya shalat dan lainnya seperti Thawaf dan ibadah-ibadah lainnya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Artinya: “Setiap perbuatan itu tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan bagian sesuai dengan yang diniatkannya.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Karena yang hendak dicapai dari mandi hari Jum’at bisa sekaligus tercapai dengan jika bertetapan harinya. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, 5/328)

Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita.
Sumber: http://konsultasisyariah.com/mandi-junub-merangkap-jumat
read more “Bolehkah Mandi Junub Merangkap Jumat?”

Naik Motor di Trotoar

jalan trotoar


Permasalahan lalu-lintas merupakan permasalahan klasik yang dihadapi kota-kota besar dunia. Ada yang berhasil mengatasinya, ada pula yang keteteran dan tidak mampu menghadapi permasalahan ini. Mobilitas masyarakat di kota besar yang tinggi juga memberi sumbangan besar terhadap kemacetan karena besaran volume kendaraan di jalan raya berbanding lurus dengan mobilitas masyarakatnya. Namun sayang, keadaan ini tidak diimbangi dengan pembangunan fasilitas jalan raya yang memadai. Akibatnya, hal ini menjadi penyebab sekian banyak permasalahan; macet, kecelakaan, meningkatnya polusi, pemborosan bahan bakar, dsb.

Permasalahan semakin diperparah dengan mental dan moral masyarakat yang jelek, akhirnya banyak terjadi kezhaliman. Di antara kezhaliman tersebut adalah naiknya sepeda motor di trotoar yang merupakan tempat pejalan kaki. Sering kita temui pengendara sepeda motor menaiki trotoar sebagai jalur alternatif agar terbebas dari kemacetan. Mereka tidak peduli kalau hal itu menyusahkan, mengancam, dan membuat pejalan kaki merasa tidak nyaman.
Berikut ini kami akan membahas bagaimana pandangan Islam terhadap permasalahan ini.

Pertama, Motor Naik di Trotoar Menzhalimi Pejalan Kaki

Islam merupakan agama yang adil dan mencela perbuatan zhalim. Dalam sebuah hadis qudsi Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikan kezhaliman itu haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzhalimi…” (HR. Muslim, no.6737)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ ضَرَرَ وَلَا ضِرَا رَ
Tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan membahayakan orang lain.” (HR. Ibnu Majah 2:784, Baihaqi 10:133, Ahmad 1:313, Daruquthni 4:228, Hakim 2:57)
اتَّقُوْا الظُلْمَ، فَإِنَّ الظُلْمَ ظُلُوْمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ
Takutlah terhadap perbuatan zhalim, karena kezhaliman adalah kegelapan yang sangat di hari kiamat.” (HR. Bukhari, no. 2447, Muslim, no.2579, dan Tirmidzi, no. 2035)
Demikianlah perkaran kezhaliman, ia akan mewariskan kegelapan dan penyesalan di hari kiamat.

Kedua, Doa Orang yang Terzalimi Tidak Tertolak

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ لَهُنَّ، لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدَيْنِ عَلَى وَلَدِهِمَا
Ada tiga doa yang mustajab (dikabulkan) tanpa diragukan: doa orang yang terzalimi, doa musafir, dan doa kedua orang tua untuk kecelakaan anaknya.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 32, 481 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah)
“…dan berhati-hatilah dari doanya orang yang terzalimi; karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara dia dengan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hendaknya seorang pengendara yang nekat mengambil hak pejalan kaki takut akan peringatan ini. Siapa tahu di antara pejalan kaki ada yang merasa sakit hati lalu mendoakan kejelekan baginya. Padahal sebelumnya pengendara sepeda motor tersebut berharap menghemat waktu atau bersegera menjemput rezekinya atau kegiatan-kegiatan lainnya, namun doa dari pejalan kaki yang ia zhalimi telah menghalanginya untuk meraih yang ia harapkan.

Ketiga, Meremehkan Dosa

Mungkin saja di antara pengendara sepeda motor ada yang mengatakan “Ah kalo ini dosa, paling seberapa sih dosanya?!” atau perkataan serupa. Dikatakan, “Tidak ada dosa besar jika dihapus dengan istighfar (meminta ampun pada Allah) dan tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus.”
Menganggap sebuah dosa adalah dosa kecil, lalu meremehkannya adalah sifat orang-orang yang fajir. Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu mengatakan,
إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ
“Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung dan khawatir gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya.”(HR. Bukhari, no.6308)

Keempat, Dosa Jariyah

Kita sering mendengar istilah amal jariyah, yaitu amal yang bermanfaat bagi pelakunya walaupun ia telah meninggal. Artinya pahala amalan tersebut akan terus mengalir ke kuburnya. Di antara amalan jariyah tersebut adalah seseorang mengajarkan kebaikan lalu kebaikan itu diikuti dan diamalkan oleh orang-orang setelahnya.
Sebaliknya, kita jarang mendengar istilah dosa jariyah, padahal dosa jariyah pun ada seperti amal jariyah, yaitu seseorang mengajarkan atau melakukan perbuatan dosa lalu ditiru oleh orang-orang setelahnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ. ومَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Siapa yang melakukan satu sunah hasanah (perbuatan baik) dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkan sunah tersebut setelahnya tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan siapa yang melakukan satu sunah sayyiah (perbuatan jelek) dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkan sunah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim, no.2348)
Bisa jadi seseorang ketika melewati trotoar ada orang lain yang melihat perbuatannya tersebut kemudian terinspirasi lalu menirunya kemudian perbuatana orang yang kedua ini pun ditiru lagi oleh orang yang ketiga dan seterusnya sampai sekian banyak jumlahnya sehingga apa yang disabdakan nabi “Dan siapa yang melakukan satu sunah sayyiah (perbuatan jelek) dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkan sunah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.” Ditanggung oleh sang inspirator pertama, na’udzubillah min dzalik.
Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk kepada kita agar tidak meremehkan perbuatan dosa.

Ditulis oleh Nurfitri Hadi (Tim Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com

Sumber: http://konsultasisyariah.com/motor-naik-di-trotoar
read more “Naik Motor di Trotoar”

Mengapa Allah Mengizinkan Poligami?

apa-hikmah-poligami 

Penanya: Atin
Dijawab: Abu Fatah Amrullah (Alumni Ma’had Ilmi)
Murojaah: Ust. Abu Nida Chomsaha Shofwan, Lc.

Pertanyaan:
Mengapa Allah mengizinkan poligami?

