Ahlan Wa Sahlan

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuhu,
Ahlan wa sahlan, selamat datang di blog Toko Buku An-Naajiyah. Kunjungi toko kami di jln. Bangka Raya no D3-4, Perumnas 3 Bekasi. Dapatkan discount-discountnya. Atau dapat dipesan dengan mengontak kami di +6281219112152, +622170736246, E-mail gwsantri@gmail.com, maka barang akan dikirim ketempat tujuan setelah dikurangi discount dan ditambahkan ongkos kirim yang ditanggung oleh si pemesan. Kunjungi juga toko online kami di www.tb-an-naajiyah.dinomarket.com.

Pembayaran:
1. Bank Syariah Mandiri cabang Bekasi, no 7000739248, kode ATM Bersama 451, a.n Gusti Wijaya Santri.
2. Bank Muamalat cabang Kalimas Bekasi, no 0218913136, kode ATM Bersama 147, a.n Gusti Wijaya Santri

Pengiriman pesanan menggunakan JNE/Pos Indonesia/Indah Cargo/Pahala Kencana/jasa pengiriman yang disepakati.

Semoga kehadiran toko dan blog ini dapat memberikan manfa'at untuk Saya khususnya dan semua pengunjung pada umumnya.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuhu

Banner

Rabu, 05 Oktober 2011

Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallaah

Hits:

Syarat-Syarat Laa Ilaaha Illallaah
1.      Ilmu (mengetahui) makna kalimat tersebut baik yang dinafikan maupun yang ditetapkan oleh kalimat tersebut.
Dalil-dalilnya:
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah.” (QS. Muhammad: 19)
Juga firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala:
إِلَّا مَن شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“…akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa'at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya).” (QS. Az-Zukhruf: 86).
Al-Haq dalam ayat di atas maksudnya adalah kalimat Laa Ilaaha Illallaah. Mereka meyakini di dalam segala yang mereka ucapkan dengan lisan-lisan mereka sendiri.

Dalam sebuah hadits yang terdapat dalam kitab shahih muslim dari Ustman Radhiallahu 'Anhu, dia menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alayhi wa Sallam bersabda:
مَنْ مَاتَ وَ هُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barang siapa yang meninggal dan mengetahui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, maka dia akan masuk surga.”

2.      Yaqin (meyakini), yaitu mengetahui secara sempurna kalimat tersebut. Yakin ini menafikan adanya syak (keragu-raguan).
Dalil-dalilnya:
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurat: 15)
Dalam ayat di atas Allah Subhaanahu wa Ta'ala mensyaratkan bahwa agar keimanan mereka kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallahu 'Alayhi wa Sallam dikatakan sebagai iman yang sejati, maka mereka tidak boleh ragu-ragu (dalam beriman). Orang yang ragu-ragu dalam beriman termasuk golongan orang munafik.

Dalam sebuah hadits yang terdapat dalam kitab shahih muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu, dia menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alayhi wa Sallam bersabda:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَ أَنِّيْ رَسُوْلُ اللَّهِ لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيْهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ
”Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah. Tidaklah seorang hamba yang berjumpa dengan Allah (meninggal dunia) dengan (meyakini) kedua kalimat tersebut tanpa ada keraguan, melainkan dia akan masuk surga.”
Dalam riwayat lain dikatakan:
لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيْهِمَا فَيُحْجَبُ عَنِ الْجَنَّةِ
“Tidak ada seorang hamba yang berjumpa dengan Allah (meninggal dunia) dengan meyakini kedua kalimat tersebut tanpa ada keraguan, lantas dia terhalang masuk surga.”
Dalam sebuah hadits yang panjang Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alayhi wa Sallam bersabda:
مَنْ لَقِيْتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ
“Siapa pun yang engkau temui di balik tembok ini bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan hatinya yakin dengan kalimat tersebut, maka sampaikanlah kabar gembira kepadanya (bahwa dia akan memperoleh) surga.” (HR. Muslim)

