Ahlan Wa Sahlan

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuhu,
Ahlan wa sahlan, selamat datang di blog Toko Buku An-Naajiyah. Kunjungi toko kami di jln. Bangka Raya no D3-4, Perumnas 3 Bekasi. Dapatkan discount-discountnya. Atau dapat dipesan dengan mengontak kami di +6281219112152, +622170736246, E-mail gwsantri@gmail.com, maka barang akan dikirim ketempat tujuan setelah dikurangi discount dan ditambahkan ongkos kirim yang ditanggung oleh si pemesan. Kunjungi juga toko online kami di www.tb-an-naajiyah.dinomarket.com.

Pembayaran:
1. Bank Syariah Mandiri cabang Bekasi, no 7000739248, kode ATM Bersama 451, a.n Gusti Wijaya Santri.
2. Bank Muamalat cabang Kalimas Bekasi, no 0218913136, kode ATM Bersama 147, a.n Gusti Wijaya Santri

Pengiriman pesanan menggunakan JNE/Pos Indonesia/Indah Cargo/Pahala Kencana/jasa pengiriman yang disepakati.

Semoga kehadiran toko dan blog ini dapat memberikan manfa'at untuk Saya khususnya dan semua pengunjung pada umumnya.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuhu

Banner

Tampilkan postingan dengan label Artikel Ilmiyyah: Tanya Jawab. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Ilmiyyah: Tanya Jawab. Tampilkan semua postingan

Rabu, 27 Maret 2013

Sosok Malaikat Tertangkap CCTV, Benarkah Berita Itu?

Soal:
Assalamu'alaikum.
Saya Baca berita bahwa di masjid Nabawi pada Jum'at, tepatnya hari Jum'at, tanggal 7 Desember 2012 lalu telah tertangkap oleh kamera CCTV ada sosok putih yang diduga malaikat sedang mendengarkan khutbah. Meskipun banyak dugaan, saya bertanya:
a. Benarkah di hari Jum'at, malaikat berada di pintu masjid mencatat jamaah yang masuk?
b. Benarkah ada dalil yang menerangkan bahwa malaikat juga mendengarkan khutbah Jum'at?
c. Mungkinkah malaikat bisa terlihat oleh seorang Mukmin?

Syukran atas jawaban ustadz.
Elyardi,
Kuansing, Riau
628136579xxxx

Jawab:
Bapak Elyardi yang terhormat, memang benar bahwa sebelum shalat Jum'at malaikat mencatat orang-orang yang masuk ke masjid, kemudian ikut mendengarkan khutbah. Dalilnya adalah hadits berikut, artinya :
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Pada hari Jum'at, sisetiap pintu masjid ada malaikat yang mencatat orang yang akan shalat satu persatu. Jika imam sudah duduk, mereka melipat lembar catatan dan datang mendengarkan peringatan." (HR. al-Bukhari no. 3039 dan Muslim no. 850)

Malaikat dalam bentuk aslinya tidak bisa dilihat oleh sembarang orang. Dikalangan umat Islam, hanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam yang pernah melihat malaikat dalam wujud aslinya. Adapun jika malaikat menampakan diri dalam bentuk manusia, semua orang bisa melihat. Dalil dari al-Quran dan hadits menjelaskan bahwa malaikat berwujud manusia pernah mendatangi Nabi Ibrahim 'Alaihissalam, Nabi Luth, Maryam dan juga Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan para shahabat saat Jibril 'Alaihissalam akan mengajarkan tentang arti iman, islam dan ihsan. Masih ada lagi kisah-kisah yang lain.

Adapun berita heboh tentang malaikat yang tertangkap kamera di masjid Nabawi, menurut Kepala Humas Masjid Nabawi, Abdul Wahid al-Haththab bahwa gambar itu hanyalah permainan montasye (teknik editing film) belaka, tidak lebih dari itu. (Surat Kabar Okaz edisi 4.194)

Secara logika bisa kita katakan, jika yang tampak adalah malaikat dalam bentuk aslinya, tentunya wujudnya tidak seperti itu, karena malaikat memiliki fisik yang sangat besar dan Jibril memiliki enam ratus sayap sehingga bisa menutupi ufuk timur. Jika dia adalah malaikat yang tampak dalam wujud manusia, maka penampakan ini menyelisihi penampakan-penampakan yang dijelaskan dalam ayat dan hadits, dimana disebutkan bahwa penampilan para malaikat persis dengan penampilan manusia biasa, sehingga orang-orang yang menemui mereka tidak tahu bahwa mereka adalah malaikat. Wallahu A'lam.

Sumber: Majalah As-Sunnah no 12/THN.XVI
read more “Sosok Malaikat Tertangkap CCTV, Benarkah Berita Itu?”

Senin, 16 Juli 2012

Bolehkah Menjadi Petugas Keamanan Tempat Ibadah Orang-orang Kafir atau Tempat Hiburan?

بسم الله الرحمن الرحيم

Bolehkah Menjadi Petugas Keamanan Tempat Ibadah Orang-orang Kafir atau Tempat Hiburan?

Berikut fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah yang diketuai oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah:

س: هل يجوز للمجند المسلم أو الجندي المسلم حراسة الكنيسة، أو البارات، أو دور السينما، أو دور اللهو: كالكازينوهات ومحلات بيع الخمور؟
ج: لا يجوز العمل في حراسة الكنائس ومحلات الخمور ودور اللهو من السينما ونحوها؛ لما في ذلك من الإعانة على الإثم، وقد نهى الله جل شأنه عن التعاون على الإثم فقال: { وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ } (سورة المائدة الآية  2)
Pertanyaan: Apakah boleh seorang petugas keamanan muslim atau seorang tentara muslim bekerja sebagai satpam gereja, bar, bioskop atau tempat-tempat hiburan seperti kasino dan kafe-kafe khamar?

Jawab: Tidak boleh bekerja sebagai petugas keamanan gereja, kafe-kafe khamar, tempat-tempat hiburan seperti bioskop dan sejenisnya. Karena hal itu termasuk bentuk tolong-menolong dalam dosa, sedang Allah Ta’ala telah melarang perbuatan tersebut dalam firman-Nya:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Al-Maidah: 2)

(Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 14/481, no. 14334)
Sumber: http://nasihatonline.wordpress.com/2010/07/14/bolehkah-menjadi-petugas-keamanan-tempat-ibadah-orang-orang-kafir-atau-tempat-hiburan/

Sumber: http://hanifatunnisaa.wordpress.com/2011/10/19/bolehkah-menjadi-petugas-keamanan-tempat-ibadah-orang-orang-kafir-atau-tempat-hiburan/
read more “Bolehkah Menjadi Petugas Keamanan Tempat Ibadah Orang-orang Kafir atau Tempat Hiburan?”

Hukum Menggunakan dan Memperjualbelikan Obat Kuat


Oleh: Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi

Pertanyaan:
Apa hukum menggunakan obat penambah stamina (jamu kuat) dan bagaimana hukum memperjualbelikannya?
(Abdurrahman, Yogyakarta)

Jawaban:
Pada jawaban pertanyaan no. 3 [1], telah berlalu penjelasan tentang pembolehan obat yang bermanfaat dan halal serta tidak membahayakan seseorang, demikian pula halnya obat penambah stamina.

Adapun memperjualbelikan obat tersebut, hal ini diperbolehkan selama obat itu halal dan bermanfaat. Wallahu a’lam.
Catatan kaki:
[1] Silakan baca, Hukum Daging Penyu atau Kura-kura sebagai Obat
Sumber: Jurnal Asy-Syifa edisi 02/1432/2011, hal. 57-58.

Sumber: http://hanifatunnisaa.wordpress.com/2012/02/04/hukum-menggunakan-dan-memperjualbelikan-obat-kuat/
read more “Hukum Menggunakan dan Memperjualbelikan Obat Kuat”

Jumat, 25 November 2011

Hukum Meruqyah Orang Kafir

Pertanyaan:

Bolehkah meruqyah orang kafir?!

Jawab:

Hal ini diperbolehkan. Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu pernah meruqyah orang kafir. Tatkala beliau keluar bersama serombongan pasukan, mereka melewati sebuah kampung atau sumber air. Mereka pun meminta kepada penduduknya agar diterima sebagai tamu. Tetapi para penduduknya menolak. Selanjutnya, pemuka mereka (di kampung itu) disengat oleh binatang berbisa.

Mereka datang dan berkata (kepada rombongan Abu Sa’id), “Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyah?”

Rombongan itu menjawab, “ Demi Allah, kami tidak akan meruqyahnya sampai kalian memberi kami upah, kami telah meminta kalian agar menerima kami sebagai tamu namun kalian menolak.”

Maka mereka memberi rombongan itu sekumpulan kambing. Abu Sa’id pun meruqyahnya dengan al Fatihah. Orang itu sembuh dan seolah-olah dia baru terlepas dari sebuah simpul.

Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam membenarkan ruqyah yang dilakukan oleh Abu Sa’id ini.

Pada masa ini para peruqyah mengambil upah dan harta dari manusia walaupun manusia tidak mendapat manfaatnya. Mengambil upah diperbolehkan terhadap pekerjaan meruqyah dengan syarat bahwa orang yang sakit itu sembuh sebagaimana dalam hadits ini bahwa pada waktu itu juga (pemuka kampung itu sembuh), seolah-olah dia baru terlepas dari sebuah simpul. Oleh karena itu mereka mau mengambil upah sekumpulan kambing. Jika seandainya orang itu tidak sembuh, nisacaya mereka tidak akan mengambilnya.

Pada masa ini, si peruqyah rakus terhadap harta, sementara orang yang sakit tetap menanggung sakitnya dan orang yang terkena musibah tetap dengan musibahnya. Dia tidak mendapatkan manfaat sedangkan hartanya raib. Maka, semua harta (seperti itu) yang diambil oleh si peruqyah adalah haram.

[Referensi : Menguak Misteri Ruqyah – Tanya Jawab ruqyah bersama Asy Syaikh Rabi’ Bin Hadi Al Madkhali Hafizhahullah, Penulis Ustadz Abdul Mu’thi Al Maidani, hal 86-87, Pustaka al Husna]

http://www.tamansunnah.com/fiqih/hukum-meruqyah-orang-kafir.html#more-716
read more “Hukum Meruqyah Orang Kafir”

Selasa, 22 November 2011

Lafal “Amin” yang Benar

Pertanyaan: Bismillah. Assalamu ‘alaikum, Ustadz. Saya mau tanya perihal lafal “Amin” saat shalat berjemaah setelah imam membaca surah Al-Fatihah. Bagaimana dengan panjang-pendeknya bacaanAmin” tersebut, karena saya mengetahui dalam kaidah bahasa Arab, lafal “Amin” itu ada 4 perbedaan. Salah satu di antaranya “Aamiin” (alif dan mim sama-sama panjang), yang artinya, “Ya Tuhan, kabulkanlah doa kami.” Apakah lafal ini yang dipakai, atau bagaimana yang diperbolehkan? Jazakallahu khairan.