Jawaban:
Sebelumnya. kami mohon maaf atas keterlambatan jawaban yang kami berikan. Sebelum menjawabnya, perlu kita ketahui bersama sebuah kaidah dalam agama kita bahwa ketika Allah subhanahu wa ta’ala mensyariatkan sesuatu, maka syariat yang Allah turunkan tersebut memiliki maslahat yang murni ataupun maslahat yang lebih besar. Sebaliknya, ketika Allah melarang sesuatu maka larangan tersebut pasti memiliki bahaya yang murni maupun bahaya yang lebih besar.
Allah berfirman:
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Qs. An Nahl: 90)
Sebagai contoh Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita untuk bertauhid yang mengandung maslahat yang murni dan tidak memiliki mudarat sama sekali bagi seorang hamba. Demikian pula, Allah subhanahu wa ta’ala melarang perbuatan syirik yang mengandung keburukan dan sama sekali tidak bermanfaat bagi seorang hamba. Allah ssubhanahu wa ta’ala mensyariatkan jihad dengan berperang, walaupun di dalamnya terdapat mudarat bagi manusia berupa rasa susah dan payah, namun di balik syariat tersebut terdapat manfaat yang besar ketika seorang berjihad dan berperang dengan ikhlas yaitu tegaknya kalimat Allah dan tersebarnya agama Islam di muka bumi yang pada hakikatnya, ini adalah kebaikan bagi seluruh hamba Allah.
Allah berfirman:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تَكْرَهُواْ شَيْئاً وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَعَسَى أَن تُحِبُّواْ شَيْئاً وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ وَاللّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al Baqarah: 216)
Demikian pula, Allah subhanahu wa ta’ala mengharamkan judi dan minuman keras, walaupun di dalam judi dan minuman keras tersebut terdapat manfaat yang bisa diambil seperti mendapatkan penghasilan dari judi atau menghangatkan badan dengan khamar/minuman keras. Namun mudarat yang ditimbulkan oleh keduanya berupa timbulnya permusuhan di antara manusia dan jatuhnya mereka dalam perbuatan maksiat lainnya jauh lebih besar dibandingkan manfaat yang didapatkan.
Allah berfirman:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: Pada keduanya terdapat keburukan yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi keburukan keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (Qs. Al Baqarah: 219)
Setelah kita memahami kaidah tersebut, maka kita bisa menerapkan kaidah tersebut pada syariat poligami yang telah Allah perbolehkan. Tentu di dalamnya terdapat manfaat yang sangat besar walaupun ada beberapa mudarat yang ditimbulkan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dengan syariat tersebut. Sebagai contoh misalnya: terkadang terjadi kasus saling cemburu di antara para istri karena beberapa permasalahan, maka hal ini adalah mudarat yang ditimbulkan dari praktek poligami. Namun, manfaat yang didapatkan dengan berpoligami untuk kaum muslimin berupa bertambahnya banyaknya jumlah kaum muslimin dan terjaganya kehormatan wanita-wanita muslimah baik yang belum menikah maupun para janda merupakan kebaikan dan maslahat yang sangat besar bagi kaum muslimin. Oleh karena itu, jika kita melihat kebanyakan orang-orang yang menentang syariat poligami adalah orang-orang yang lemah pembelaannya terhadap syariat islam bahkan terkadang melecehkan syariat Islam. Pemikiran mereka terpengaruh dengan pemikiran orang-orang kafir yang jelas-jelas tidak menghendaki kebaikan bagi kaum muslimin.
Bolehnya melakukan poligami dalam Islam berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau -budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisaa: 3)
Bolehnya syariat poligami ini juga dikuatkan dengan perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perbuatan para sahabat sesudah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata, “Anehnya para penentang poligami baik pria maupun wanita, mayoritas mereka tidak mengerti tata cara wudhu dan sholat yang benar, tapi dalam masalah poligami, mereka merasa sebagai ulama besar!!” (Umdah Tafsir I/458-460 seperti dikutip majalah Al Furqon Edisi 6 1428 H, halaman 62). Perkataan beliau ini, kiranya cukup menjadi bahan renungan bagi orang-orang yang menentang poligami tersebut, hendaknya mereka lebih banyak dan lebih dalam mempelajari ajaran agama Allah kemudian mengamalkannya sampai mereka menyadari bahwa sesungguhnya aturan Allah akan membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Berikut kami sebutkan beberapa hikmah dan manfaat poligami yang kami ringkas dari tulisan Ustadz Kholid Syamhudi yang berjudul “Keindahan Poligami Dalam Islam” yang dimuat pada majalah As Sunnah Edisi 12/X/1428 H sebagai berikut:
  1. Poligami adalah syariat yang Allah pilihkan pada umat Islam untuk kemaslahatan mereka.
  2. Seorang wanita terkadang mengalami sakit, haid dan nifas. Sedangkan seorang lelaki selalu siap untuk menjadi penyebab bertambahnya umat ini. Dengan adanya syariat poligami ini, tentunya manfaat ini tidak akan hilang sia-sia. (Syaikh Muhammad Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377 dinukil dari Jami’ Ahkamin Nisaa 3/443-3445).
  3. Jumlah lelaki yang lebih sedikit dibanding wanita dan lelaki lebih banyak menghadapi sebab kematian dalam hidupnya. Jika tidak ada syariat poligami sehingga seorang lelaki hanya diizinkan menikahi seorang wanita maka akan banyak wanita yang tidak mendapatkan suami sehingga dikhawatirkan terjerumus dalam perbuatan kotor dan berpaling dari petunjuk Al Quran dan Sunnah. (Syaikh Muhammad Asy Syanqithi dalam Adhwaul Bayaan 3/377 dinukil dari Jami’ Ahkamin Nisaa 3/443-3445).
  4. Secara umum, seluruh wanita siap menikah sedangkan lelaki banyak yang belum siap menikah karena kefakirannya sehingga lelaki yang siap menikah lebih sedikit dibandingkan dengan wanita. (Sahih Fiqih Sunnah 3/217).
  5. Syariat poligami dapat mengangkat derajat seorang wanita yang ditinggal atau dicerai oleh suaminya dan ia tidak memiliki seorang pun keluarga yang dapat menanggungnya sehingga dengan poligami, ada yang bertanggung jawab atas kebutuhannya. Kami tambahkan, betapa banyak manfaat ini telah dirasakan bagi pasangan yang berpoligami, Alhamdulillah.
  6. Poligami merupakan cara efektif menundukkan pandangan, memelihara kehormatan dan memperbanyak keturunan. Kami tambahkan, betapa telah terbaliknya pandangan banyk orang sekarang ini, banyak wanita yang lebih rela suaminya berbuat zina dari pada berpoligami, Laa haula wa laa quwwata illa billah.
  7. Menjaga kaum laki-laki dan wanita dari berbagai keburukan dan penyimpangan.
  8. Memperbanyak jumlah kaum muslimin sehingga memiliki sumbar daya manusia yang cukup untuk menghadapi musuh-musuhnya dengan berjihad. Kami tambahkan, kaum muslimin dicekoki oleh program Keluarga Berencana atau yang semisalnya agar jumlah mereka semakin sedikit, sementara jika kita melihat banyak orang-orang kafir yang justru memperbanyak jumlah keturunan mereka. Wallahul musta’an.
Demikian pula, poligami ini bukanlah sebuah syariat yang bisa dilakukan dengan main pukul rata oleh semua orang. Ketika hendak berpoligami, seorang muslim hendaknya mengintropeksi dirinya, apakah dia mampu melakukannya atau tidak? Sebagian orang menolak syariat poligami dengan alasan beberapa kasus yang terjadi di masyarakat yang ternyata gagal dalam berpoligami. Ini adalah sebuah alasan yang keliru untuk menolak syariat poligami. Dampak buruk yang terjadi dalam sebuah pelaksanaan syariat karena kesalahan individu yang menjalankan syariat tersebut tidaklah bisa menjadi alasan untuk menolak syariat tersebut. Apakah dengan adanya kesalahan orang dalam menerapkan syariat jihad dengan memerangi orang yang tidak seharusnya dia perangi dapat menjadi alasan untuk menolak syariat jihad? Apakah dengan terjadinya beberapa kasus di mana seseorang yang sudah berulang kali melaksanakan ibadah haji, namun ternyata tidak ada perubahan dalam prilaku dan kehidupan agamanya menjadi lebih baik dapat menjadi alasan untuk menolak syariat haji? Demikian juga dengan poligami ini. Terkadang juga banyak di antara penolak syariat poligami yang menutup mata atau berpura-pura tidak tahu bahwa banyak praktek poligami yang dilakukan dan berhasil. Dari mulai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, para ulama di zaman dahulu dan sekarang, bahkan banyak kaum muslimin yang sudah menjalankannya di negara kita dan berhasil.
Sebagaimana syariat lainnya, dalam menjalankan poligami ini, ada syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seseorang sebelum melangkah untuk melakukannya. Ada dua syarat bagi seseorang untuk melakukan poligami yaitu (kami ringkas dari tulisan Ustadz Abu Ismail Muslim Al Atsari dalam majalah As Sunnah Edisi 12/X/1428 H):
  1. Berlaku adil pada istri dalam pembagian giliran dan nafkah. Dan tidak dipersyaratkan untuk berlaku adil dalam masalah kecintaan. Karena hal ini adalah perkara hati yang berada di luar batas kemampuan manusia.
  2. Mampu untuk melakukan poligami yaitu: pertama, mampu untuk memberikan nafkah sesuai dengan kemampuan, misalnya jika seorang lelaki makan telur, maka ia juga mampu memberi makan telur pada istri-istrinya. Kedua, kemampuan untuk memberi kebutuhan biologis pada istri-istrinya.
Adapun adab dalam berpoligami bagi orang yang melakukannya adalah sebagai berikut (kami ringkas dari tulisan Ustadz Abu Ismail Muslim Al Atsari dalam majalah As Sunnah Edisi 12/X/1428 H):
  1. Berpoligami tidak boleh menjadikan seorang lelaki lalai dalam ketaatan pada Allah.
  2. Orang yang berpoligami tidak boleh beristri lebih dari empat dalam satu waktu.
  3. Jika seorang lelaki menikahi istri ke lima dan dia mengetahui bahwa hal tersebut tidak boleh, maka dia dirajam. Sedangkan jika dia tidak mengetahui, maka dia terkena hukum dera.
  4. Tidak boleh memperistri dua orang wanita bersaudara (kakak beradik) dalam satu waktu.
  5. Tidak boleh memperistri seorang wanita dengan bibinya dalam satu waktu.
  6. Walimah dan mahar boleh berbeda dia antara para istri.
  7. Jika seorang pria menikah dengan gadis, maka dia tinggal bersamanya selama tujuh hari. Jika yang dinikahi janda, maka dia tinggal bersamanya selama 3 hari. Setelah itu melakukan giliran yang sama terhadap istri lainnya.
  8. Wanita yang dipinang oleh seorang pria yang beristri tidak boleh mensyaratkan lelaki itu untuk menceraikan istri sebelumnya (madunya).
  9. Suami wajib berlaku adil dalam memberi waktu giliran bagi istri-istrinya.
  10. Suami tidak boleh berjima’ dengan istri yang bukan gilirannya kecuali atas seizin dan ridha istri yang sedang mendapatkan giliran.
Demikian jawaban ringkas yang bisa kami sampaikan, semoaga bermanfaat. Wallahu a’lam.
Sumber: Muslim.or.id
Sumber: http://konsultasisyariah.com/mengapa-allah-mengizinkan-poligami
read more “Mengapa Allah Mengizinkan Poligami?”