3.      Ikhlas yang menafikan adanya syirik.
Dalil-dalilnya:
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (QS. Az-Zumar: 3)
Allah Subhaanahu wa Ta'ala juga berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…” (QS. Al-Bayyinah:5)

Dalam kitab shahih Bukhari dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu dari Nabi Shallallahu 'Alayhi wa Sallam, beliau bersabda:
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِيْ مَنْ قَالَ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ (أَوْ نَفْسِهِ
“Orang yang palinga berbahagia dengan syafaatku adalah orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah dengan ikhlas dari dalam lubuk hatinya (atau dirinya).”
Dalam kitab shahih Bukhari dan shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari ‘Itban bin Malik Radhiallahu 'Anhu dari Nabi Shallallahu 'Alayhi wa Sallam, beliau bersabda:
إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى النَّارِ مَنْ قَالَ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ يَبْتَغِيْ بِذَلِكَ وَجْهَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah untuk mengaharapkan wajah Allah Azza wa Jalla.”
Dalam riwayat an-Nasa’i dalam kitab al-Yaum wal Lailah dari dua orang sahabat bahwa Nabi Shallallahu 'Alayhi wa Sallam bersabda:
مَنْ قَالَ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ، مُخْلِصًا بِهَا قَلْبُهُ، يُصَدِّقُ بِهَا لِسَانُهُ، إِلَّا فَتَقَ اللَّهُ السَّمَاءَ فَتْقًا حَتَّى يَنْظُرَ إِلَى قَائِلِهَا مِنْ أَهْلِ الْأَرْضِ، وَ حَقٌّ لِعَبْدٍ نَظَرَ اللَّهُ إِلَيْهِ أَنْ يُعْطِيَهُ سُؤَالَهُ
“Barangsiapa mengucapkan, ‘Tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya; segala kerajaan dan pujian adalah kepunyaan-Nya; dia berkuasa untuk melakukan segala sesuatu, dengan hati yang ikhlas dan lisannya membenarkannya, maka Allah benar-benar akan membelah langit sehingga bisa melihat penduduk bumi yang mengucapkannya. Sudah selayaknya seorang hamba yang dilihat Allah itu dikabulkan permintaannya.”

4.      Shidq (membenarkan) yang menafikan adanya pendustaan dan mencegah adanya sifat nifak.
Dalil-dalilnya:
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
الم. أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ. وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabut: 1-3)
Allah Subhaanahu wa Ta'ala juga berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ. يُخَادِعُونَ اللّهَ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَمَا يَخْدَعُونَ إِلاَّ أَنفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ. فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللّهُ مَرَضاً وَلَهُم عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
“Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian, "pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit , lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (QS. Al-Baqarah: 8-10)

Dalam kitab shahih Bukhari dan shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Mu’adz bin Jabal Radhiallahu 'Anhu dari Nabi Shallallahu 'Alayhi wa Sallam, beliau bersabda:
مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللَّهِ صَادِقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
“Tidaklah seorang itu bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya dengan sebenar-benarnya di dalam hati melainkan Allah mengharamkannya masuk neraka.”

5.      Mahabbah (mencintai) kalimat tersebut dan makna yang terkandung di dalamnya serta merasa senang dengannya.
Dalil-dalilnya:
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللّهِ أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبّاً لِّلّهِ
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah…” (QS. Al-Baqarah: 165)
Allah Subhaanahu wa Ta'ala juga berfirman:
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآئِمٍ
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela…” (QS. Al-Maidah: 54)

Hadits yang terdapat dalam kitab shahih Bukhari dan shahih Muslim dari Anas t dia menuturkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alayhi wa Sallam bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإيْمَانِ أَنْ يَكُوْنَ اللَّهُ وَ رَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَ أَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَ أَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِيْ الكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِيْ النَّارِ
“Ada tiga perkara yang jika semua itu terdapat pada diri seseorang, maka dia akan merasakan manisnya iman. (Tiga perkara itu) yaitu: Allah dan RasulNya lebih diciintainya daripada selain keduanya, mencintai seseorang hanya karena Allah, dan tidak suka kembali kepada kekafiran setelah diselamatkan Allah darinya sebagaimana dia tidak suka dicampakkan ke dalam neraka.”

