Ahlan Wa Sahlan

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuhu,
Ahlan wa sahlan, selamat datang di blog Toko Buku An-Naajiyah. Kunjungi toko kami di jln. Bangka Raya no D3-4, Perumnas 3 Bekasi. Dapatkan discount-discountnya. Atau dapat dipesan dengan mengontak kami di +6281219112152, +622170736246, E-mail gwsantri@gmail.com, maka barang akan dikirim ketempat tujuan setelah dikurangi discount dan ditambahkan ongkos kirim yang ditanggung oleh si pemesan. Kunjungi juga toko online kami di www.tb-an-naajiyah.dinomarket.com.

Pembayaran:
1. Bank Syariah Mandiri cabang Bekasi, no 7000739248, kode ATM Bersama 451, a.n Gusti Wijaya Santri.
2. Bank Muamalat cabang Kalimas Bekasi, no 0218913136, kode ATM Bersama 147, a.n Gusti Wijaya Santri

Pengiriman pesanan menggunakan JNE/Pos Indonesia/Indah Cargo/Pahala Kencana/jasa pengiriman yang disepakati.

Semoga kehadiran toko dan blog ini dapat memberikan manfa'at untuk Saya khususnya dan semua pengunjung pada umumnya.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuhu

Banner

Sabtu, 26 November 2011

Usaha jual beli ternak landak

Hits:

ternak landak
Assalamu ‘alaikum warahmatullah. Ustadz, saya mau bertanya. Saya hendak membuka usaha penjualan ternak landak mini, yaitu dengan berjual yang berukuran kecil dan imut. Saya tertarik membuka usaha ini karena sekarang banyak orang mulai suka untuk memelihara hewan imut ini. Bagaimana hukumnya dalam syariat Islam, apakah boleh? Atas jawabannya, saya ucapkan jazakumulloh khairan katsiran. Barakallohu fikum. Mukti Ariwibowo (mukti.**@***.com)


Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullah.
Bismillah washshalatu wassalam ‘ala Rasulillah.
Hukum jual beli binatang sama dengan hukum mengonsumsi binatang tersebut. Jika binatang tersebut halal dikonsumsi maka hukum jual beli binatang tersebut adalah halal. Begitu pula sebaliknya. Kaidah ini berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وإن الله إذا حرم شيئا حرم ثمنه
Sesungguhnya, apabila Allah mengharamkan sesuatu maka dia mengharamkan jual beli hal tersebut.” (Hr. Ibnu Hibban; dinilai sahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)
Meskipun demikian, dalam menerapkan kaidah ini terdapat beberapa pengecualian.
Terkait dengan hukum landak, ulama berselisih pendapat. Para ulama Mazhab Hanbali mengharamkannya, dengan alasan bahwa landak adalah binatang yang menjijikkan. Padahal, Allah telah mengharamkan segala sesuatu yang menjijikkan, sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-A’raf:157. Selain itu, diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud bahwa Ibnu Umar pernah ditanya tentang hukum memakan landak, kemudian Ibnu Umar membaca firman Allah,
قُلْ لا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّماً…. الآية
Katakanlah, aku tidak menjumpai dalam wahyu yang diturunkan kepadaku tentang hal-hal yang diharamkan kecuali ….” (Qa. Al-An’am:145)
Maksud Ibnu Umar, beliau mengingkari anggapan orang yang mengharamkan landak karena beliau mengetahui bahwa tidak ada dalil yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keharaman landak.
Setelah Ibnu Umar menyampaikan jawaban ini, tiba-tiba ada seorang kakek yang mengatakan, “Saya mendengar Abu Hurairah berkata, ‘Suatu ketika, ada orang yang menyebut tentang landak di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau bersabda, ‘Itu termasuk binatang menjijikkan.””
Ibnu Umar berkomentar, “Jika demikian yang dikatakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka hukumnya sebagaimana yang beliau sabdakan.”
Hanya saja, hadis Ibnu Umar di atas adalah hadis yang lemah. Di antara ulama hadis yang menilai sanad hadis ini dhaif adalah Imam Al-Khithabi dan Al-Baihaqi.
Imam Malik pernah ditanya tentang landak; beliau menjawab, “Saya tidak tahu.” Sementara, Imam Abu Hanifah menilainya makruh. Adapun Imam Asy-Syafi’i dan Al-Laits bin Sa’d, beliau berdua membolehkannya, sebagaimana keterangan dari Abu Tsaur, murid Imam Syafi’i. (Lihat Ma’alim As-Sunan, 4:248)
Insya Allah, pendapat yang kuat dalam hal ini adalah yang menyatakannya halal. Pendapat ini juga yang dikuatkan Syekh Ibnu Baz dalam fatwa beliau (jilid 23, halaman 35) karena dalil yang mengharamkannya adalah hadis dhaif, sehingga tidak bisa menjadi dalil dalam menetapkan halal-haram. Dengan demikian, kembali kepada hukum asal, bahwa segala sesuatu adalah halal, sampai ada dalil–baik dari Alquran maupun As-Sunnah–yang mengharamkannya.
Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah).
Artikel www.KonsultasiSyariah.com