Selasa, 10 April 2012

Biografi Singkat Asy-Syaikh Al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah

Pembaca yang budiman, agar semakin jelas siapa sebenarnya ulama yang dijadikan bulan-bulanan oleh suadara Idahram dalam buku hitamnya tersebut, maka berikut ini akan kami paparkan secara ringkas biografi Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Beliau adalah Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Buraid bin Muhammad bin Buraid bin Musyarrof bin Umar bin Mu’dhad bin Rais bin Zakhir bin Muhammad bin Alwi bin Wuhaib bin Qosim bin Musa bin Mas’ud bin Uqbah bin Sani’ bin Nahsyal bin Syaddad bin Zuhair bin Syihab bin Rabi’ah bin Abu Suud bin Malik bin Hanzhalah bin Malik bin Zaid Manah Ibni Tamim bin Mur bin Ad bin Thabikhah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
Adapun ibu beliau adalah Bintu Muhammad Azaz Al-Musyarrofi Al-Wuhaibi At-Tamimi.[1] Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Ilyas bin Mudhar, terus sampai kepada Nabi Ismail dan Ibrahim ‘alaihimassalam. Beliau berasal dari Bani Tamim, kabilah yang dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, sebagaimana dalam riwayat berikut,

قَا ل أَبُو هُرَيْرَةَ لَا أَزَالُ أُحِبُّ بَنِى تَمِيمٍ مِنْ ثَلَاثٍ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ الله سَمِعْتُ رَسُولُ الله يَقُولُ هُمْ أَشَدُّ عَلَى الدَّجَّالِ قَالَ وَجَاءَتْ صَدَقَاتُهُمْ فَقَالَ النَّبِىُّ هٰذِهِ صِدَقَاتُ قَوْمِنَا قَالَ وَكَانَتْ سَبِيَّةٌ مِنْهُمْ عِنْدَ عَائِشَةَ فَقَالَ رَسُوْلُ الله أْتِقِيهَا فَإِنَّهَا مِن ْوَلَدِ إِسْمَعاِيلَ

“Abu Hurairah berkata, aku selalu mencintai Bani Tamim karena tiga perkara yang aku dengarkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Mereka (Bani Tamim) adalah umatku yang paling keras terhadap Dajjal.’ Kata Abu Hurairah, ketika datang sedekah dari bani Tamim, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ini adalah sedekah dari kaum kita.’ Lalu Abu Hurairah, ada seorang tawanan (budak) wanita dari Bani Tamim milik Aisyah radhiallahu ‘anha, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bebaskan dia, karena sesungguhnya dia adalah keturunan Nabi Ismail ‘alaihissalam.”  (HR. Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim)[2]

Beliau dilahirkan pada tahun 1115 H/1703 M di kota Uyainah pada sebuah rumah yang penuh dengan ilmu dan kemuliaan. Ayah, paman dan kakek beliau adalah seorang ulama terkemuka pada zamannya.
Beliau telah hafal Al-Qur’an sebelum sepuluh tahun, lalu beliau mulai belajar fikih kepada bapak dan pamannya sendiri sampai beliau menjadi sangat matang dalam bidang fikih, sehingga bapak beliau pun sangat kagum dengan kekuatan hafalannya.

Di samping itu beliau juga banyak menelaah kitab-kitab tafsir, hadits dan ushul. Beliau sangat giat menuntut ilmu tanpa mengenal waktu sampai beliau mampu menghafal berbagai macam matan ilmiah dalam berbagai bidang ilmu, di antara yang beliau hafal dalam ilmu bahasa Arab adalah Matan Alfiyyah Ibni Malik.

Di masa-masa belajar kepada bapak dan pamannya, beliau telah membaca kitab-kitab besar dalam mazhab Hanbali, seperti Asy-Syarhul Kabir, Al-Mugni dan Al-Inshof. Bahkan beliau sering terlibat dalam pembahasan yang mendalam bersama bapak dan pamannya dalam masalah fiqh pada kitab-kitab besar tersebut, karena menyelisihi matan Al-Muntaha dan Al-Iqna’. Pada masa ini pula beliau banyak membaca kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Al-Allamah Ibnul Qoyyim rahimahumallah.[3]

Setelah lama belajar dari bapak dan pamannya, beliau lalu melakukan perjalanan menuntut ilmu di sekitar Najd, Bashrah, Ahsaa, Makkah dan Madinah. Di Madinah beliau belajar kepada Al-Allamah Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim Asy-Syammari dan anaknya yang dikenal ahli dalam ilmu waris (farooidh), Asy-Syaikh Ibrahim Asy-Syammari rahimahumallah, penulis kitab, “Al-‘Adzbul Faaid fi Syarhi Alfiyatil Farooidh”. Dari kedua ulama inilah beliau diperkenalkan kepada seorang ulama ahli hadits yang terkenal, Asy-Syaikh Muhammad Hayat As-Sindi rahimahullah. Maka beliau pun belajar ilmu hadits dan rijalnya[4] secara lebih mendalam kepada Asy-Syaikh Muhammad Hayat As-Sindi, sampai beliau diberi ijazah[5] atas kitab-kitab induk hadits.[6]

Dari Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim Asy-Syammari beliau mendapat ijazah hadits al-musalsal bil awwaliyyah,[7] yaitu hadits:

الرَاحِمُونَ يَرحَمُهُمُ الرْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ

“Orang-orang yang penyayang disayangi oleh Allah Yang Penyayang, sayangilah penduduk bumi, niscaya yang di langit akan menyayangi kalian.” (HR. Al-Imam Ahmad dan Al-Imam Abu Daud)[8]

Pertama, Dari jalan Ibnu Muflih, dari Syaikhul Islam Ahmad bin Taimiyyah dan berakhir kepada Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumallah.
Kedua, Dari jalan Abdur Rahman bin Rajab, dari Al-Allamah Ibnul Qoyyim, dari gurunya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan juga berakhir kepada Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah.

Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim Asy-Syammari juga memberikan ijazah periwayatan Shahih Al-Bukhari dan syarahnya, Shahih Muslim dan syarahnya, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, Sunan Abu Daud, Sunan Ibnu Majah, beberapa karya Ad-Darimi, Musnad Asy-Syafi’i, Muwattha’ Malik dan  Musnad Ahmad, dengan sanad bersambung sampai kepada penulisanya.

Ijazah yang sama dalam periwayatan hadits juga diberikan kepada beliau oleh Asy-Syaikh Ali Afandi Ad-Dagistani dan Asy-Syaikh Abdul Lathif Al-Ahsai rahimahumullah[9]. Demikianlah, beliau bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu sampai harus meninggalkan tanah kelahirannya demi untuk belajar dari para ulama kaum muslimin, hingga akhirnya beliau dapat meraih ilmu yang luas, bahkan secara khusus diberikan ijazah oleh guru-guru beliau.

Beliau meninggalkan karya tulis yang cuku banyak, di antaranya Kitab Tauhid, Tsalatsatul Ushul, Al-Qawa’idul Arba’, Sittatu Ushulin Azhimah Mufidah, Nawaqidul Islam, Ba’du Fawaaid min Suratil Fatihah, Masaail Jahiliyyah, Kasyfu Syubuhat, Mukhtasar Sirah Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Mukhtashar Fathul Bari, Ushulul Iman, Fadhlul Islam, Adabul Masyyillas Shollah, dll.

Alhamdulillah sebagian besar karya-karya beliau telah dicetak dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia, termasuk Bahasa Indonesia.
Demikian pula kajian-kajian (dalam bentuk ceramah) penjelasan kitab-kitab beliau sudah banyak tersebar baik dalam Bahasa Arab maupun Indonesia,[10] sehingga orang yang adil dan obyektif haruslah membaca karya-karya beliau sebelum menghukumi.

JANGAN HANYA MENERIMA INFORMASI DARI SATU PIHAK YANG MEMUSUHI BELIAU, APALAGI YANG MERASA KEPENTINGAN MEREKA DIRUGIKAN DENGAN DAKWAH TAUHID DAN SUNNAH YANG BELIAU SERUKAN.

Pujian Para Ulama Dan Tokoh Dunia kepada Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
1. Al-Imam Al-Amir Muhammad bin Ismail Ash-Shon’ani (Penulis Kitab Subulus Salam syarah Bulughul Marom, Yaman). Beliau berkata dalam bait-bait syairnya,
“Muhammad (bin Abdul Wahhab) adalah penunjuk jalan kepada sunnahnya Ahmad (shallallahu ‘alaihi wa sallam), Aduhai betapa mulianya sang penunjuk dengan yang ditunjuk. Sungguh telah mengingkarinya semua kelompok (sesat). Pengingkaran tanpa dasar kebenaran dan tanpa pijakan.”[11]

2. Al-Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani (Penulis Kitab Nailul Authar, Yaman). Ketika sampai berita kematian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah pun merangkai bait-bait syairnya,
“Telah wafat tonggak ilmu dan pusat kemuliaan, Rujukan utama orang-orang pilihan yang mulia. Ilmu-ilmu agama nyaris hilang bersama wafatnya, Wajah kebenaran pun hampir lenyap tertelan derasnya arus sungai.”[12]