6.      Inqiyad (tunduk) dengan konsekuensi-konsekuensi kalimat tersebut, yaitu mengamalkan kewajiban secara ikhlas kepada Allaah karena mengharap keridhaan-Nya.
Dalil-dalilnya:
Hal ini berdasarkan makna yang terkandung dari firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala:
وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ
“Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar: 54)
Allah Subhaanahu wa Ta'ala juga berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ دِيناً مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لله وَهُوَ مُحْسِنٌ
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan?” (QS. An-Nisa`: 125)
Allah Subhaanahu wa Ta'ala juga berfirman:
وَمَن يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.” (QS. Luqman: 22)
Yang dimaksud الْعُرْوَةِ الْوُثْقَى (tali yang kokoh) adalah kalimat Laa Ilaaha Illallaah.
Allah Subhaanahu wa Ta'ala juga berfirman:
فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجاً مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيماً
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa`: 65)

7.      Qabul (menerima) yang menafikan adanya sikap radd (menolak).
Dalil-dalilnya:
Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
وَكَذَلِكَ مَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ فِي قَرْيَةٍ مِّن نَّذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتْرَفُوهَا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آثَارِهِم مُّقْتَدُونَ. قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُم بِأَهْدَى مِمَّا وَجَدتُّمْ عَلَيْهِ آبَاءكُمْ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُم بِهِ كَافِرُونَ. فَانتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka". (Rasul itu) berkata: "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?" Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya." Maka Kami binasakan mereka maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (QS. Az-Zukhruf: 23-25)
Allah Subhaanahu wa Ta'ala juga berfirman:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ. وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَّجْنُونٍ
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: "Laa Ilaaha Illallaah" (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. Dan mereka berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penyair gila?" (QS. Ash- Shaffat: 35-36)­

Dalam sebuah hadits yang terdapat dalam kitab shahih Bukhari dan shahih Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiallahu 'Anhu dari Nabi Shallallahu 'Alayhi wa Sallam, beliau bersabda:
مَثَلُ مَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَ الْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيْرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتِ الْكَلَأَ وَ الْعُشْبَ الْكَثِيْرَ وَ كَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَ سَقَوا وَ زَرَعُوا وَ أَصَابَتْ مِنهَا طَاءِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيْعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَ لَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِيْ دِيْنِ اللَّهِ وَ نَفَعَهُ مَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ فَعَلِمَ وَ عَلَّمَ وَ مَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَ لَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِيْ أُرسِلْتُ بِهِ 
“Permisalan petunjuk dan ilmu yang kuemban dari Allah adalah seperti hujan lebat yang jatuh ke bumi. Sebagian bumi ada yang berupa tanah yang baik yang bisa menyerap air dan menumbuhkan rerumputan yang banyak. Sebagian lagi ada tanah yang meskipun gersang namun bisa menahan air, sehingga Allah bisa menjadikannya bermanfaat bagi manusia untuk minum, memberi minum (ternak) dan bercocok tanam. Sebagian air hujan tersebut juga mengenai tanah lapang yang tidak bisa menahan air dan tidak bisa menumbuhkan rumput. Demikianlah permisalan bagi orang yang paham tentang agama islam. Allah memberikan kemanfaatan kepadanya dengan ajaran yang kuemban dari-Nya. Dia belajar dan mengajar. Dan permisalan bagi orang yang tidak peduli dengan ilmu dan petunjuk. Dia tidak mau menerima petunjuk Allah yang kuemban.

Sumber:  al Wajibaat, Yang Wajib Diketahui Setiap Muslim, karya Syaikh Abdullah bin Ibrahim al-Qar’awi, penerbit Media Hidayah