Rasyid Ibnu Ali (**_math07@yahoo.***)

Lafal “Amin” yang Benar:

Wa’alaikumussalam warahmatullah.
Ada beberapa kata yang mirip untuk kata “Aamiin“.
1. أَمِيْنٌ (a:pendek, min:panjang), artinya ‘orang yang amanah atau terpercaya’.
2. أٰمِنْ (a:panjang, min:pendek), artinya ‘berimanlah’ atau ‘berilah jaminan keamanan’.
Ketika shalat, kita tidak boleh membaca “Amin” dengan dua cara baca di atas.
3. آمِّيْنَ (a:panjang 5 harakat, mim:bertasydid, dan min: panjang), artinya ‘orang yang bermaksud menuju suatu tempat’.
Ada sebagian ulama yang memperbolehkan membaca “Amin” dalam shalat dengan bentuk bacaan semacam ini. Demikian keterangan Al-Wahidi. Imam An-Nawawi mengatakan, “Ini adalah pendapat yang sangat aneh. Kebanyakan ahli bahasa menganggapnya sebagai kesalahan pengucapan orang awam. Beberapa ulama kami ( Syafi’i) mengatakan, ‘Siapa saja yang membaca ‘Amin’ dengan model ini dalam shalatnya maka shalatnya batal.’” (At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, hlm. 134)
4. أٰمِيْنَ (a:panjang 2 harakat karena mengikuti mad badal, min:panjang 4–6 harakat karena mengikuti mad ‘aridh lis sukun, dan nun dibaca mati), artinya ‘kabulkanlah’. Inilah bacaanAmin” yang benar.
Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
read more “Lafal “Amin” yang Benar”

Selasa, 04 Oktober 2011

Hukum Kuis Sms Berhadiah

Assalamu alaikum warahmatullah wabarakatuh, Ustadz, apakah hukum Kuis-kuis berhadiah lewat SMS yang banyak ditayangkan di stasiun-stasiun televisi termasuk judi atau bukan? mohon dijelaskan dengan dalil-dalil syar’i. Syukron wa jazakumullah khoiron.
Abdul Wahab al-Jawi di Sukoharjo

JAWABAN:

Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim, Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad, keluarganya, para sahabatnya serta orang-orang yang berpegang teguh dengan ajarannya hingga akhir zaman.
Tidak dipungkiri lagi, belakangan ini kuis-kuis SMS berhadiah di televisi telah menggila. Kebanyakan atau hampir semua stasiun televisi yang ada di dalam dan luar negeri ini ikut menyelenggarakan dan menyiarkannya secara live. Program tersebut banyak diminati para pemirsa, meskipun tarifnya mencapai Rp2.000 per SMS atau jauh lebih mahal dari tarif normal yang hanya Rp.100 per sms atau bahkan jauh lebih murah lagi karena menjanjikan hadiah yang menggiurkan. Siapa tidak ngiler, hanya dengan kirim SMS bertarif Rp. 2000,- orang bisa berharap hadiah bernilai puluhan atau ratusan juta.
Untuk menjawab, apakah KUIS SMS BERHADIAH tersebut termasuk judi atau bukan, maka terlebih dahulu kita mengetahui makna judi dan unsur-unsur yang ada di dalamnya.
Makna dan Unsur-unsur Judi
Imam Al-Mawardi Asy-Syafi’i menjelaskan makna Al-Maisir (judi) dengan mengatakan, “Permainan yang mana para pesertanya mengambil (hadiah/taruhan, pent) jika ia menang, dan memberikan (hadiah/taruhan, pent) bila ia kalah.” (Al-Hawy al-Kabir XIX/225).
Sedangkan Ibnu Abil Fath Al-Hanbali mengatakan bahwa Al-Maisir (judi) ialah “Suatu permainan untuk memperebutkan sebuah harta yang akan diambil oleh sang pemenang dari siapa pun orangnya yang kalah.” (Al-Mathla’ hal. 256-257, dinukil dari Al-Hawafiz at-Tijariyyah at-Taswiqiyyah wa Ahkamuha fil Fiqhil Islami, karya syaikh Khalid Al-Mushlih hal.53).

Adapun unsur-unsur judi ialah sebagaimana berikut:
- Ada bandar atau pengelola
- Ada pemain
- Ada sarana atau media
- Ada taruhan
- Ada imbalan atas taruhan jika pemain menang
- Ada pengundian/pengacakan
- Ada sifat gambling atau untung-untungan
- Adanya penyerahan taruhan dari pemain yang kalah ke pemain yang menang.
Setiap aktifitas yang memiliki semua unsur tersebut di atas bisa dikatagorikan PERJUDIAN. Islam secara jelas dan tegas telah mengharamkan perjudian karena kegiatan ini banyak membawa keburukan dan kerusakan, baik kepada bandar dan pemain dan juga orang di sekitar mereka (teman, keluarga dan masyarakat).
Dalil-dalil Diharamkannya Perjudian

Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ منتهون
“Hai orang-orang mukmin! Sesungguhnya arak dan judi dan berhala dan azlam adalah kotor berasal dari perbuatan setan; oleh karena itu jauhilah supaya kamu beruntung. Sesungguhnya setan hanya bermaksud akan menjatuhkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui arak dan permainan judi serta akan menghalangi kamu dari ingat kepada Allah dan shalat; oleh karena itu apakah kamu mau berhenti?” (QS. Al-Maa-idah: 90-91)
Kedua ayat ini menunjukkan secara jelas akan keharaman judi, yang mana Allah ta’ala mensifatinya dengan sifat kotor yang berasal dari setan, dan dia memerintahkan agar menjauhinya. (Al-Hawafiz at-tijariyyah at-taswiqiyyah wa ahkamuha fil fiqhil islami, karya syaikh Khalid Al-Mushlih hal.55).
Dan firman-Nya pula:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa’: 29)
Memakan harta dengan jalan yang bathil itu ada dua cara;
Pertama: Mengambil harta orang lain tanpa kerelaan si empunya, bahkan dengan cara zhalim, mencuri, korupsi, khianat dan sejenisnya.
Kedua; Mengambil harta orang lain atas kerelaan si empunya, tetapi dengan cara yang tidak syar’i, seperti judi dan riba.
Dan Rasulullah bersabda:
وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ تَعَالَ أُقَامِرْكَ فَلْيَتَصَدَّقْ
“Barangsiapa berkata kepada saudaranya, mari bermain judi, maka hendaklah ia bershodaqoh.” (HR. Bukhari III/299 no.4860, dan Muslim III/1267 no.1647, dari Abu Hurairah).
Di dalam hadits ini, Nabi menjadikan seruan kepada perjudian sebagai sebab diperintahkannya mengeluarkan kaffarah (tebusan dosa) berupa shodaqoh. Maka hal ini menunjukkan atas haramnya perjudian, baik di dalam bab muamalah maupun perlombaan. Kaum muslimin pun telah sepakat akan keharaman judi.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Apa saja yang dilarang di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, pada umumnya bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan mencegah kezhaliman, seperti memakan (mengambil) harta dengan cara yang batil dan sejenisnya, seperti riba dan judi.” (Majmu’ Al-Fatawa, XXVIII/385).
Kuis SMS Berhadiah Bentuk Perjudian Modern?
Dalam perjudian tradisional, umumnya bandar dan pemain bertemu secara langsung dalam suatu tempat. Alat yang digunakan bisa bermacam-macam, mulai dari kartu sampai dadu. Pada model perjudian ini, pemain biasanya menetapkan taruhan terlebih dahulu sebelum permainan dimulai. Model perjudian tradisional ini mudah sekali diidentifikasi sebagai perjudian.
Namun, akhir-akhir ini muncul bentuk-bentuk perjudian baru yang jika kita (Umat Islam) tidak waspada kita bisa terjebak di dalamnya. Model perjudian ini biasanya memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dimana bandar/pengelola dan pemain tidak bertemu secara langsung. Contoh yang mudah kita temukan dalam kehidupan sehari-hari adalah KUIS SMS BERHADIAH.
Dalam kuis tersebut, calon peserta diminta untuk melakukan pendaftaran terlebih dahulu dengan mengirimkan SMS yang berisi kode-kode tertentu, misal REG [spasi] HADIAH dan dikirim ke nomor layanan SMS premium. Calon peserta biasanya akan dikenakan biaya Rp. 2000 + PPN yang dibebankan melalui pulsa. Setelah calon peserta melakukan registrasi, peserta akan mendapatkan nomor PIN tertentu yang nantinya akan diundi selama kuis berlangsung.
Sekilas memang kuis tersebut tidak terkesain sebagai suatu perjudian. Namun, jika diteliti lebih mendalam, KUIS SMS BERHADIAH tersebut mengandung semua unsur perjudian sebagaimana disebutkan di atas.
Bandar atau pengelola, dalam hal ini adalah pengelola SMS PREMIUM.
Pemain, adalah orang-orang yang melakukan registrasi
Sarana atau media yang digunakan dalam hal ini adalah media elektronik, HP dan provider SMS Premium
Taruhan, yang dijadikan taruhan dalam SMS BERHADIAN ini memang bukan uang tetapi bisa disamakan dengan uang. PULSA yang digunakan untuk registrasi (Rp 2000 + PPN) bisa disamakan dengan uang karena pada hakekatnya pulsa dibeli dengan uang.
Imbalan atas taruhan jika peserta menang bisa berupa uang tunai atau hadiah-hadiah menarik lainnya, misal sepeda motor, mobil, dll.
Pengundian/pengacakan dilakukan oleh pengelola SMS PREMIUM.
Adanya gambling atau untung-untung
Adanya penyerah taruhan dari pemain yang kalah ke pemain yang menang. Pemain yang kalah memang tidak menyerahkan langsung kepada pemain yang menang, tetapi melalui perantara pengelola SMS PREMIUM.
Dengan demikian, dapat disimpulkan secara tegas dan jelas bahwa KUIS SMS BERHADIAH seperti di atas adalah salah satu bentuk perjudian karena memenuhi semua unsur-unsur perjudian sebagaimana disebutkan di atas.
oleh karenanya, dihimbau kepada semua umat ISLAM untuk tidak mengikuti KUIS SMS BERHADIAH seperti yang telah dijelaskan di atas. Selanjutnya, untuk pihak-pihak yang berkepentingan, mohon kiranya model-model kuis semacam itu untuk dilarang sehingga dikemudian hari tidak muncul model-model perjudian baru.
Demikian jawaban atas pertanyaan ini, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan peringatan bagi kita semua. Wallahu a’lam bish-showab. (Majalah PENGUSAHA MUSLIM Edisi 4 Volume 1 tanggal 15 April)