3. Syaikh Muhammad Rasyid Ridho (Pimpinan Majalah Al-Manar,[13] Mesir). Beliau berkata,
“Zaman yang telah banyak tersebar bid’ah ini, tidak akan pernah berlalu tanpa adanya ulama rabbaniyyin yang terpilih untuk memperbarui kembali bagi umat ini urusan agama mereka dengan dakwah dan ta’lim serta teladan yang baik.
Mereka adalah orang-orang terpilih yang menafikkan dari agama ini; penyimpangannya orang-orang yang melampaui batas, kedustaan dengan mengatasnamakan agama yang dilakukan oleh orang-orang yang sesat dan penakwilan orang-orang jahil, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di antara ulama pembaharu yang terpilih itu. Beliau bangkit untuk mengajak kepada tauhid dan memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata, meninggalkan bid’ah dan kemaksiatan.”[14]

4. Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqi (Ulama Al-Azhar, Mesir). Beliau berkata,
“Al-Wahhabiyyah adalah penisbatan kepada seorang Imam Al-Mushlih (yang mengadakan perbaikan), Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau adalah Mujaddid (pembaharu) abad ke-12 Hijriyah. Namun penisbatan nama Wahabi kepada beliau salah menurut bahasa Arab, yang benar penisbatannya adalah Muhammadiyyah (bukan Wahabiyah), karena nama beliau Muhammad bukan Abdul Wahhab.”[15]

5. Dr. Thaha Husain (Sastrawan, Mesir). Beliau berkata,
“Sungguh dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah mazhab baru namun hakikatnya lama, kenyataannya ajaran ini memang baru bagi orang-orang yang hidup di zaman ini, tetapi hakikatnya lama. Sebab dakwah beliau tidak lain hanyalah ajakan yang kuat kepada Islam yang murni, bersih lagi suci dari noda-noda syirik dan paganisme.”[16]

6. Dr. Taqiyyuddin Al-Hilali (Ulama Iraq). Beliau berkata dalam muqaddimah kitab, ‘Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun Mazlumun wa Muftara ‘Alaihi’,
“Tidak samar lagi bahwa Al-Imam Ar-Rabbani Al-Awwab Muhammad bin Abdul Wahhab bangkit dengan dakwah hanifiyyah (tauhid), beliau telah melakukan pembaharuan kembali zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Dan beliau mendirikan daulah yang mengingatkan manusia dengan daulah Khulafaur Rasyidin.”[17]

7. Syaikh Mahmud Syukri Al-Alusi (Ulama Iraq)
Beliau berkata, “Baliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) termasuk ulama yang selalu memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar, dahulu beliau mengajarkan sholat dan hukum-hukumnya serta seluruh rukun-rukun agama, beliau juga selalu memerintahkan untuk berjama’ah.”[18]

8. Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili (Penulis Kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Syam). Beliau berkata,
“Ibnu Abdil Wahhab memulai dakwahnya pada tahun 1143 H atau 1730 M, beliau mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dakwah beliau adalah pelopor kebangkitan baru di seluruh dunia Islam. Beliau sangat memprioritaskan dakwahnya kepada tauhid yang merupakan tiang Islam, yang pada kebanyakan manusia telah tercampur dengan kerusakan-kerusakan (aqidah).”[19]

9. Syaikh Ahmad bin Hajar bin Muhammad Alu Abu Thaami (Hakim Pengadilan Syari’ah, Qatar).
Pujian beliau kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tertuang dalam satu kitab karya beliau yang berjudul, “Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Aqidatuhu As-Salafiyyah wa Da’watuhu Al-Ishlahiyyah wa Tsanaul Ulama ‘Alaihi”, yang berarti, “Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Aqidahnya Salafiyah dan Dakwahnya Perbaikan dan Pujian Ulama Kepadanya.” Cetakan kedua buku ini diberi kata pengantar dan dikoreksi beberapa bagiannya oleh Asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah.

10. Syaikh Muhammad Basyir As-Sahsawani (Ulama Ahli Hadits, India)
Pujian beliau kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah juga tertuang dalam satu kitab karya beliau yang berjudul, ‘Shiyanatul Insan ‘an Waswasati Syaikh Dahlan’, kitab ini merupakan bantahan terhadap kedustaan-kedustaan Ahmad Zaini Dahlan terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Masih banyak lagi pujian ulama dan tokoh dunia terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah yang tidak mungkin kami hadirkan semuanya di sini. Semoga yang sedikit ini bisa menggambarkan kepada para pembaca yang budiman akan hakikat dakwah beliau, sehingga pembaca tidak mudah tertipu dengan orang-orang semisal saudara Idahram dan kelompoknya yang berusaha menjelek-jelekkan dakwah yang mulia ini.

Footnote:
[1] Ulama Najd Khilal Sittah Qurun, 1/26, sebagaimana dalam Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wa Atsaruha fil ‘Alam Al-Islami, 1/120.
[2] HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 2405 dan Al-Imam Muslim no. 2525 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.
[3] Min A’lamil Mujaddidin, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 83-88.
[4] Ilmu rijalul hadits ini kelak diwariskan oleh cucu beliau As-Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah penulis kitab Taisirul ‘Azizil Hamid. Guru kami di Najd, Asy-Syaikh Ahmad Al-Khudairi hafizhahullah (Da’I Kementerian Agama Saudi dan Imam Masjid Al-Muqbil di kota Buraidah, Qosim, KSA) mengatakan, “Syaikh Sulaiman menghapal rijal (perawi-perawi) Kutubus Sittah melebihi hapalannya terhadap rijal (penduduk) kampung kecil Dir’iyyah.”
[5] Orang yang belajar sampai diberi ijazah oleh gurunya menunjukkan kematangannya dalam ilmu tersebut, ini sekaligus bantahan terhadap usaha licik Idahram untuk menjatuhkan kedudukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam keilmuan. Dengan sombongnya saudara Idahram berkata, “Pengetahuan agamanya kurang memadai…” (Sejarah Berdarah…, hal.31)
[6] Tarjamatul Muallif: Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim As-Sulaiman semoga Allah menjaganya, dicetak bersama Syarhu Kasyfisy Syubuhat, Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah, hal. 7-8.
[7] Hadits ini diistilahkan oleh muhadditsin dengan al-musalsal bil awwaliyyah, yang artinya hadits bersambung pada periwayatan yang pertama, dikarenakan para muhaddits apabila akan memberikan ijazah periwayatan hadits kepada muridnya, maka mereka akan mulai dengan hadits ini dengan mengatakan kepada perawi di bawahnya, “Dan ini adalah hadits pertama yang aku dengar dari guruku.” Hal ini dilakukan sebagai peringatan bahwa ilmu ini dibangun di atas dasar kasih sayang dan kelembutan kepada para penuntut ilmu dan pencari kebenaran.
Peringatan ini sangat berpengaruh dalam diri Asy-Syaikh rahimahullah, sehingga sudah menjadi ciri khas beliau dalam penulisan kitab, beliau selalu mendoakan para pembaca kitabnya dengan, “Rahimakallah (semoga Allah Ta’ala menyayangimu).” [Syarhu Ushul Ats-Tsalatsah, Asy-Syaikh Shalih Alusy Syaikh, dicetak bersama Jami’ul Ushul hal. 424].
[8] HR. Al-Imam Ahmad no. 6494 dan Abu Daud no. 4943 dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu ‘anhuma dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, no. 3522.
[9] Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Aqidatuhu As-Salafiyyah wa Da’watuhu Al-Ishlahiyyah wa Tsanaul Ulama ‘alaihi, karya Qadhi Mahkamah Syar’iyyah Negeri Qatar, Asy-Syaikh Ahmad bin Hajar bin Muhammad Alu Abu Thaami rahimahullah, hal. 11-12. Cetakan kedua buku ini juga diberi kata pengantar dan dikoreksi oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah.
[10] Alhamdulillah kami memiliki karya ilmiah berupa ceramah penjelasan Kitab Tauhid (dalam 5 CD dan 67 bab, disertai lebih dari 1000 tanya jawab), Tsalatsatul Ushul, Al-Qawa’idul Arba’, Sittatu Ushulin Azhimah Mufidah, Nawaqidul Islam, Ba’du Fawaaid min Suratil Fatihah dan Masaail Jahiliyyah. Bagi yang ingin mendengarkan kami persilahkan dengan senang hati. Para ustadz yang lain juga memiliki karya ilmiah yang serupa dan lebih bagus dari apa yang kami sampaikan.
[11] Diwan Ash-Shon’ani, hal 128-129, sebagaimana dalam Majmu’atur Rosaail At-Taujihaat Al-Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’, 3/239.
[12] Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Aqidatuhu As-Salafiyyah wa Da’watuhu Al-Ishlahiyyah wa Tsanaul Ulama ‘alaihi, hal. 60.
[13] Konon kabarnya majalah Al-Manar ini disebarkan oleh As-Surkati (pendiri Al-Irsyad) di Indonesia, walaupun Al-Irsyad sendiri –menurut saudara Idahram (pada catatan kaki nomor 31, hal. 43)- nampaknya tidak mau dihubung-hubungkan dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah wa hadaahum.
[14] Muqaddimah Shiyanatul Insan, hal. 5, sebagaimana dalam Majmu’atur Rosaail At-Taujihaat Al- Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’, 3/239.
[15] Majmu’atur Rosaail At-Taujihaat Al- Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’, 3/240.
[16] Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Aqidatuhu As-Salafiyyah wa Da’watuhu Al-Ishlahiyyah wa Tsanaul Ulama ‘alaihi, hal. 69.
[17] Majmu’atur Rosaail At-Taujihaat Al- Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’, 3/240.
[18] Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Aqidatuhu As-Salafiyyah wa Da’watuhu Al-Ishlahiyyah wa Tsanaul Ulama ‘alaihi, hal. 65.
[19] Majmu’atur Rosaail At-Taujihaat Al- Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’, 3/242.
Ditulis oleh Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafidzhahullah dalam buku “Salafi, Antara Tuduhan dan Kenyataan” penerbit TooBagus cet. pertama.  Bantahan terhadap buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” karya Syaikh Idahram hadahullah.

