Ahlan Wa Sahlan

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuhu,
Ahlan wa sahlan, selamat datang di blog Toko Buku An-Naajiyah. Kunjungi toko kami di jln. Bangka Raya no D3-4, Perumnas 3 Bekasi. Dapatkan discount-discountnya. Atau dapat dipesan dengan mengontak kami di +6281219112152, +622170736246, E-mail gwsantri@gmail.com, maka barang akan dikirim ketempat tujuan setelah dikurangi discount dan ditambahkan ongkos kirim yang ditanggung oleh si pemesan. Kunjungi juga toko online kami di www.tb-an-naajiyah.dinomarket.com.

Pembayaran:
1. Bank Syariah Mandiri cabang Bekasi, no 7000739248, kode ATM Bersama 451, a.n Gusti Wijaya Santri.
2. Bank Muamalat cabang Kalimas Bekasi, no 0218913136, kode ATM Bersama 147, a.n Gusti Wijaya Santri

Pengiriman pesanan menggunakan JNE/Pos Indonesia/Indah Cargo/Pahala Kencana/jasa pengiriman yang disepakati.

Semoga kehadiran toko dan blog ini dapat memberikan manfa'at untuk Saya khususnya dan semua pengunjung pada umumnya.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuhu

Banner

Jumat, 25 November 2011

Hukum Meruqyah Orang Kafir

Hits:

Pertanyaan:

Bolehkah meruqyah orang kafir?!

Jawab:

Hal ini diperbolehkan. Abu Sa’id radhiallahu ‘anhu pernah meruqyah orang kafir. Tatkala beliau keluar bersama serombongan pasukan, mereka melewati sebuah kampung atau sumber air. Mereka pun meminta kepada penduduknya agar diterima sebagai tamu. Tetapi para penduduknya menolak. Selanjutnya, pemuka mereka (di kampung itu) disengat oleh binatang berbisa.

Mereka datang dan berkata (kepada rombongan Abu Sa’id), “Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyah?”

Rombongan itu menjawab, “ Demi Allah, kami tidak akan meruqyahnya sampai kalian memberi kami upah, kami telah meminta kalian agar menerima kami sebagai tamu namun kalian menolak.”

Maka mereka memberi rombongan itu sekumpulan kambing. Abu Sa’id pun meruqyahnya dengan al Fatihah. Orang itu sembuh dan seolah-olah dia baru terlepas dari sebuah simpul.

Rasulullah Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam membenarkan ruqyah yang dilakukan oleh Abu Sa’id ini.

Pada masa ini para peruqyah mengambil upah dan harta dari manusia walaupun manusia tidak mendapat manfaatnya. Mengambil upah diperbolehkan terhadap pekerjaan meruqyah dengan syarat bahwa orang yang sakit itu sembuh sebagaimana dalam hadits ini bahwa pada waktu itu juga (pemuka kampung itu sembuh), seolah-olah dia baru terlepas dari sebuah simpul. Oleh karena itu mereka mau mengambil upah sekumpulan kambing. Jika seandainya orang itu tidak sembuh, nisacaya mereka tidak akan mengambilnya.

Pada masa ini, si peruqyah rakus terhadap harta, sementara orang yang sakit tetap menanggung sakitnya dan orang yang terkena musibah tetap dengan musibahnya. Dia tidak mendapatkan manfaat sedangkan hartanya raib. Maka, semua harta (seperti itu) yang diambil oleh si peruqyah adalah haram.

[Referensi : Menguak Misteri Ruqyah – Tanya Jawab ruqyah bersama Asy Syaikh Rabi’ Bin Hadi Al Madkhali Hafizhahullah, Penulis Ustadz Abdul Mu’thi Al Maidani, hal 86-87, Pustaka al Husna]

http://www.tamansunnah.com/fiqih/hukum-meruqyah-orang-kafir.html#more-716