Ustadz Muhammad Wasitho. Lc
read more “Hukum Kuis Sms Berhadiah”

Kamis, 29 September 2011

Jika Rokok Haram, Siapa Yang Hidupi Para Petani

rokok_haramAlhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Dalam posting di rumaysho.com sebelumnya, telah dibahas mengenai “Perdagangan yang Membawa Mudhorot”. Dalam bahasan tersebut telah penulis singgung mengenai haramnya rokok dan hukum jual beli rokok. Sebagian orang awam lantas asal ceplas-ceplos, “Jika rokok haram, lantas siapa yang akan hidupi para petani? Lantas siapa yang akan beri makan pada para pekerja di pabrik rokok?” Jawaban semacam inilah yang muncul dari orang awam yang belum kenal Islam lebih dalam.
Hukum Rokok itu Haram
Siapa yang meniliti dengan baik kalam ulama, pasti akan menemukan bahwa hukum rokok itu haram, demikian menurut pendapat para ulama madzhab. Hanya pendapat sebagian kyai saja (-maaf- yang barangkali doyan rokok) yang tidak berani mengharamkan sehingga ujung-ujungnya mengatakan makruh atau ada yang mengatakan mubah. Padahal jika kita meneliti lebih jauh, ulama madzhab tidak pernah mengatakan demikian, termasuk ulama madzhab panutan di negeri kita yaitu ulama Syafi’iyah.
Ulama Syafi’iyah seperti Ibnu ‘Alaan dalam kitab Syarh Riyadhis Sholihin dan Al Adzkar serta buku beliau lainnya menjelaskan akan haramnya rokok. Begitu pula ulama Syafi’iyah yang mengharamkan adalah Asy Syaikh ‘Abdur Rahim Al Ghozi, Ibrahim bin Jam’an serta ulama Syafi’iyah lainnya mengharamkan rokok.
Qalyubi (Ulama mazhab Syafi'I wafat: 1069 H) ia berkata dalam kitab Hasyiyah Qalyubi ala Syarh Al Mahalli, jilid I, hal. 69, "Ganja dan segala obat bius yang menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun haram untuk dikonsumsi. Oleh karena itu para Syaikh kami berpendapat bahwa rokok hukumnya juga haram, karena rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit berbagai penyakit berbahaya".
Ulama madzhab lainnya dari Malikiyah, Hanafiyah dan Hambali pun mengharamkannya. Artinya para ulama madzhab menyatakan rokok itu haram. Silakan lihat bahasan dalam kitab ‘Hukmu Ad Diin fil Lihyah wa Tadkhin’ (Hukum Islam dalam masalah jenggot dan rokok) yang disusun oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid Al Halabi hafizhohullah terbitan Al Maktabah Al Islamiyah hal. 42-44.
Di antara alasan haramnya rokok adalah dalil-dalil berikut ini.
Allah Ta'ala berfirman,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan". (QS. Al Baqarah: 195). Karena merokok dapat menjerumuskan dalam kebinasaan, yaitu merusak seluruh sistem tubuh (menimbulkan penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, dan merusak sistem reproduksi), dari alasan ini sangat jelas rokok terlarang atau haram.
Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ
"Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya." (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3/77, Al Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih). Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang lain dan rokok termasuk dalam larangan ini.
Perlu diketahui bahwa merokok pernah dilarang oleh Khalifah Utsmani pada abad ke-12 Hijriyah dan orang yang merokok dikenakan sanksi, serta rokok yang beredar disita pemerintah, lalu dimusnahkan. Para ulama mengharamkan merokok berdasarkan kesepakatan para dokter di masa itu yang menyatakan bahwa rokok sangat berbahaya terhadap kesehatan tubuh. Ia dapat merusak jantung, penyebab batuk kronis, mempersempit aliran darah yang menyebabkan tidak lancarnya darah dan berakhir dengan kematian mendadak.
Sanggahan pada Pendapat Makruh dan Boleh
Sebagian orang (bahkan ada ulama yang berkata demikian) berdalil bahwa segala sesuatu hukum asalnya mubah kecuali terdapat larangan, berdasarkan firman Allah,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
"Dia-lah Allah, yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu". (QS. Al Baqarah: 29). Ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah di atas bumi ini halal untuk manusia termasuk tembakau yang digunakan untuk bahan baku rokok.
Akan tetapi dalil ini tidak kuat, karena segala sesuatu yang diciptakan Allah hukumnya halal bila tidak mengandung hal-hal yang merusak. Sedangkan tembakau mengandung nikotin yang secara ilmiah telah terbukti merusak kesehatan dan membunuh penggunanya secara perlahan, padahal Allah telah berfirman:
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu". (QS. An Nisaa: 29).
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh, karena orang yang merokok mengeluarkan bau tidak sedap. Hukum ini diqiyaskan dengan memakan bawang putih mentah yang mengeluarkan bau yang tidak sedap, berdasarkan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ
"Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang putih (mentah) dan karats, maka janganlah dia menghampiri masjid kami, karena para malaikat terganggu dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu: bau tidak sedap)". (HR. Muslim no. 564). Dalil ini juga tidak kuat, karena dampak negatif dari rokok bukan hanya sekedar bau tidak sedap, lebih dari itu menyebabkan berbagai penyakit berbahaya di antaranya kanker paru-paru. Dan Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan". (QS. Al Baqarah: 195).
Jual Beli Rokok dan Tembakau
Jika rokok itu haram, maka jual belinya pun haram. Ibnu 'Abbas berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ
"Jika Allah 'azza wa jalla mengharamkan untuk mengkonsumsi sesuatu, maka Allah haramkan pula upah (hasil penjualannya)." (HR. Ahmad 1/293, sanadnya shahih kata Syaikh Syu'aib Al Arnauth). Jika jual beli rokok terlarang, begitu pula jual beli bahan bakunya yaitu tembakau juga ikut terlarang. Karena jual beli tembakau yang nanti akan diproduksi untuk membuat rokok, termasuk dalam tolong menolong dalam berbuat dosa. Allah Ta'ala berfirman,
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
"Jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al Maidah: 2)
Komentar Orang Awam
Sering didengar orang berkomentar, "Jika rokok diharamkan, lalu bagaimana nasib jutaan rakyat Indonesia yang hidup bergantung dari rokok; para petani tembakau, para pedagang dan para buruh di pabrik rokok, apakah ulama bisa memberi mereka makan?"
Andai komentar ini berasal dari non muslim mungkin permasalahan tidak terlalu besar karena mereka memang tidak mau mengerti bahwa rezeki mereka berasal dari Allah.
Yang paling mengenaskan, sebagian umat Islam ikut mengumandangkan komentar tersebut. Padahal pernyataan ini mengandung kesyirikan, merusak tauhid Rububiyah, meyakini bahwa Allah semata pemberi rezeki. Jangankan seorang muslim, orang jahiliyah saja yakin bahwa Allah semata yang memberi mereka rezeki, Allah berfirman:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ ... فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi? … Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah "Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?". (QS. Yunus: 31).
Apakah mereka tidak yakin bahwa yang memberi rizki pada para petani itu Allah?
Apakah mereka tidak percaya bahwa yang memberi makan pada para buruh pabrik juga Allah?
Kenapa mesti ragu? Kenapa tidak yakin dengan Allah yang Maha Memberi Rizki kepada siapa saja dari makhluk-Nya? Lantas kenapa masih cari penghidupan dari yang haram?
Ingatlah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan sesuatu yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5/363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Wallahu waliyyut taufiq. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

@ Sabic Lab after ‘Ashar prayer, 30th Syawwal 1432 (28/09/2011)
www.rumaysho.com
read more “Jika Rokok Haram, Siapa Yang Hidupi Para Petani”

HUKUM BERTA’ZIYAH KEPADA ORANG KAFIR

Berkaitan dengan masalah ini, Imam Ahmad rahimahullah mengatakan: Aku tidak tahu.[16] Sedangkan Ibnu Qudamah rahimahullah dan al Munbiji rahimahullah menjelaskan bahwa ada dua riwayat yang bertentangan dari beliau.[17] Oleh karena itu, akan dinukilkan disini dua fatwa yang berkaitan dengan masalah ini.

1. Penjelasan Syaikh al Utsaimin
Syaikh al Utsaimin rahimahullah berkata, “Berta’ziyah kepada orang kafir, apabila dia mati padahal dia memiliki kerabat atau teman yang dapat khilaf antara para ulama: Di antara ulama ada yang mengatakan: Ta’ziyah kepadanya (orang kafir) hukumnya adalah haram. Sebagian yang lain mengatakan: Hal itu boleh. Sebagian lagi ada yang merinci masalah ini dengan mengatakan: Apabila ada mashlahatnya – seperti diharapkan akan masuk Islam dan menahan kejahatannya yang tidak mungkin kecuali dengan berta’ziyah kepadanya, maka hal itu dibolehkan. Apabila tidak demikian, maka hukumnya haram.
Pendapat yang rojih (kuat) adalah apabila dipahami dengan taziyahnya itu bahwa ia (orang muslim itu) memuliakan orang kafir tersebut, maka haram. Dan apabila tidak demikian, maka dilihat mashlahatnya.”[18]
2. Penjelasan Lajnah Da’imah
Ada orang yang bertanya dengan pertanyaan sebagai berikut: “Apakah dibolehkan bagi seorang muslim untuk berta’ziyah kepada orang kafir apabila dia adalah bapaknya atau ibunya atau diantara kerabatnya, yang mana dia khawatir apabila mati dan dia tidak mendatangi mereka, maka mereka akan mengganggunya atau menyebabkan jauhnya dari Islam?”
Lajnah menjawab, “Apabila tujuan dari berta’ziyah itu adalah agar membuat mereka senang dengan Islam, maka hal itu dibolehkan, ini adalah diantara tujuan syariat ini. Demikian pula (dibolehkan berta’ziyah) apabila dengan ta’ziyah tersebut akan menolak gangguan mereka kepadanya atau dari kaum muslimin. Hal itu karena mudharat-mudharat yang juziyyah yang terdapat dalam mashalah-mashlahat islamiyyah yang umum dapat dimaafkan.”[19]
Adapun ucapan yang ditujukan kepada orang kafir yang dita’ziyahi, sedangkan yang meninggal adalah muslim, maka contohnya adalah seperti mengatakan: “Tidaklah ada yang menimpamu melainkan kebaikan”.[20]
Demikianlah uraian singkat tentang ta’ziyah ini.