Sumber : 
http://rizkytulus.wordpress.com/
http://abangdani.wordpress.com/2011/08/11/menjawab-tuduhan-idahram-siapakah-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pujian-ulama-terhadap-beliau/
read more “Biografi Singkat Asy-Syaikh Al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah”

Senin, 09 April 2012

Kedudukan Kitab Durratun Nasihin


Pertanyaan :
Bagaimana kedudukan kitab Durratun Nashihin? Apakah dapat dijadikan rujukan untuk diamalkan? Jazakumullah khair
sigit@yahoo.com

Jawab:
Di masyarakat kita, kitab ini cukup populer, menjadi pegangan dalam pengutipan hadits dalam ceramah-ceramah. Lengkapnya, berjudul Durratun Nashihin Fil Wa’zhi wal Irsyad karya Syaikh ‘Utsman bin Hasan bin Ahmad Syakir al-Khubari seorang Ulama yang hidup di abad ke sembilan hijriyah.

Tentang kitab ini, kami kutipkan pernyataan Syaikh bin Baz rahimahullah dalam Fatawa Nur ‘ala ad-Darb (1/80-81), dengan ringkas sebagai berikut:


“Kitab ini tidak bisa dijadikan pegangan. (Sebab) berisi hadits-hadits maudhu (palsu) dan lemah yang tidak bisa dijadikan sandaran, sehingga tidak sepatutunya buku ini dijadikan sandaran dan kitab-kitab serupa lainnya yang berisi hadits palsu dan lemah. Hal ini karena hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mendapatkan perhatian penuh dari para imam-imam (ahli) Sunnah. Mereka telah menjelaskan dan memilah hadits-hadits shahih dan yang tidak shahih. Maka, sudah seharusnya seorang mukmin memiliki kitab-kitab yang baik dan bermanfaat (saja), seperti Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, Sunan Arba’ah [1], Mumtaqa al-Akhbar karya Majdudin Ibnu Taimiyah rahimahullah dan kitab Riyadhus Shalihin karya Iman an Nawawi rahimahullah, Bulughul Marom, dan ‘Umdatul Hadits. Kitab-kitab (hadits) ini bermanfaat bagi seorang Mukmin. Kitab-kitab ini jauh dari hadits-hadits palsu dan dusta. Tentang hadits-hadits lemah yang ada di kitab Sunan, Riyadhus Shalihin atau Bulughul Marom, para penulisnya telah menjelaskan dan menyampaikan hukumnya. Hadits-hadits yang lemah yang belum dijelaskan penulis kitab-kitab tersebut, telah dipaparkan dan ditunjukkan oleh para ulama lainnya dalam kitab-kitab syarag yang menjelaskan kitab-kitab tersebut. Demikian juga dijelaskan oleh para ulama dalam karya mereka (secara khusus) tentang hadits-hadits palsu dan lemah.” [2]

Note :
[1] Empat kitab Sunan; Sunan Abu Dawud, at-Tirmidzi, an Nasa’i dan Ibnu Majah, pent.)

[2] Sebagian ulama telah membukukan hadits-hadits palsu dan lemah dalam kitab-kitab tersendiri. Misal, al-Maudhu’at karya Imam Ibnul Jauzi, al-Fawaid al-Majmu’ah karya Imam Syaukani, Silsilah al-aHadits adh-Dhai’ifa wal Maudhu’ah karya Syaikh al Albani dan lain-lain. Buku-buku ini ditulis dalam rangka memperingatkan umat dari hadits-hadits palsu dan lemah agar tidak diamalkan. Pent.

[Disalin ulang dari Majalah as Sunnah Vol.7 Edisi 11/Thn XIV/Rabiul Tsani 1432H/Maret 2011M Hal.7]

Silahkan dibaca juga buku : Hadits-hadits Palsu dalam Kitab Durratun Nashihin. Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA. Penerbit Darus Sunnah Press.
http://www.abuayaz.co.cc/2011/08/kedudukan-kitab-durratun-nashihin.html
http://abdullahissgafa.blogspot.com/2011/08/kedudukan-kitab-durratun-nashihin.html

read more “Kedudukan Kitab Durratun Nasihin”

BERHAJI DARI TALANGAN BANK

Oleh ustadz DR Muhammad Arifin Badri MA
http://almanhaj.or.id/content/3167/slash/0


PENDAHULUAN
Alhamdulillah , shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Kiblat yang bermuara di Baitullah atau Ka’bah adalah arah-arah Anda setiap kali mendirikan shalat. Tentu arah ini memiliki arti tersendiri dalam hidup Anda. Dan sudah barang tentu hati Anda selalu merindukan untuk memiliki kesempatan beribadah kepada Allah langsung di hadapan Ka’bah. Wajar bila pertama kali Anda berkesempatan untuk beribadah kepada Allah langsung di hadapan Ka’bah, Anda tak kuasa menahan luapan rasa bahagia. Hati Anda berbunga-bunga, dan pikiran Anda terharu dan air matapun mengalir bercucuran. Betapa tidak, arah yang selama ini Anda agungkan ternyata bermuara pada bangunan sederhana, yaitu Ka’bah. Bangunan yang tersusun dari bebatuan hitam, yang sudah barang tentu tidak kuasa memberi Anda apapun.

Kesederhanaan Ka’bah menjadikan Anda menyadari bahwa selama ini ternyata Anda tidaklah menyembah bangunan Ka’bah. Selama ini sejatinya Anda sedang mengagungkan Tuhan Ka’bah, Pencipta dan Penguasa dunia beserta isinya.

فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِالَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ

“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” [Al-Quraisy : 34]

Walau demikian, mata Anda tak akan pernah puas memandang Ka’bah, dan kerinduan akan selalu melekat dalam hati Anda untuk terus berkunjung dan beribadah di dekatnya.

Saudaraku! Fenomena yang Anda rasakan bersama Ka’bah ini sejatinya adalah efek langsung dari kobaran iman Anda kepada Allah Ta’ala. Anda menyadari bahwa Allah-lah yang memerintahkan Anda untuk meghadapkan wajah ke arahnya, karenanya Anda selalu rindu kepadanya.

Begitu kuat kerinduan Anda kepada Ka’bah hingga menjadikan Anda berusaha sekuat tenaga untuk dapat mengobati kerinduan Anda walau hanya sesaat atau minimal sekali seumur hidup Anda. Sedikit demi sedikit Anda menyisihkan dari hasil kucuran keringat Anda, agar dikemudian hari Anda berkesempatan menikmati kesejukan beribadah di sisi Baitullah Ka’bah. Bahkan mungkin Anda rela menjual berbagai aset Anda, atau bahkan berhutang agar dapat mewujudkan impian Anda ini.

BERHAJI DARI HASIL BERHUTANG
Kerinduan Anda kepada Ka’bah’ menjadikan banyak orang memutar otak dan mencari berbagai terobosan guna mewujudkannya. Dan diantara terobosan yang sekarang banyak ditawarkan ialah dengan mengikuti program arisan atau menggunakan dana talangan haji. Bagi banyak kalangan, program ini terasa bak hembusan angin surga yang mengobati kerinduan hatinya. Akibatnya, banyak dari mereka terbuai dan langsung menerimanya tanpa berpikir lebih dalam tentang hukum dan resikonya.

Andai mereka sedikit meluangkan waktu dan pikiranya guna menimbang-nimbang program ini, nisacaya mereka mewaspadainya, program-program semacam ini, walau pada awalnya terasa empuk, namun pada akhirnya terasa berat dan menyusahkan. Terlebih-lebih bila program dana talangan haji ditinjau dari hukum syar’inya.

Dana talangan haji yang sekarang sedang marak diterapkan di berbagai lembaga keuangan, adalah salah satu bentuk rekayasa melanggar hukum Allah Ta’ala. Praktek yang sekarang sedang menjamur di masyarakat ini sekilas berupa akad qardh (piutang) dan ijarah (sewa menyewa jasa). Dan tidak diragukan bahwa kedua akad ini bila dilakukan secara terpisah adalah halal.

Walau demikian, ketika kedua akad ini dilakukan secara bersamaan dan saling terkait, muncullah masalah besar. Yang demikian itu karena beberapa alasan :

1. Larangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

لاَ يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ

“Tidak halal menggabungkan antara piutang dengan akad jual-beli” [HR Abu Dawud hadits no. 3506 dan At-Tirmidzy hadits no. 1234]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :”Pada hadits ini Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melarang penggabungan antara piutang dengan jual beli. Dengan demikian bila Anda menggabungkan antara akad piutang dengan akad sewa-menyewa berarti Anda telah menggabungkan antara akad piutang dengan akad jual-beli atau akad yang serupa dengannya. Dengan demikian, setiap akad sosial semisal hibah pinjam-meminjam, hibah buah-buahan yang masih di atas pohonnya, diskon pada akan penggarapan ladang atau sawah, dan lainnya semakna dengan akad hutang piutang, yaitu tidak boleh digabungkan dengan akad jual-beli dan sewa-menyewa” [Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah 29/62]

2. Riba Terselubung
Secara lahir kreditur tidak memungut tambahan atau riba atau bunga dari piutangnya, namun secara tidak langsung ia telah mendapatkannya, yaitu dari uang sewa yang ia pungut. Anda pasti menyadari bahwa sewa menyewa (jual jasa pengurusan administrasi haji) yang dilakukan oleh lembaga keuangan terkait langsung dengan akad hutang piutang. Biasanya, yang telah memiliki dana sendiri untuk biaya hajinya, tidak akan menggunakan layanan “dana talangan haji” ini. Dengan demikian, adanya talangan dana haji ini, menjadikan lembaga keuangan terkait dapat memasarkan jasanya dan pasti mendapatkan keuntungan dari jual-beli jasa tersebut.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan hal ini dengan berkata : “Kesimpulan dari hadits ini menegaskan bahwa : Tidak dibenarkan menggabungkan antara akad komersial dengan akad sosial. Yang demikian itu karena keduanya menjalin akad sosial disebabkan adanya akad komersial antara mereka. Dengan demikian akad sosial itu tidak sepenuhnya sosial. Namun akad sosial secara tidak langsung menjadi bagian dari nilai transaksi dalam akad komersial.

Dengan demikian orang yang menghutangkan uang sebesar seribu dirham kepada orang lain, dan pada waktu yang sama kreditur tidak rela memberi piutang kecuali bila debitur membeli barangnya dengan harga mahal. Sebagaimana pembeli tidaklah rela membeli dengan harga mahal melainkan karena ia mendapatkan piutang dari penjual” [Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah 29/63]

3. Memberatkan Masyarakat
Sistem setoran haji yang diterapkan oleh Departemen Agama dengan online, sehingga dapat dilakukan kapan saja, telah mendatangkan masalah besar. Masyarakat berlomba-lomba untuk melakukan pembayaran secepat mungkin, guna mendapatkan kepastian jadwal keberangkatan. Akibatnya , banyak dari mereka yang sejatinya belum mampu menempuh segala macam cara, karena khawatir kelak harus menanti lama. Banyak dari mereka yang memaksakan diri dengan cara menggunakan sistem dana talangan haji atau arisan.

Adanya praktek memaksakan diri ini tidak diragukan membebani masyarakat. Terlebih-lebih menjadikan agama Islam yang pada awalnya terasa mudah, sekarang menjadi terasa sulit nan berat. Untuk dapat berhaji harus menanti sekian lama, dan selama penantian banyak dari mereka yang harus tersiksa dengan cicilan piutang. Bahkan sepulang menunaikan ibadah hajipun, sering kali masih menanggung beban cicilan biaya perjalan hajinya.

Sudah barang tentu melaksanakan ibadah dengan cara memaksakan diri semacam ini tentu tidak selaras dengan syariat Islam.


يَاأَيُّهَاالنَّاسُ عَلَيْكُمْ مِنَالأَعْمَالِ مَاتُطِيْقُوْنَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَيَمُلُّ حَتَّى تَمُلُّواوَإِنَّ أَحَبَّ اْلأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَادُوْوِمَ عَلَيْهِ وَإِنْ قَلَّ

“Wahai umat manusia, hendaknya kalian mengerjakan amalan yang kuasa kalian kerjakan, karena sejatinya Allah tidak pernah merasa bosan (diibadahi) walaupun kalian sudah merasakannya. Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah ialah amalan yang dilakukan secara terus menerus, walaupun hanya sedikit” [HR Bukhari hadits no. 1100 dan Muslim hadits no. 785]

Dalam riwayat lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan pesan ini ketika mendengar cerita bahwa Khaula’ binti Tuwait senantiasa shalat malam dan tidak pernah tidur.

Dan dalam urusan haji Allah Ta’ala berfirman.

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah” [Ali-Imran : 97]

PENUTUP
Semoga paparan singkat ini menjadi pelajaran bagi Anda untuk semakin bertambah yakin bahwa Islam adalah agama yang mudah dan tidak rela bila umatnya sengsara atau ditimpa kesusahan. Dengan demikian Anda dapat bersikap proposional dan terhindar dari hal-hal yang kurang selaras dengan syariat Islam, walau sekilas terasa empuk. Wallahu a‘lam bish shawab.


[Ustadz DR Muhammad Arifin Badri, MA, Alumnus Doktoral Universitas Islam Madinah, lulus dengan predikat summa cum laude, Pembina Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia. Disalin dari Majalah Pengusaha Muslim Edisi 21 Volume 2/Oktober 2011]
Sumber  : Almanhaj.or.id
read more “BERHAJI DARI TALANGAN BANK”

Terjemah Riyadhush Shalihin, Edisi Terlengkap; Pustaka as-Sunnah

Penerbit: Pustaka as-Sunnah
Harga: Rp 215.000
Deskripsi:
Ta'liq Syaikh Ibnu Shalih al-Utsaimin
Tahrij Syaikh M. Nashiruddin al-Albani
read more “Terjemah Riyadhush Shalihin, Edisi Terlengkap; Pustaka as-Sunnah”

Jumat, 06 April 2012

Hukum Pijat

Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan:

Apa pendapat Syaikh yang mulia tentang pijat yang dilakukan oleh sebagian wanita terhadap sesama wanita, atau laki-laki terhadap sesama laki-laki? Yaitu misalnya seseorang tidur tengkurap dan yang lain memijat punggungnya, kedua bagian sampingnya, lehernya, bahunya, betisnya dan terkadang pahanya. Kadang-kadang hal itu dilakukan dari balik bajunya, dan kadang-kadang pijatnya langsung menyentuh kulit, dan terkadang pemijat mengoleskan minyak untuk memijat. Khususnya, yang seperti ini banyak dilakukan di asrama-asrama kampus, baik asrama putra maupun putri. Mohon beri kami fatwa, semoga Alloh memberikan pahala kepada anda.

Jawaban:

Jika pijat dilakukan oleh suami terhadap istrinya, atau istri terhadap suaminya maka ini tidak mengapa. Karena bagaimanapun, hal tersebut mubah bagi mereka, bahkan seandainya syahwatnya tergerak dalam kondisi ini, maka silahkan ia menunaikan syahwatnya itu karena ia bersama istrinya sendiri. Adapun kalau bersama selain pasangannya, maka pada yang demikian terdapat fitnah.

Seandainya seorang pemuda melakukan hal tersebut bersama pemuda lainnya, apakah tidak dikhawatirkan akan timbul syahwatnya? Ya (dikhawatirkan). Begitu pula seandainya seorang wanita melakukan hal tersebut dengan wanita lainnya, juga dikhawatirkan timbul syahwatnya, karena wanita juga memiliki syahwat sebagaimana laki-laki. Maka menurutku hal ini tidak diperbolehkan kecuali antara suami istri.

Demikian pula, jika ada seorang lelaki tua yang memiliki anak-anak perempuan, lalu ia minta kepada mereka untuk memijat punggungnya, ini tidak mengapa. Karena syahwat dalam kondisi ini sangatlah jauh dan lelaki yang sudah tua butuh untuk dipijat. Maka dengan adanya hajat (keperluan) dan jauhnya syahwat, kita katakan: hal tersebut tidak mengapa insyaAlloh.


Diterjemahkan dari: Silsilah al-Liqo’ asy-Syahri kaset no. 68b menit ke 12:45
Download transkrip Arab-nya dari al-Maktabah asy-Syamilah.
http://www.binothaimeen.com/sound/snd/a0015/a0015-66b.rm


Dan Oleh Syaikh Kholid bin Abdillah al-Mushlih hafidzohulloh (murid & menantu Syaikh Utsaimin)

Pertanyaan:

Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarohatuh,

Fadhilatus Syaikh, bagaimanakah hukum pijat?

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh,

Amma ba’du..