Semoga dapat bermanfaat  Allahu A’lam.

Diketik ulang dari Majalah adz Dzakhiirah Vol.8 No.1, Edisi 55, Th.1430/2009, hal.46-51
Sumber: Alqiyamah.wordpress.com Dipublikasikan kembali oleh : ibnuabbaskendari.wordpress.com

[1] HR.al Bukhari, no.5645
[2] Syarh as Sunnah, Jilid 5, hal.232
[3] Taj al ‘Arus, Jilid 39, Hal.39, al Mu’jam al Wasith, Jilid 1, Hal.629
[4] al Mausu’ah al Fiqhiyyah, Jilid 12, Hal.287
[5] Tasliyah ahli al Masha’ib, hal.155
[6] HR.Ibnu Majah, no.1601 dan dihasankan oleh Syaikh al Albani rahimahullah dalam Shahih Ibn Majah, no.1311, Irwa’ al Ghalil, no.764, ash Shahihah, no.195. Al-I’lam bi Akhiri Ahkam al-Albani al-Imam, hal.154 no.209
[7] Shahih Targhib wa Tarhib, no.2090, hadits hasan
[8] HR.al Bukhari, no.1284 dan Muslim, no.923
[9] asy Syarah al Mumti’ jilid 5 hal.487
[10] HR.Nasa’i no.1869 dan dishahihkan oleh al Albani rahimahullah dalam Shahih an Nasa-i
[11] HR.Hakim dan dishahihkan al-Hakim dan disetujui oleh adz Dzahabi dan al Albani dalam Ahkam al Jana’iz, hal.208
[12] HR.Ahmad dan Hakim dan dishahihkan oleh al Albani rahimahullah dalam Ahkam al Jana’iz, hal.209
[13] Lihat Ahkam al Jana’iz hal.209 dan Shalah al Mukmin Jilid 3, hal.1353-1355
[14] Lihat penjelasan Imam an Nawawi dalam al Majmu’ Syarah al Muhadzdzab, jilid 5 hal.260, al Mughni jilid 4 hal.485, asy-Syarh al Mumti’ jilid 5 hal.487, al Mausu’ah al Fiqhiyyah jilid 12 hal.487
[15] Ahkam al Jana’iz hal.208, Fatawa Lajnah Da’imah, Jilid 9 hal.131, Shalah al Mu’min jilid 3 hal.1353, al Fatawa asy Syar’iyyah hal.776-777, Fatwa Syaikh Fauzan
[16] Lihat Ahkam Ahli Dzimmah, jilid 1 hal.438-439
[17] al Mughni, jilid III hl.486, Tasliyah ahli al Masha-ib, karya al Munbiji hal.158
[18] Majmu’ Fatawa wa Rasa-il Syaikh al Utsaimin, jilid 2 hal.304, dikumpulkan oleh Fahd bin Nashir as Sulaiman
[19] Fatwa Lajnah Da’imah, jilid 9, hal.132
[20] Ahkam ahli Dzimmah, jilid I hal.439 dari perkataan al Hasan
Sumber: millis.assunnah
read more “HUKUM BERTA’ZIYAH KEPADA ORANG KAFIR”

Selasa, 27 September 2011

Bagaimana Hukum Mencium Tangan Orang Tua?

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh,
  1. ortu, sebagai penghormatan?

Jawaban Ustadz:
Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh

Syaikh Abdullah Al-Jibrin mengatakan, “Kami berpendapat bahwa cium tangan itu dibolehkan jika dengan maksud menghormati orang tua, ulama, orang shaleh, kerabat yang berusia lanjut dan semisalnya. Imam Ibnul Arabi (BUKAN Ibnu Arabi yang tokoh sufi itu -ed) menulis sebuah buku khusus mengenai cium tangan dll, bisa disimak lebih jauh di buku itu tersebut. Cium tangan terhadap kerabat yang sudah berusia lanjut dan orang shaleh adalah bentuk penghormatan bukan pengagungan dan sikap merendahkan diri (tadzallul). Memang diantaranya kami ada yang mengingkari dan melarang tindakan cium tangan, akan tetapi kemungkinan besar merupakan bentuk ketawadhuan beliau-beliau dan bukan karena mengharamkan hal tersebut.” (Dari Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram hal. 1020, cet. Dar Ibnul Haitsam).
***
Penanya: Sugeng
Dijawab Oleh: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar
Sumber: muslim.or.id
Sumber: http://konsultasisyariah.com/bagaimana-hukum-mencium-tangan-orang-tua
read more “Bagaimana Hukum Mencium Tangan Orang Tua?”

Minggu, 14 Agustus 2011

ASI Di Gelas, Apakah Menjadikan Anak Yang Meminumnya Anak Susuan?

Tanya: Assalamu'alaikum. Ustadz, ana mau tanya : Kalo ASI yang disimpan di gelas, lalu diberikan/diminumkan kepada seorang anak di bawah 2 tahun, sebanyak lima kali atau lebih dan sampai kenyang, apakah memenuhi syarat menjadi saudara sepersusuan? Jazakallahu khairan. Baarakallaahu fikum. Wassalamu'alaikum. (Abu Mujahid)
Jawab: Wa'alaikumsalaamwarahmatullaahi wabarakaatuhu. Wa fiikum barakallaahu.
Alhamdulillaah washshalaatu wassalaamu 'alaa rasuulillah, wa ba'du.
Jumhur ulama mengatakan bahwa semua cara menyusui menjadikan anak tersebut anak susuan, apabila terpenuhi semua syarat-syarat (anak di bawah 2 tahun, lima kali atau lebih menyusu), mereka tidak membedakan apakah anak tersebut menyusu langsung, atau tidak langsung (dari gelas misalnya). (Lihat Badai'ush Shanai' 4/9, Al-Mudawwanah 2/299, Al-Umm 6/76, Al-Majmu' 18/220, dan Al-Mughny 11/313)
Diantara dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
لا رضاع إلا ما شد العظم وأنبت اللحم
"Tidak termasuk menyusui kecuali susu yang membentuk tulang dan menumbuhkan daging" (HR. Abu Dawud, dan dishahihkan Syeikh Al-Albany)
Segi pendalilannya bahwa ASI yang diminum dengan memakai gelas juga bisa membentuk tulang dan menumbuhkan daging, dengan demikian hukumnya sama dengan ASI yang diminum langsung dari payudara ibunya.
Demikian pula kisah Sahlah binti Suhail (istri Abu Hudzaifah) radhiyallahu 'anhaa ketika Salim bin Ma'qil (bekas budak Sahlah yang diambil anak oleh Abu Hudzaifah) sudah dewasa dan sering masuk ke rumah mereka, kemudian mereka merasa tidak enak dengan keberadaan Salim, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh Sahlah untuk menyusui Salim supaya menjadi anak susuannya (dan ini adalah kekhususan Sahlah ketika menyusui Salim) seraya bersabda
أرضعيه تحرمي عليه
"Susuilah dia maka dia menjadi haram atasmu (menjadi mahram)" (HR. Muslim)
Hadist ini menunjukkan bahwa Salim radhiyallahu 'anhu tidak langsung menyusu dari Sahlah karena saat itu dia bukan mahram Sahlah, ini menunjukkan bahwa meminum ASI secara tidak langsung hukumnya sama dengan meminum langsung.
Berkata Al-Qadhy 'Iyadh rahimahullah:
ولعله هكذا كان رضاع سالم، يصبه في حلقه دون مسه ببعض أعضائه ثدي امرأة أجنبية
"Mungkin demikian yang terjadi ketika menyusui Salim, susu sampai ke tenggorokannya tanpa menyentuh payudara wanita asing dengan sebagian anggota badannya " (Ikmaalul Mu'lim 4/641)
Berkata An-Nawawy rahimahullahu:
وهذا الذي قاله القاضي حسن
"Dan apa yang dikatakan Al-Qadhy ini baik" (Syarh Shahih Muslim 10/31).
Wallahu a'lam.


Sumber: http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com/2010/05/asi-di-gelas-apakah-menjadikan-anak.html
read more “ASI Di Gelas, Apakah Menjadikan Anak Yang Meminumnya Anak Susuan?”

Rabu, 10 Agustus 2011

Hukum Nyogok untuk Dapat Kerja

hukum_menyogok_uang_untuk_mendapat_kerja_1.jpg

Pertanyaan, “Aku menjumpai adanya tiga pendapat mengenai boleh/tidaknya memberikan sejumlah uang untuk mendapatkan pekerjaan, baik di instansi swasta maupun instansi negeri. Pertama, boleh. Kedua, boleh dengan syarat memiliki kapabilitas untuk bekerja di bidang tersebut, tidak menyebabkan orang lain tergusur, pekerjaan tersebut adalah pekerjaan yang halal, dan adanya kebutuhan mendesak atau kondisi darurat untuk bekerja di bidang tersebut. Ketiga, boleh untuk instansi swasta dengan memenuhi syarat-syarat di atas, namun tidak boleh untuk instansi negeri. Manakah pendapat yang paling kuat dari tiga pendapat di atas?”