Pijat terbagi menjadi 2 jenis:

Jenis yang pertama: Pijat untuk pengobatan yang direkomendasikan dokter untuk mengobati kelemahan otot atau tujuan lainnya. Pijat jenis ini boleh, karena ia merupakan bentuk pengobatan yang pada asalnya boleh. Akan tetapi wajib menjaga aurat dari pandangan dan sentuhan kecuali bagian yang dibutuhkan dan wajib membatasi sesuai kebutuhan bagian aurat yang dilihat & disentuh serta berapa lama aurat tersebut dibuka. Berdasarkan perintah Alloh ta’ala untuk menjaga aurat, Alloh ta’ala berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ

“Dan katakanlah kepada kaum mukminin untuk menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka” [QS an-Nur: 31]

Alloh ta’ala berfirman tentang sifat kaum mukminin:

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ* إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

“dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa” [QS al-Mukminun: 5-6]

Dalam riwayat Imam Ahmad (19530), Abu Dawud (4017), at-Tirmidzi (2769), dan yang selain mereka dengan sanad yang jayyid dari hadits Bahz bin Hukaim, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam ketika ditanya tentang aurat, beliau bersabda:

احفظ عورتك إلا من زوجتك أو ما ملكت يمينك. فقيل له: الرجل يكون مع الرجل ؟ فقال صلى الله عليه وسلم : إن استطعت ألا يرينها أحد فافعل

“Jagalah auratmu kecuali dari istrimu atau budak yang engkau miliki” beliau lalu ditanya: “bagaimana laki-laki dengan laki-laki?” beliau shollallohu alaihi wa sallam menjawab: “jika engkau mampu untuk tidak melihatnya (auratmu) seorangpun, maka lakukanlah.”

Dan hadits ini sebagiannya diriwayatkan al-Bukhori secara mu’allaq.

Dalam shohih Muslim (338) dari Abu Sa’id al-Khudri rodhiyallohu anhu, bahwa Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda:

لا ينظر الرجل إلى عورة الرجل،ولا المرأة إلى عورة المرأة،ولا يفضي الرجل إلى الرجل في ثوب واحد،ولا تفضي المرأة إلى المرأة في الثوب الواحد

“Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lainnya, dan jangan pula seorang wanita melihat aurat wanita lainnya. Janganlah seorang laki-laki berselimut dengan laki-laki lain dalam satu selimut dan jangan pula seorang wanita berselimut dengan wanita lain dalam satu selimut.”

Ini menunjukkan haramnya menyentuh aurat orang lain dengan anggota tubuh manapun.

Jenis yang kedua: Pijat penyegaran, yaitu yang dilakukan sebagian orang untuk menyegarkan badan, atau sekedar menikmati pijatan tanpa ada keperluan. Maka jenis yang ini jika tidak dengan membuka aurat dan tidak menyentuhnya serta mempengaruhi perasaan atau tidak membangkitkan syahwat, maka hukumnya boleh dan boleh mengambil upah dari hal tersebut.

Akan tetapi, yang aku nasehatkan adalah mencukupkan dari pijat menggunakan tangan dengan pijat menggunakan alat, karena lebih jauh dari syubhat yang berkaitan dengan menyingkap aurat ataupun menyentuhnya, begitu pula lebih jauh dari menimbulkan syahwat. Wallohu a’lam.

Saudaramu,

Kholid bin Abdillah al-Mushlih

16/9/1424H

***

Diterjemahkan dari: http://www.almosleh.com/almosleh/article_1099.shtml
Sumber: https://www.facebook.com/dzulkifli.alfarizi/posts/132038530254520 
read more “Hukum Pijat”

Kamis, 05 April 2012

Penginapan Islami di Jakarta

Dari: khairul anam <kh_xxxx_xxxx@yahoo.com.sg>
Kepada: "assunnah@yahoogroups com" <assunnah@yahoogroups.com>
Dikirim: Rabu, 4 April 2012 17:33
.Judul: [assunnah] OOT: Mohon info penginapan islami di Jakarta

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ikhwan fillah, adakah ikhwan di jakarta yang punya informasi tentang penginapan yang terjangkau dengan lingkungan yg baik.

Insya Allah teman saya studi, asalnya arab saudi, dari sydney akan pulang ke saudi tapi mau mampir ke Jakarta kemudian ke Jogjakarta. Dia ingin berkenalan dg ikhwan2 di Indonesia.

Selain itu, jika ada yang bisa bahasa arab atau inggris dan punya waktu luang, dan bersedia membantu teman saya, mohon kiraya konfirmasi lewat japri.

Atas bantuan dan perhatiannya, jazakumullah khoiron.

Wassalamua'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Khairul Anam
Ikhwan Jember yang merantau

Sent from Yahoo!7 Mail on Android
---------------------------------------------------------------
edy rustanto <edy_xxxxxx@yahoo.co.id>
5 April 2012 09:01
Balas-Ke: assunnah@yahoogroups.com
Kepada: "assunnah@yahoogroups.com" <assunnah@yahoogroups.com>

Wa'alaykumussalam warahmatullah wabarakatuh

InsyaAllah d Hotel Alia Matraman & Hotel Alia Cikini dpn TIM (Taman Ismail Marzuki) atau Grand Alia Cikini Akhy,..

Hotel Gren Alia cikini
Jl. Cikini Raya No.46
Telp. +62 21 230 3000
Fax. +62 21 315 1354
Reservation. +62 21 230 4000
Jakarta 10330 - Indonesia
email. grenaliacikini@alia-hotel.com
________________________________
Sumber: http://milis.assunnah.or.id/
read more “Penginapan Islami di Jakarta”

Nature Gamat Tenlung "Ekstra Gamat Emas", Kapsul Gamat, 70 Kapsul; POM TR. 113 322 542; Haifa Herbal

Produksi: PT Lentera Agung Raya
Harga: Rp 75.000
Deskripsi:
Gamat mengandung kalogen (bahan perekat tulang), Mupolysaccharide (pengencer darah), Glucosamine (perangsang pertumbuhan tulang), Chondroitin sulfat, Hiloturin (bahan anti virus dan kanker), omega 3, 6, dan 9, Chromium, Asam Amino, dll. Sehingga memiliki reaksi lebih cepat dan hasil yang optimal. Gamat emas dapat membantu meningkatkan fungsi regenerasi sel, meringankan asam urat, lupus, maag kronis, diabetes, kolesterol, osteoporosis, jerawat, tumor, stroke, radang paru-paru, luka lama dan baru, mempercepat penyembuhan patah tulang, sakit gigi, amandel, asthma, tipus, luka bakar, jantung koroner, epilepsi, dll.

Komposisi: Gamat 100%

Aturan Pakai:
3 x 1-2 kapsul/hari sebelum makan.
Perbanyaklah minum air putih setelah mengkonsumsi gamat

Simpan ditempat sejuk dan kering
read more “Nature Gamat Tenlung "Ekstra Gamat Emas", Kapsul Gamat, 70 Kapsul; POM TR. 113 322 542; Haifa Herbal”

Nature Spirulina, Kapsul Spirulina, 70 Kapsul; Haifa Herbal

Produksi: PT. Lentera Agung Raya
Harga: Rp 75.000
Deskripsi:
Komposisi: 100% Spirulina ( Ganggang Hijau)

Kandungan:
Mengandung protein nabati, Vitamin B1, B2, B3, B12, Niasin C, E dan Provitamin A, Karotenoida, Pigmen, Asam Lemak Esensial, Mineral, Asam Palmitat, Palmitoleat, Stearat, Oleat, Linokeat, GLA, Betakaroten, Klorofil, Xantofil, Fikosianin, dll.

Manfa'at:
Menurunkan Kolesterol LDL (pada penderita Hiperkolesterolemia), mengobati sindroma Parahaid, Eksema Atopik, Obat anti trombotik, anti oksidan, meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah kanker, anti radikal bebas, membantu peredaran darah, dll

Aturan Pakai:
3 x 1-2 kapsul / hari sebelum makan

Simpan ditempat sejuk (<30 derajat C) dan kering
read more “Nature Spirulina, Kapsul Spirulina, 70 Kapsul; Haifa Herbal”

Selasa, 03 April 2012

Menikahi Wanita Hamil Karena Zina

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

nikah hamil Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsanin ila yaumid diin.
Fenomena yang menjamur di kalangan muda-mudi saat ini, yang sulit terelakkan lagi adalah perzinaan, sebelum mendapat label sah sebagai pasangan suami istri. Hal ini sudah dianggap biasa di tengah-tengah masyarakat kita. Si wanita dengan menahan malu telah memiliki isi dalam perutnya. Namun masalah yang timbul adalah bolehkah wanita tersebut dinikahi ketika ia dalam kondisi hamil? Lalu apa akibat selanjutnya dari perbuatan zina semacam ini.
Semoga artikel sederhana berikut ini bisa memberikan pencerahan kepada orang-orang yang ingin mencari kebenaran. Hanya Allah yang beri taufik.

Bahaya Zina
Allahh Ta’ala dalam beberapa ayat telah menerangkan bahaya zina dan menganggapnya sebagai perbuatan amat buruk. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)
Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.
Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,
ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ
Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[1] Di sini menunjukkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.
Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ
Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.[2]
Inilah besarnya bahaya zina. Oleh karenanya, syariat Islam yang mulia dan begitu sempurna sampai menutup berbagai pintu agar setiap orang tidak terjerumus ke dalamnya. Namun itulah yang terjadi jika hal ini dilanggar, akhirnya terjadilah apa yang terjadi. Terjerumuslah dalam dosa besar zina karena tidak mengindahkan berbagai jalan yang dapat mengantarkan pada zina seperti bentuk pacaran yang dilakukan muda-mudi saat ini. Jadilah di antara mereka hamil di luar nikah.

Hukum Menikahi Wanita Hamil Karena Zina
Ada beberapa fatwa ulama yang kami temukan, di antaranya adalah Fatwa Asy Syabkah Al Islamiyah no. 9644 mengenai syarat menikahi wanita yang dizinai, tanggal Fatwa 23 Jumadil Ula 1422 H.
Pertanyaan:
هل يجوز لشخص أن يتزوج من إمرأة زانية وهو يعلم أنها زنت قبل أن يتزوجها، وهو يريد أن يستر عليها لأنها قريبته، وأرجو الإفادة منكم ، هل يمكن معرفة المفتي . شكرا
Apakah boleh seseorang menikahi wanita yang dizinai dan ia tahu bahwa wanita tersebut betul telah dizinai sebelum menikahinya. Ia ingin menutup aibnya dengan menikahinya karena wanita tersebut masih kerabatnya. Aku ingin jawaban dari kalian mengenai hal ini. Apakah hal ini mungkin? Syukron.
Jawaban:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه وسلم أما بعد:
فإن الزواج من الزانية مختلف فيه ، فمن العلماء من يقول بصحته، ومنهم من يقول بمنعه ، وممن قال بمنعه الإمام أحمد، وهو قول يشهد له ظاهر الآية الكريمة ( الزاني لا ينكح إلا زانية أو مشركة والزانية لا ينكحها إلا زان أو مشرك وحرم ذلك على المؤمنين ) [النور:3]
وعليه فلا يجوز لمن علم من امرأة أنها تزني أن يتزوجها إلا بشرطين: أحدهما: التوبة إلى الله تعالى، ثانيهما: استبراؤها. فإذا توفر الشرطان جاز الزواج منها ، والدليل على وجوب الاستبراء قوله صلى الله عليه وسلم فيما رواه أبو سعيد الخدري رضي الله عنه "لا توطأ حامل حتى تضع، ولا غير ذات حمل حتى تحيض حيضة". أخرجه البغوي في شرح السنة وأبو داوود وقال ابن حجر في التلخيص إسناده حسن وصححه الحاكم وقال على شرط مسلم .
والخلاصة أن الزانية إذا تابت إلى ربها وتحققت براءة رحمها من ماء السفاح جاز نكاحها بأي غرض كان ، فإذا فقد أحد الشرطين لم يجز نكاحها؟ ولو بقصد الستر عليها، والتغطية على عملها القبيح .
والله أعلم.
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Amma ba’du:
Mengenai hukum menikahi wanita yang telah dizinai, maka ada perbedaan pendapat di antara para ulama. Sebagian ulama mengatakan bahwa menikahi wanita tersebut dinilai sah. Sebagian ulama lainnya melarang hal ini. Di antara ulama yang melarangnya adalah Imam Ahmad. Pendapat ini didukung kuat dengan firman Allah Ta’ala,
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (QS. An Nur: 3)
Jika seseorang mengetahui bahwa wanita tersebut adalah wanita yang telah dizinai, maka ia boleh menikahi dirinya jika memenuhi dua syarat:
Pertama: Yang berzina tersebut bertaubat dengan sesungguhnya pada Allah Ta’ala.
Kedua: Istibro’ (membuktikan kosongnya rahim).
Jika dua syarat ini telah terpenuhi, maka wanita tersebut baru boleh dinikahi. Dalil yang mengharuskan adanya istibro’ adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُوطَأُ حَامِلٌ حَتَّى تَضَعَ وَلاَ غَيْرُ ذَاتِ حَمْلٍ حَتَّى تَحِيضَ حَيْضَةً
Wanita hamil tidaklah disetubuhi hingga ia melahirkan dan wanita yang tidak hamil istibro’nya (membuktikan kosongnya rahim) sampai satu kali haidh.[3][4]
Ringkasnya, menikahi wanita yang telah dizinai jika wanita tersebut betul-betul telah bertaubat pada Allah dan telah melakukan istibro’ (membuktikan kosongnya rahim dari mani hasil zina), maka ketika dua syarat ini terpenuhi boleh menikahi dirinya dengan tujuan apa pun. Jika tidak terpenuhi dua syarat ini, maka tidak boleh menikahinya walaupun  dengan maksud untuk menutupi aibnya di masyarakat. Wallahu a’lam.[5] –Demikian Fatwa Asy Syabkah Al Islamiyah-.
Simpulannya, konsekuensi dari menikahi wanita hamil adalah nikahnya tidak sah, baik yang menikahinya adalah laki-laki yang menzinainya atau laki-laki lainnya. Inilah pendapat terkuat sebagaimana yang dipilih oleh para ulama Hambali dan Malikiyah karena didukung oleh dalil yang begitu gamblang. Bila seseorang nekad menikahkan putrinya yang telah berzina tanpa beristibra’ terlebih dahulu, sedangkan dia tahu bahwa pernikahan itu tidak boleh dan si laki-laki serta si wanita juga mengetahui bahwa itu adalah haram, maka pernikahannya itu tidak sah. Bila keduanya melakukan hubungan badan maka itu adalah zina. Dia harus taubat dan pernikahannya harus diulangi, bila telah selesai istibra’ dengan satu kali haidh dari hubungan badan yang terakhir atau setelah melahirkan.

Status Anak Hasil Zina
Adapun nasab anak, ia dinasabkan kepada ibunya, bukan pada bapaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ
Anak dinasabkan kepada pemilik ranjang. Sedangkan laki-laki yang menzinai hanya akan mendapatkan kerugian.[6]
Firasy adalah ranjang dan di sini maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak wanita yang telah digauli tuannya, keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuan menggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu dinasabkan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja.
Inilah pendapat mayoritas ulama bahwa anak dari hasil zina tidak dinasabkan kepada bapaknya, alias dia adalah anak tanpa bapak. Namun anak tersebut dinasabkan pada ibu dan keluarga ibunya. Jika wanita yang hamil tadi dinikahi oleh laki-laki yang menzinainya, maka anaknya tetap dinasabkan pada ibunya. Sedangkan suami tersebut, status anaknya hanyalah seperti robib (anak tiri). Jadi yang berlaku padanya adalah hukum anak tiri. Wallahu a’lam.[7]
Bila seseorang meyakini bahwa pernikahan semacam ini (menikahi wanita hamil) itu sah, baik karena taqlid (ngekor beo) kepada orang yang membolehkannya atau dia tidak mengetahui bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Barangsiapa menggauli wanita dengan keadaan yang dia yakini pernikahan itu sah, maka nasab (anak) diikutkan kepadanya, dan dengannya berkaitanlah masalah mushaharah (kekerabatan) dengan kesepakatan ulama sesuai yang kami ketahui. Meskipun pada hakikatnya pernikahan itu batil (tidak teranggap) di hadapan Allah dan RasulNya, dan begitu juga setiap hubungan badan yang dia yakini tidak haram padahal sebenarnya haram, (maka nasabnya tetap diikutkan kepadanya)”.[8]
Ringkasnya, anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-laki yang menzinai ibunya (walaupun itu jadi suaminya), konsekuensinya:
  1. Anak itu tidak berbapak.
  2. Anak itu tidak saling mewarisi dengan laki-laki itu.
  3. Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa ingin menikah, maka walinya bukan laki-laki tadi, namun walinya adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali.
Penutup
Setelah kita melihat pembahasan di atas. Awalnya hamil di luar nikah (alias zina). Akhirnya karena nekad dinikahi ketika hamil, nikahnya pun tidak sah. Kalau nikahnya tidak sah berarti apa yang terjadi? Yang terjadi adalah zina. Keturunannya pun akhirnya rusak karena anak hasil zina tidak dinasabkan pada bapak hasil zina dengan ibunya. Gara-gara zina, akhirnya nasab menjadi rusak. Inilah akibat dari perbuatan zina. Setiap yang ditanam pasti akan dituai hasilnya. Jika yang ditanam keburukan, maka keburukan berikut pula yang didapat. Oleh karena itu, para salaf mengatakan,
مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا
Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.[9]
Semoga Allah senantiasa memberi taufik, memberikan kita kekuatan untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.
Diselesaikan di Pangukan-Sleman, 9 Rabi’ul Akhir 1431 H (bertepatan dengan 24/03/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com, dipublish ulang oleh http://rumaysho.com


[1] HR. Bukhari no. 7532 dan Muslim no. 86.
[2] HR. Abu Daud no. 4690 dan Tirmidzi no. 2625. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3] HR. Abu Daud no. 2157. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[4] Catatan penting yang perlu diperhatikan: Redaksi hadits ini membicarakan tentang budak yang sebelumnya disetubuhi tuannya yang pertama, maka tuan yang kedua tidak boleh menyetubuhi dirinya sampai melakukan istibro’ yaitu menunggu sampai satu kali haidh atau sampai ia melahirkan anaknya jika ia hamil. Jadi jangan dipahami bahwa hadits ini membicarakan larangan untuk menyetubuhi istri yang sedang hamil.
[5] Lihat Fatwa Asy Syabkah Al Islamiyah, 2/4764, Asy Syamilah.
[6] HR. Bukhari no. 6749 dan Muslim no. 1457.
[7] Lihat Fatawa Asy Syabkah Al Islamiyah, 2/2587.
[8] Lihat Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 32/66-67, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.
[9] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/417, Daar Thoyyibah, cetakan kedua, 1420 H

read more “Menikahi Wanita Hamil Karena Zina”