Jawaban, “Pendapat kedua, yang membolehkan menyerahkan sejumlah uang untuk mendapatkan kerja dengan syarat-syarat yang telah disebutkan di teks pertanyaan, adalah pendapat yang lebih mendekati kebenaran dan pendapat yang lebih tepat, baik untuk instansi negeri atau pun swasta. Dengan terpenuhinya persyaratan di atas, jelaslah bahwa orang tersebut berhak dan layak untuk mendapatkan pekerjaan tersebut.
Dengan demikian, uang yang diserahkan adalah uang haram untuk yang mengambilnya namun tidak haram untuk pihak yang memberikan, karena uang tersebut diberikan dalam rangka mendapatkan hak yang dibuktikan dengan kelayakan orang tersebut untuk mendapatkan suatu pekerjaan dan uang sogok ini tidak menyebabkan adanya pihak yang dizalimi. Memberikan sejumlah uang kepada seorang pejabat untuk menghilangkan hak orang lain --dengan didasari kepentingan pihak yang memberikan sejumlah uang-- adalah tindakan yang haram, mengingat firman Allah,
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
'Janganlah kalian memakan harta di antara sesama kalian dengan cara-cara yang tidak benar, dan janganlah kalian bawa urusan harta tersebut kepada penguasa supaya kalian dapat memakan sebagian harta milik orang lain dengan jalan berbuat dosa padahal kalian mengetahuinya.' (Q.s. Al-Baqarah:188)
Inilah alasan adanya hadis-hadis yang melarang memberikan hadiah kepada para pejabat karena hadiah semacam itu hanya akan membuahkan tindakan kezaliman dan pelanggaran terhadap hak orang lain.
Tolong-menolong dalam kezaliman adalah perbuatan yang haram dalam hukum agama, sebagaimana firman Allah,
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالعُدْوَانِ
'Dan tolong-menolonglah untuk melakukan kebaikan serta takwa, dan janganlah kalian tolong-menolong untuk melakukan dosa dan kezaliman.' (Q.s. Al-Maidah:2)."

Sumber: http://www.ferkous.com/rep/Bi54.php
Artikel www.PengusahaMuslim.com
read more “Hukum Nyogok untuk Dapat Kerja”

Hukum Jamsostek

hukum_asuransi_kesehatan_1.jpg 

Pertanyaan, “Apa hukum mengikuti asuransi kesehatan (jamsostek, dan lain-lain)?”

Jawaban, “Asuransi kesehatan itu bagian dari asuransi tijari (asuransi yang berorientasikan keuntungan). Hukum mengikuti asuransi tijari itu ada dua macam.
  1. Jika mengikuti asuransi tersebut karena suka-rela tanpa ada satu pun pihak yang memaksanya maka hukumnya adalah tidak boleh karena transaksi asuransi itu mengandung unsur gharar (gambling) dan taruhan yang terlarang dalam syariat.
  2. Jika keanggotaan asuransi tersebut dipaksakan oleh pemerintah dan tidak mungkin menghindarinya maka kita boleh bergabung dengan asuransi tersebut, namun kita memiliki kewajiban untuk tidak ridha dengannya. Inilah level pengingkaran terhadap kemungkaran yang paling rendah. Kita punya hak dan kita boleh memanfaatkan polis asuransi sebanyak total premi yang pernah kita berikan kepada perusahaan asuransi.
Orang yang benar-benar mengenal Allah tentu saja yakin bahwa bertakwa kepada Allah penyebab dimudahkannya segala urusan, mendapatkan rezeki, dan keluar dari kesempitan penghidupan serta kondisi keuangan yang mengkhawatirkan.
وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ
Allah berfirman (yang artinya), “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan berikan untuknya jalan keluar dan Allah akan melimpahkan rezeki kepadanya dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Q.s. Ath-Thalaq:2--3)
وقال تعالى: وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
Allah berfirman yang artinya, “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan mudahkan segala urusannya.” (Q.s. Ath-Thalaq:4)
Referensi: http://www.ferkous.com/rep/Bi133.php
Artikel www.PengusahaMuslim.com
read more “Hukum Jamsostek”

Sabtu, 06 Agustus 2011

Menjalankan Kotak Infak Ketika Khuthbah Jumat

Tanya: Assalamu'alaikum. Ustadz, bagaimana hukum menjalankan kotak infaq di masjid pada saat ada khotib naik mimbar atau pada saat pengajian rutin? Jazakallahu khoiron. (Mujiono, Tanjungpinang)

Jawab:
Wa’alaikumussalam warohmatullohi wa barakaatuh.
Pertanyaan ini mengandung dua pertanyaan;
Pertama: Hukum menjalankan kotak infak di masjid saat khotib naik mimbar
Kedua: Hukum menjalankan kotak infak saat pengajian rutin

Adapun jawaban soal pertama, maka sebagaimana kita maklumi bersama bahwa khutbah Jum’at merupakan bagian terpenting dalam pelaksanaan shalat Jum’at. Bahkan mayoritas ulama mengatakan bahwa khutbah jum’at adalah syarat sahnya shalat jum’at. (Lihat Al-Mughni 2/74, Bada’I as-Shona’I 1/262)
Karena urgennya khutbah jum’at maka ada beberapa perkara yang harus di perhatikan oleh para hadirin shalat jum’at. Diantaranya adalah larangan berbicara ketika khotib sedang menyampaikan khutbahnya, berdasarkan hadits;
إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ . وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
Artinya: "Apabila engkau berkata kepada saudaramu pada hari jum’at: Diamlah!Sedangkan imam sedang berkhutbah maka sungguh engkau telah berbuat sia-sia. (HR.Bukhari: 934, Muslim: 851)
Demikian pula tidak diperkenankan bagi para hadirin untuk melakukan perbuatan sia-sia seperti bermain-main batu krikil, bermain-main jam dan sebagainya. Rasululloh shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
Artinya: "Barangsiapa yang berwudhu dan membagusi wudhunya kemudian mendatangi shalat jum'at dan diam mendengarkan khutbah, maka baginya ampunan antara jumat dengan jum'at berikutnya dan tambahan tiga hari. Barangsiapa yang memegang batu krikil sungguh dia telah berbuat sia-sia. ( HR.Muslim: 857)
Imam an-Nawawi rahimahullahu mengatakan: “Hadits ini berisi larangan dari memegang batu krikil dan selainnya dari jenis-jenis perbuatan yang sia-sia ketika khutbah jum’at. Dan di dalam hadits ini juga terdapat isyarat untuk menghadapkan hati dan anggota badan saat sedang khutbah jum’at”. (Syarah Shohih Muslim 3/229)
Berkata Syeikh Masyhur Hasan Salman:
ومن هذا الباب ما شاهدته من بعض سنوات في بعض مساجد القرى، من الدوران على الناس يوم الجمعة بصندوق لجمع التبرعات والإمام يخطب
Artinya: "Dan termasuk dalam bab ini (kesalahan yang berkaitan dengan shalat jumat) apa yang saya saksikan beberapa tahun ini di masjid-masjid pedesaan, dimana mereka menjalankan kotak amal pada hari jumat sedangkan imam dalam keadaan berkhuthbah" (Al-Qaulul Mubin fii Akhthaail Mushalliin hal:340)
Dari sini, maka tidak sepantasnya mengedarkan kotak amal saat khotib naik mimbar. Karena hal itu dapat mengganggu khutbah dan membuyarkan konsentrasi para makmum yang sedang mendengarkan khutbah. Selayaknya kotak amal tersebut diletakkan di depan masjid atau tempat lainnya yang tidak mengganggu jalannya ibadah.
Adapun soal kedua, menjalankan kotak amal saat pengajian rutin maka hukum asalnya adalah boleh, dan saya tidak mengetahui ada dalil yang melarangnya. Allohu A’lam.


Syahrul Fatwa

Sumber: http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com/2011/07/menjalankan-kotak-infak-ketika-khuthbah.html
read more “Menjalankan Kotak Infak Ketika Khuthbah Jumat”

Lafazh Adzan Dan Iqomah Untuk Bayi Baru Lahir

Tanya: Assalamualaikum. Apakah adzan dan iqomah untuk bayi baru lahir sama dengan adzan dan iqomah waktu akan melakukan sholat? (Didik)

Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Sebelum kami menjawab pertanyaan diatas, alangkah baiknya kita mengetahui terlebih dahulu hukum adzan dan iqomat bagi bayi yang baru lahir, sunnahkah adzan di telinga bayi yang baru lahir? Masalah ini harus kita perhatikan dengan baik, sebab kebanyakan para penulis yang membahas masalah ini menegaskan sunnahnya mengadzani bayi, sampai para ulama sekelas Imam Baihaqi dalam Syu’abul Iman (6/389) dan Imam Ibnul Qoyyim dalam Tuhfatul Maudud hal.61.
Padahal perkaranya tidak demikian, yaitu tidak disyariatkan mengadzani bayi yang baru lahir. Karena seluruh riwayat tentang masalah tersebut derajatnya lemah, sehingga tidak boleh dijadikan sandaran hukum dalam beramal. Kelemahan riwayat tersebut sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh al-Albani dalam ad-Dho’iifah no.321 dan dijelaskan tentang kelemahannya dengan bagus oleh penulis Ahkam al-Maulud Fis Sunnah al-Muthohharoh hal.34-39. lihat pula Tahqiq Syaikh Salim al-Hilali terhadap kitab Tuhfatul Maudud hal.61-65 yang kesimpulannya beliau menilai lemah riwayat mengadzani di telinga bayi yang baru lahir.
Berhubungan dengan pertanyaan di atas, anggaplah bahwa riwayat mengadzani di telinga bayi adalah shohih (padahal lemah), apakah sama lafazh adzannya dengan lafazh adzan untuk shalat? Jawabnya; lafazhnya adalah sama, karena rahasia disyariatkannya (Padahal tidak disyariatkan) mengadzani bayi agar kalimat pertama yang di dengar oleh bayi baru lahir adalah kalimat adzan yang berisi tetang keagungan Alloh, syahadat tauhid dan lain-lain. Juga hikmah yang lain agar dengan adzan ini membuat setan lari, karena setan akan selalu mengintai manusia untuk mengganggu dan memberi ujian.(Lihat Tuhfatul Maudud hal.64)
Allohu A’lam



Syahrul Fatwa

Sumber: http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com/2011/07/lafazh-adzan-dan-iqomah-untuk-bayi-baru.html
read more “Lafazh Adzan Dan Iqomah Untuk Bayi Baru Lahir”

Selasa, 19 Juli 2011

Buah Pala Haram untuk Dikonsumsi?

Pertanyaan:Apakah hukum menggunakan buah pala sebagai bumbu masakan? Dan apakah diperbolehkan menjualnya di toko-toko ataukah tidak? Ataukah tidak diperbolehkan untuk menjual dan mengonsumsinya sebagaimana khamr?

Jawaban:
Pohon pala sudah dikenal sejak jaman dahulu kala dan buahnya pun telah lama digunakan sebagai salah satu bumbu rempah untuk menambah aroma dan citarasa masakan. Bangsa Mesir kuno juga menggunakan pala sebagai obat sakit perut dan untuk mengeluarkan angin.
Pohon pala mampu tumbuh hingga mencapai ketinggian sekitar 10 meter dan selalu berdaun hijau. Buahnya memiliki bentuk mirip seperti buah pir, namun ketika sudah matang, buah tersebut akan diselimuti oleh cangkang/kulit yang keras dan inilah yang dikatakan buah pala. Pohon ini tumbuh di daerah tropis seperti India, Indonesia dan Sri Lanka.
Pengaruh (efek) yang dihasilkan buah ini ialah seperti halnya pengaruh ganja. Jika dikonsumsi dalam jumlah besar maka seseorang akan mengalami gangguan pada pendengarannya (berdenging), sembelit (susah buang air besar), kesulitan untuk buang air kecil, diliputi kecemasan dan tegang (mengalami stress), terganggunya sistem syaraf pusat, dan bahkan mampu menyebabkan kematian.
Adapun berkenaan dengan hukumnya, maka para ulama berbeda pendapat dan terbagi kepada dua pendapat:
Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat haramnya menggunakan buah pala baik dalam jumlah sedikit maupun banyak.
Sedangkan ulama yang lain berpendapat bolehnya menggunakan buah pala dalam jumlah sedikit bila dicampurkan dengan bahan-bahan yang lain.
Ibnu Hajar al-Haytami (wafat 974 H) berpendapat:
Ketika terjadi perselisihan antara ulama Haramain (Mekah dan Madinah) dan ulama Mesir mengenai kehalalan dan keharaman buah pala, maka muncul pertanyaan: adakah di antara para imam atau para pengikutnya yang menyatakan haramnya mengonsumsi buah pala?
Dan jawaban ringkasnya adalah seperti yang dinyatakan secara jelas oleh Syaikhul Islam Ibnu Daqiq al-‘Ied, bahwasanya ia merupakan sesuatu yang memabukkan.
Ibnu al-‘Imad berpendapat lebih jauh dan memandang bahwa ia sebanding dengan ganja (hasyisy).
Para pengikut mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali bersepakat, bahwa buah pala tersebut merupakan sesuatu yang memabukkan dan sebagaimana disebutkan dalam kaidah umum:
كل مسكر خمر ، وكل خمر حرام
“Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram.”
Adapun pengikut mazhab Hanafi, mereka memandang bahwa pala ini bisa digolongkan semacam khamr ataupun seperti narkotika. Dan semuanya bisa menganggu atau merusak akal, sehingga hukumnya haram {akhir kutipan}.
Lihat kitab Az-Zawaajir ‘an Iqtiraab al-Kabaa’ir (1/212) dan Al-Mukhaddiraat oleh Muhammad Abdul Maqshud (halaman 90).
Dalam konferensi Lembaga Fiqih Kedokteran (An-Nadwah Al-Fiqhiyyah Al-Thibbiyyah) yang ke-8 mengenai “Pandangan Islam dalam Beberapa Masalah-masalah Kesehatan” dengan sub-bahasan “Bahan-bahan yang Haram dan Najis dalam Makanan dan Obat-obatan” yang di adakan di Kuwait, 22-24 Dzulhijjah 1415H (22-24 Mei 1995), mereka berpendapat:
Bahan-bahan narkotika adalah terlarang (haram) dan tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsinya kecuali untuk tujuan pengobatan tertentu dimana takaran pemakaiannya berdasarkan ketentuan dokter dan murni tanpa adanya campuran bahan (kimia) lainnya.
Tidaklah mengapa menggunakan buah pala sebagai penyedap rasa suatu masakan, selama dalam jumlah yang sedikit, dan tidak memabukkan atau menghilangkan kesadaran akal.
Syaikh Dr. Wahbah al-Zuhaili berkata,
“Tidak terlarang menggunakan sedikit pala sebagai bumbu penyedap baik pada makanan, kue dan sejenisnya namun menjadi terlarang (haram) bila banyak jumlahnya, karena akan menjadikan orang tersebut mabuk. Namun yang lebih selamat adalah pendapat yang melarangnya walaupun dicampur dengan bahan yang lain dan meskipun jumlahnya sedikit, karena 'setiap yang memabukkan dalam jumlah yang banyak, maka yang sedikitnya pun haram'.”
Sebagai informasi bahwa buah pala –baik dalam bentuk biji ataupun bubuk- terlarang untuk diimpor atau dibawa ke negara Arab Saudi dan hanya diperbolehkan untuk mengimpor bubuk pala bila telah dicampur dengan bahan rempah-rempah lainnya dalam prosentasi yang diijinkan, tidak lebih dari 20% saja. Allahu A’lam.

Islam Q&A
Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid
(Diambil dari http://www.islamqa.com/en/​ref/39408)
Artikel www.pengusahamuslim.com
read more “Buah Pala Haram untuk Dikonsumsi?”

Senin, 30 Mei 2011

Bolehkah Jual Beli Binatang yang Diawetkan?

Pertanyaan:
Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta ditanya: Akhir-akhir ini muncul fenomena penjualan binatang-binatang dan burung-burung yang diawetkan. Kami sangat mengharapkan Anda setelah melakukan pemantauan terhadap hal tersebut untuk memberikan fatwa kepada saya mengenai hukum memiliki binatang-binatang dan burung-burung yang diawetkan. Dan apa hukum menjual benda tersebut. Apakah ada perbedaan antara yang haram dimiliki dalam keadaan masih hidup dan apa yang boleh dimiliki dalam keadaan hidup pada saat diawetkan. Dan apa pula yang seharusnya dilakukan oleh Petugas Amar Ma'ruf Nahi Mungkar (polisi di Arab Saudi - ed.) terhadap gejala tersebut ?

Jawaban:

Memiliki burung-burung dan binatang yang diawetkan baik yang diharamkan memilikinya dalam keadaan hidup atau apa yang dibolehkan memilikinya dalam keadaan hidup, sama-sama mengandung unsur penghambur-hamburan uang, berlebih-lebihan, dan mubadzir dalam membiayai pengawetan. Padahal Allah Ta'ala telah melarang perbuatan berlebih-lebihan dan juga mubazir.

Sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang penghambur-hamburan uang. Selain itu, karena hal tersebut bisa menjadi jalan dipajangnya gambar-gambar dari makhluk yang bernyawa, diagntung dan ditempelkan. Dan itu jelas sesuatu yang haram. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan menjualnya dan tidak juga memilikinya. Dan kewajiban Petugas Amar Ma'ruf Nahi Munkar untuk menjelaskan kepada orang-orang bahwa hal tersebut dilarang serta melarang peredarannya di pasar-pasar.

Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.

[Dijawab oleh Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Fatwa Nomor 5350]
Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia: Fatwa-fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun: Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi'i - almanhaj.or.id
Artikel www.PengusahaMuslim.com
read more “Bolehkah Jual Beli Binatang yang Diawetkan?”

Senin, 25 April 2011

Apakah Istri Paman Adalah Mahram?

Tanya: 

Assalamu'alaikum ustadz, ana mau bertanya masalah mahrom. Telah dijelaskan dalam Al Qu'ran siapa saja yg termasuk mahrom. Yang menjadi pertanyaan ana, apakah ana (dalam kasus ini kedudukan sebagai lelaki) memiliki paman (baik dari ayah atau ibu) kemudian paman tersebut menikah (bibi), bibi menjadi mahrom? Berdasarkan Al Qu'ran bibi (dari pernikahan paman) tidak disebutkan sebagai mahrom, berarti bibi dlm kondisi tersebut bukan mahrom? Karena yang disebutkan mahrom yaitu bibi dari saudara ibu atau ayah secara langsung bukan akibat pernikahan dengan paman. Mohon penjelasannya ustadz, biar yakin dan tidak salah. Jazakallahu khoiron (Ummu Aufa)

Jawab: 
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Seorang wanita tidak menjadi mahram bagi kita hanya sekedar dinikahi oleh paman (baik dari ayah atau ibu), karena yang demikian tidak ada dalilnya. Adapun saudara perempuan ayah atau ibu maka termasuk mahram sebagaimana disebutkan di dalam surat An-Nisa: 23.
Berkata Al-Lajnah Ad-Daimah:
زوجة العم وزوجة الخال ليستا محارم لابن الأخ والأخت
"Istri paman dari ayah dan paman dari ibu keduanya bukan termasuk mahram bagi anak laki dari saudara laki-laki maupun saudara wanita" (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 17/433)
Wallahu a'lam.


Sumber: http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com/2009/07/apakah-istri-paman-adalah-mahram.html
read more “Apakah Istri Paman Adalah Mahram?”

Mengucapkan Alhamdulillah Ketika Bersendawa

Tanya: 

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu, saya mau nanya, apakah ada hadist, jika seseorang sendawa (glege'en, jawa) mengucapkan Alhamdulillah, apalagi biasanya setelah makan, sekian syukron. (Zaini)

Jawab: Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa tidak diketahui dalil yang menunjukkan disyari'atkannya mengucapkan alhamdulillah setelah sendawa/gloge'en/ الجشاء padahal sendawa ada di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, oleh karena itu yang sesuai dengan sunnah justru meninggalkannya
Kalau dilakukan kadang-kadang tanpa meyakini itu disyariatkan maka tidak mengapa, tapi kalau dilakukan terus-menerus maka ini bukan termasuk sunnah..
Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah:
وأما الحمد عند التجشؤ فهذا أيضاً ليس بمشروع؛ لأن الجشاء معروف أنه طبيعة بشرية، ولم يقل النبي عليه الصلاة والسلام: إذا تجشأ أحدكم فليحمد الله. أما في العطاس فقد قال: (إذا عطس فليحمد الله) وفي الجشاء لم يقلها. نعم لو فرض أن الإنسان مريض بكونه لا يتجشأ فأحس بأنه قدر على هذا الجشاء فهنا يحمد الله؛ لأنها نعمة متجددة.
"Adapun mengucapkan alhamdulillah ketika sendawa maka ini tidak disyari'atkan, karena sendawa -sebagaimana yang dikenal- adalah tabiat manusia, dan nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah bersabda: Jika salah seorang dari kalian sendawa maka hendaklah memuji Allah. Adapun ketika bersin maka beliau bersabda: Jika salah seorang dari kalian bersin maka hendaklah memuji Allah. Dan beliau tidak mengatakan ini pada sendawa.
Iya, seandainya seseorang sakit karena tidak bisa sendawa, kemudian dia merasa sekarang bisa sendawa maka dalam keadaan seperti ini memuji Allah, karena ini ini adalah kenikmatan baru" (Liqa Al-Babil Maftuh )

Syeikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafidhahullahu juga pernah ditanya tentang masalah ini, maka beliau menjawab:
لا يوجد شيء يدل عليه، لكن كون الإنسان يحمد الله على كل حال، وأن هذا الشبع الذي حصل له من نعمة الله عز وجل لا بأس بذلك، لكن كونه يعتقد أن هذا أمر مشروع في هذه المناسبة، فليس هناك شيء يدل عليه فيما أعلم.
"Tidak ada sesuatupun (dalil) yang menunjukkan hal ini, akan tetapi jika seseorang memuji Allah dalam setiap keadaan, dan bahwasanya rasa kenyang yang dia rasakan adalah termasuk nikmat Allah maka tidak mengapa. Akan tetapi kalau dia berkeyakinan bahwa ini disyari'atkan dalam keadaan seperti ini maka setahu saya tidak ada sesuatu (dalil) yang menunjukkannya" (Diantara pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada beliau ketika mensyarh Sunan Abi Dawud, Kitab Al-Hudud, Babul Hukm Fii Man Sabban Nabiyya shallallahu 'alaihi wa sallam )

Berkata Syeikh Bakr Abu Zaid rahimahullah:
الحمد لله :أي : التزامها بعد الجشأ ، ليس سنة .
"Alhamdulillah, kalau diaamalkan terus-menerus setelah sendawa maka bukan termasuk sunnah" (Mu'jam Al-Manahi Al-Lafdhziyyah hal: 237, Darul 'Ashimah).
Wallahu ta'ala a'lam. 


Sumber: http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com/2009/07/mengucapkan-alhamdulillah-ketika.html
read more “Mengucapkan Alhamdulillah Ketika Bersendawa”

Kamis, 07 April 2011

BERTEPUK TANGAN MERUPAKAN PERBUATAN JAHILIYAH

OlehSyaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah bertepuk tangan dalam suatu acara atau pesta diperbolehkan, ataukah itu termasuk pebuatan makruh?

Jawaban
Bertepuk tangan dalam suatu pesta merupakan perbuatan jahiliyah, dan setidaknya perbuatan itu adalah perbuatan yang makruh. Tetapi secara jelas dalil-dalil yang terdapat dalam al-Qur'an menunjukkan bahwa hal itu adalah perbuatan yang diharamkan dalam agama Islam; karena kaum muslimin dilarang mengikuti ataupun menyerupai perbuatan orang-orang kafir. Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah berfirman tentang sifat orang-orang kafir penduduk Makkah,

"Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepukan tangan." [Al-Anfal: 35]

Para ulama berkata, "Al-Muka' mengandung pengertian bersiul, sedangkan At-Tashdiyah mengandung pengertian bertepuk tangan. Adapun perbuatan yang disunnahkan bagi kaum muslimin adalah jika mereka melihat atau mendengar sesuatu yang membuat mereka takjub, hendaklah mereka mengucapkan Subhanallah atau Allahu Akbar sebagaimana yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam .

Bertepuk tangan hanya disyariatkan khusus bagi kaum wanita ketika mendapatkan seorang imam melakukan suatu kesalahan di dalam shalat saat mereka melaksanakan shalat berjamaah bersama kaum pria, maka kaum wanita disyariatkan untuk mengingatkan kesalahan imam dengan cara bertepuk tangan, sedangkan kaum pria memperingatkannya dengan cara bertasbih (mengucap kata Subhanallah) sebagaimana yang disebutkan dalam hadits dari Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam . Maka jelaslah bahwa bertepuk tangan bagi kaum pria merupakan penyerupaan terhadap perbuatan orang-orang kafir dan perbuatan wanita, sehingga bertepuk tangan dalam suatu pesta -baik kaum pria maupun wanita- adalah dilarang menurut syariat. Semoga Allah memberi petunjuk.

[Fatawa Mu'ashirah, hal. 67, Syaikh Ibn Baz]


HUKUM BRTEPUK TANGAN DAN BERSIUL DALAM PESTA


Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin



Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum bertepuk tangan dan bersiul dalam suatu acara pesta , perayaan atau pertemuan.

Jawaban
Bertepuk tangan dan bersiul adalah perbuatan yang biasa dilakukan oleh golongan selain muslim, maka dari itu, sudah menjadi keharusan bagi seorang muslim untuk tidak mengikuti perbuatan mereka, melainkan bila ia kagum akan sesuatu, maka hendaklah bertakbir atau bertasbih dengan menyebut nama Allah. Takbir itu tidak pula dilakukan secara bersama-sama sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang, melainkan cukup dengan bertakbir atau bertasbih di dalam diri. Adapun tasbih ataupun takbir yang diucapkan secara bersama-sama, saya belum pernah mendapatkan sumber yang menyebutkan tentang hal itu.

[As'ilah Muhimmah, hal. 28, Syaikh Muhammad bin Utsaimin]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Albalad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]

Sumber: http://almanhaj.or.id/content/73/slash/0
read more “BERTEPUK TANGAN MERUPAKAN PERBUATAN JAHILIYAH”

Senin, 21 Maret 2011

Hukum Menjual Kotoran Ayam

 komposPertanyaan :

"Ana mau tanya, bagaimana hukum jual beli kotoran ayam, kambing, sapi, atau yang semisalnya untuk dijadikan sebagai pupuk organik, apa diperbolehkan?
bagaimana jika kotoran tersebut telah diolah, dicampur-campur dengan bahan kimia, sehingga menjadi pupuk baru, apakah boleh dijual?
Syukron, jazaakallaahu khoir"

Jawab:
Para Ulama telah bersepakat bahwasanya hewan yang haram untuk dimakan maka kotorannya adalah najis. Namun mereka berselisih tentang najis tidaknya kotoran dari hewan yang boleh dimakan seperti onta, kambing, sapi, ayam dan yang lainnya.
Menurut madzhab yang masyhur dari madzhab As-Syafi'iyyah dan madzhab Al-Hanafiyah maka seluruh kotoran hewan adalah najis baik hewan yang haram untuk dimakan maupun hewan yang halal dimakan. Oleh karenanya mereka mengharamkan pula penjualan kotoran hewan karena hal itu merupakan penjualan benda najis, dan penjualan benda najis hukumnya haram. Al-Mawardi berkata :
فَأَمَّا مَا كَانَ نَجِسَ الْعَيْنِ كَالْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالدَّمِ وَالْأَرْوَاثِ وَالْأَبْوَالِ ، فَلَا يَجُوزُ بَيْعُ شَيْءٍ مِنْهَا

"Adapun apa yang merupakan najis 'aini (nacis secara dzatnya) seperti khomr, bangkai, darah, dan kotoran-kotoran, serta kencing maka tidak boleh menjual sesuatupun dari hal-hal ini" (Al-Haawi Al-Kabiir 5/383)

Adapun madzhab Malikiyyah dan Al-Hananbilah juga sebagian pengikut madzhab As-Syafi'iyyah (sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawi dalam Al-Majmuu' 2/549 dan Roudhotut Toolibiin 1/125) maka mereka membedakan antara hewan yang halal dan hewan yang haram dimakan. Mereka berpendapat akan thohirnya (tidak najisnya) kotoran hewan yang halal dimakan, adapun hewan yang haram dimakan maka kotorannya adalah najis.

Dalil Madzhab Hanafi dan Madzhab As-Syafi'i

Dalil madzhab Hanafi

Madzhab Hanafi  berdalil dengan hadits Ibnu Mas'ud –radhiallahu 'anhu- dimana beliau –radhiallahu 'anhu- pernah berkata:

أتى النبي صلى الله عليه وسلم الْغَائِطَ فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ بِثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ وَالْتَمَسْتُ الثَّالِثَ فلم أَجِدْهُ فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأَتَيْتُهُ بها فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وقال هذا رِكْسٌ

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam buang air besar, maka beliau memerintahku untuk mendatangkan bagi beliau tiga buah batu. Akupun mendapatkan dua buah batu dan aku mencari batu yang ketiga, namun aku tidak mendapatkannya. Maka akupun mengambil kotoran lalu aku berikan kepada Nabi. Maka Nabipun mengambil kedua batu tersebut dan melempar kotoran tadi dan berkata, "Ini najis" (HR Al-Bukhari no 155)

Sisi pendalilan : Nabi membuang kotoran hewan tersebut karena najisnya, hal ini menunjukan bahwa seluruh kotoran hewan –termasuk hewan yang halal dimakan- adalah najis. (Lihat pendalilan Hanafiyah dengan hadits ini dalam kitab Al-Mabshuuth li As-Sarokhsi 1/108 dan badaai' As-Sonaai' 1/62)

Dalil madzhab Syafi'i
Adapun madzhab As-Syafi'iyyah maka mereka berdalil dengan tiga sisi pendalilan
Pertama : Mereka berdalil dengan keumuman hadits-hadits Nabi tentang najisnya air kencing. Seperti hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbaas

مَرَّ النبي صلى الله عليه وسلم بِقَبْرَيْنِ فقال إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وما يُعَذَّبَانِ في كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ من الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ

"Nabi –shallallahu 'alaihi wa sallam- melewati dua kuburan, lalu ia berkata, "Sesungguhnya kedua penghuni kuburan ini sedang disiksa, dan mereka berdua tidaklah disiksa karena perkara yang besar. Adapun salah satunya karena tidak menjaga diri dari air kencing dan yang kedua karena menyebarkan namimah" (HR Al-Bukhari no 215)

Sisi pendalilan : Air kencing disini disebutkan secara umum, maka mencakup seluruh air kencing termasuk air kencing hewan yang halal dimakan (lihat Al-Majmuu' 2/549)
Kedua : Mereka berdalil dengan firman Allah

وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ

"Dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk" (QS Al-A'roof : 157)

Sisi pendalilan : Tidak diragukan lagi bahwasanya kotoran adalah sesuatu yang buruk, dan orang-orang Arab menganggap jijik kotoran hewan yang halal dimakan (lihat Al-Majmuu' 2/549)
Ketiga : Mereka juga berdalil dengan qiyas, karena kotoran hewan yang haram dimakan hukumnya najis menurut ijmaa' (kesepakatan) para ulama maka demikian juga diqiaskan pada kotoran hewan yang halal dimakan juga najis. Hal ini karena seluruh kotoran sama-sama memiliki sifat kotor (jijik) menurut tabi'at manusia yang masih normal, dikarenakan bau yang busuk. (lihat Al-Majmuu' Syarhul Muhadzdzab 2/549 dan Fathul 'Aziz Syarhul Wajiiz 1/36)

Dalil madzhab Hanbali dan madzhab Maliki
Mereka berdalil dengan hukum asal, bahwasanya hukum asal sesutau adalah suci sampai ada dalil yang menunjukan kenajisannya (lihat As-Syarhul Mumti' 1/450), dan tidak ada dalil yang menunjukan akan kenajisannya. Bahkan ada dalil-dalil yang menunjukan akan kesuciannya. Diantaranya :
Pertama : Hadits tentang 'Uroniyyin. Dimana Nabi pernah memerintah orang-orang yang datang dari 'Uroinah yang sakit untuk berobat dengan meminum kencing onta.

وَأَنْ يَشْرَبُوا من أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا

"(Nabi memerintahkan) mereka untuk meminum dari kencing onta dan susu onta" (HR Al-Bukhari no 231)

Sisi pendalilan : Kalau kecinng onta itu najis tentunya Nabi tidak akan memerintakan mereka untuk berobat dengan meminum benda najis (Lihat Al-Mughni 2/492)
Kedua : Nabi pernah sholat di kandang kambing, bahkan memerintahkan untuk sholat di kandang kambing. (Lihat Al-Mughni 2/492)
Anas bin Malik berkata:

كان النبي صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي قبل أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ في مَرَابِضِ الْغَنَمِ

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sholat di kandang kambing sebelum dibangun mesjid" (HR Al-Bukhari no 232)

Seorang sahabat pernah bertanya kepada Nabi :

أُصَلِّي في مَرَابِضِ الْغَنَمِ قال : نعم

"Apakah aku sholat di kandang kambing?", Nabi berkata, "Iya" (HR Muslim no 360)

Dalam suatu hadits Nabi berkata,

صَلُّوا في مَرَابِضِ الْغَنَمِ ولا تُصَلُّوا في أَعْطَانِ الْإِبِلِ فَإِنَّهَا خُلِقَتْ من الشَّيَاطِينِ

"Sholatlah kalian di kandang kambing, dan janganlah kalian sholat di kandang onta karena onta diciptakan dari syaitan" (HR At-Thirmidzi no 348 dan Ibnu Majah no 769)

Sisi pendalilan : Kandang kambing pasti tidak lepas dari kotoran kambing dan kencingnya, akan tetapi Nabi sholat di situ. Hal ini menunjukan bahwa kotoran kambing dan kencing kambing tidak najis, karena tidak sah sholat seseorang di tempat najis dengan kesepakatan ulama.

Dialog
Madzhab As-Syafi'i : Nabi membolehkan untuk meminum kencing onta karena untuk berobat, karena dibolehkan berobat dengan benda-benda yang najis kecuali khomr  (lihat Al-Majmuu' 2/549 dan Fathul 'Aziz 1/38)
Madzhab Hanbali : Nabi telah dengan tegas melarang berobat dengan benda-benda yang najis. Abu Huroiroh berkata

نهى رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عن الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ

"Rasulullah melarang dari obat yang khobiits" (HR Abu Dawud no 3870 dan Ibnu Majah no 3459, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Rasulullah juga bersabda :

إِنَّ اللهَ خَلَقَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ، فَتَدَاوَوْا، وَلاَ تَتَدَاوَوْا بِحَرَامٍ

"Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obat, maka berobatlah kalian, dan janganlah kalian berobat dengan sesuatu yang haram" (Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di As-Shahihah no 1633)

Kemudian kalau seandainya kencing onta itu najis dan dibolehkan untuk diminum karena pengobatan tentunya Nabi akan memerintahkan mereka untuk membersihkan dan mencuci tempat/bejana air kencing onta tersebut (lihat Al-Mughni 2/492)

Madzhab As-Syafi'i : Memang benar boleh sholat di kandang kambing akan tetapi kandang kambing yang bersih bukan yang terkotori dengan kencing dan tahi kambing. Imam As-Syafii berkata, "Maka Nabi memerintahkan untuk sholat di tempat tambatan kambing, yaitu –Wallahu A'lam- di tempat yang bisa dinamakan sebagai tempat tidurnya  kambing yang tidak ada tahi kambingnya dan tidak ada kencing kambingnya… barangsiapa yang sholat di tempat yang ada tahi onta atau kambing atau tahi sapi atau tahi kuda atau tahi keledai maka wajib baginya untuk mengulangi sholatnya" (Al-Umm 2/209)

Madzhab Hanbali : Imam As-Syafii telah mengkhusukan apa yang tidak dikhusukan oleh Nabi, dan beliau telah menyelisihi kesepakatan para ulama. Ibnul Mundzir berkata,

أَجْمَعُوْا عَلَى أَنَّ الصَّلاَةَ فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ جَائِزَةٌ وَانْفَرَدَ الشَّافِعِيُّ فَقَالَ إِذَا كَانَ سَلِيْمًا مِنْ أَبْوَالِهَا
"Mereka berijma' (sepakat) bahwasanya sholat di kandang kambing boleh, dan As-Syafi'i bersedirian (menyelisihi mereka-pent), beliau berkata : (boleh) jika kandang tersebut bersih dari kencing kambing-kambing tersebut" (Al-Ijmaa' hal 38, dan ijmaa' ini dinukil oleh Ibnu Qudaamah dalam Al-Mughni 2/492)

Madzhab As-Syafii : Lantas bagaimana dengan keumuman tentang najisnya air kencing?
Madzhab Hanbali : Yang dimaksud dengan penyebutan kencing dalam hadits-hadits seperti hadits dua penghuni kubur yang disiksa adalah kencing manusia (kencing penghuni kubur itu sendiri), jadi tidak bisa dibawa ke makna umum (lihat As-Syarhul Mumti' 1/451)

Lantas bagaimana dengan hadits Ibnu Mas'ud dimana Nabi melempar kotoran hewan dan berkata : Ini najis?
Jawab : Lafal hadits sbb

فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأَتَيْتُهُ بها

"Maka akupun mengambil sebuah kotoran, lalu aku membawanya ke Nabi"

Kalimat رَوْثَةً "kotoran" datang dalam bentuk nakiroh (bertanwin), dan dalam kadiah ushul fiqh bahwasanya jika kalimat nakiroh datang dalam konteks kalimat positif maka memberikan faedah muthlaq. Jadi kalimat رَوْثَةً tidaklah menunjukan keumuman yang mencakup seluruh kotoran, akan tetapi maksudnya kotoran tertentu. Maka kita bawakan kepada kotoran dari hewan yang haram dimakan. Wallahu A'lam

Kesimpulan :
Dari penjelasan di atas maka Nampak kekuatan dalil yang dikemukakan oleh madzhab Hanbali dan madzhab Maliki. Jika kita menguatkan pendapat mereka –bahwasanya kotoran kambing dan ayam adalah suci- maka tentunya boleh menjual benda yang suci jika bermanfaat. Apalagi jelas manfaat kotoran-kotoran tersebut untuk pupuk kandang.
Syaikh Sholeh Al-Fauzaan pernah ditanya :

نحن نملك عددًا من الأغنام، وما ينتج من فضلات وروث أجلكم الله نجمعه ونكدسه، ولأننا لا نملك مزارع لنستفيد منه؛ فإننا نسأل : هل يجوز بيعها ويحل أكل ثمنه أم لا يجوز ؟

"Kami memiliki sejumlah ekor kambing, dan kami mengumpulkan kotoran kambing-kambing tersebut lalu kami menimbunnya. Karena kami tidak memliki perkebunan yang bisa memanfaatkan kotoran-kotoran tersebut, maka kami bertanya : Apakah boleh menjual kotoran-kotoran tersebut dan apakah halal memakan hasil penjualannya?, ataukah tidak boleh?"

Syaikh Sholeh Al-Fauzaan menjawab:

لا بأس ببيع السماد الطاهر؛ مثل سماد الأغنام والإبل والبقر . . . فروث ما يؤكل لحمه طاهر، وبيعه لا بأس به، وثمنه مباح لا حرج فيه، إنما الذي فيه الاشتباه والإشكال هو السماد النجس أو المتنجس، هذا هو الذي فيه الإشكال والخلاف، أما السماد الطاهر؛ فلا بأس باستعماله، ولا بأس ببيعه وأكل ثمنه
"Tidak mengapa menjual pupuk yang thoohir (suci dan tidak najis-pent) seperti pupuk dari kotoran kambing, pupuk dari kotoran onta, dan pupuk dari kotoran sapi. Karena hewan yang bisa  dimakan dagingnya tahi (kotoran)nya itu thohir (suci) dan boleh menjualnya. Hasil jualannya juga halal dan tidak mengapa. Hanyalah yang masih ada syubhatnya dan permasalahan adalah pupuk yang najis atau ternajisi, inilah yang masih ada permasalahan dan khilaf. Adapun pupuk yang suci (thoohir) maka tidak mengapa dimanfaatkan, dan tidak mengapa dijual dan hasil penjualannya boleh untuk dimakan"
(Dari Al-Muntaqoo min Fataawaa Al-Fauzaan, fatwa dari pertanyaan no 302)

Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 19 Syawal 1431 H / 28 September 2010 M

Disusun oleh Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja

Artikel: www.firanda.com


Kitab Rujukan ;
1.    Al-Ijmaa', Muhammad bin Ibrohim bin Mundzir, tahqiq : DR Abu Hammad Sogir, Maktabah Al-Furqoon, cetakan kedua (1420 H-1999 M)
2.    Al-Mughni, Ibnu Qudamah, tahqiq : Abdullah bin Abdilmuhsin At-Turki dan Abdul Fattaah Muhammad, Daar 'Aalam Al-Kutub, cetakan ketiga (1417 H-1997 M)
3.    Al-Umm, Imam As-Syafi'i, tahqiq : DR Rif'at Fauzi Abdul Muttholib, Daar Al-Wafaa', cetakan pertama (1422 H-2001 M)
4.    Fathul 'Aziz syarh Al-Wajiiz (As-Syarh Al-Kabiir), Abdul Kariim bin Muhammad Ar-Rofi'i, tahqiq : Ali Muhammad Mu'awwadh, Daar Al-Kutub Al-'Ilmiyyah, cetakan pertama (1417 H-1997 M)
5.    As-Sayrhul Mumti', Muhammad bi Sholeh Al-'Utsaimin, Daar Ibnul Jauzi, cetakan pertama (1422 H)
6.    Al-Haawi Al-Kabiir fi Fiqhi madzhab Al-Imaam As-Syafi'i, Al-Maawardi, tahqiq : Ali Muhammad Mu'awwad dan Adi Ahmad Abdul Maujuud, Daar Al-Kutub Al-'Ilmiyyah, cetakan pertama (1414 H-1994 M)
read more “Hukum Menjual Kotoran Ayam”