Ahlan Wa Sahlan

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuhu,
Ahlan wa sahlan, selamat datang di blog Toko Buku An-Naajiyah. Kunjungi toko kami di jln. Bangka Raya no D3-4, Perumnas 3 Bekasi. Dapatkan discount-discountnya. Atau dapat dipesan dengan mengontak kami di +6281219112152, +622170736246, E-mail gwsantri@gmail.com, maka barang akan dikirim ketempat tujuan setelah dikurangi discount dan ditambahkan ongkos kirim yang ditanggung oleh si pemesan. Kunjungi juga toko online kami di www.tb-an-naajiyah.dinomarket.com.

Pembayaran:
1. Bank Syariah Mandiri cabang Bekasi, no 7000739248, kode ATM Bersama 451, a.n Gusti Wijaya Santri.
2. Bank Muamalat cabang Kalimas Bekasi, no 0218913136, kode ATM Bersama 147, a.n Gusti Wijaya Santri

Pengiriman pesanan menggunakan JNE/Pos Indonesia/Indah Cargo/Pahala Kencana/jasa pengiriman yang disepakati.

Semoga kehadiran toko dan blog ini dapat memberikan manfa'at untuk Saya khususnya dan semua pengunjung pada umumnya.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuhu

Banner

Sabtu, 26 Februari 2011

Shahih Tafsir Ibnu Katsir 9 jilid, Pustaka Ibnu Katsir

31 January 2010 by Pustaka Ibnu Katsir
Shahih Tafsir Ibnu Katsir Edisi Lengkap (1-9)
              Harga/jilid         : Rp 133.000,-

Tafsir Ibnu Katsir merupakan salah satu kitab tafsir yang paling banyak diterima dan tersebar di tengah ummat ini. Imam Ibnu Katsir telah menghabiskan waktu yang sangat lama untuk menyusunnya, tidak mengherankan jika penafsiran beliau sangat kaya dengan riwayat, baik hadits maupun atsar, bahkan hampir seluruh hadits periwayatan dari Imam Ahmad bin Hanbal -rahimahullah- dalam kitab Al Musnad tercantum dalam kitab tafsir ini.
[Dikatakan oleh Syaikh  Sami bin Muhammad Salamah, dalam tahqiq beliau pada Kitab Tafsir Al Quranul Adzim cet. Darul Thayibah 1420 H).
Metode penyusunan yang dilakukan oleh Imam Ibnu Katsir  adalah dengan cara menyebutkan ayat terlebih dahulu, kemudian menjelaskan makna secara umum, selanjutnya menafsirkannya dengan ayat, hadits, perkataan Sahabat dan tabi’in. Terkadang beliau menjelaskan seputar hukum yang berkiatan dengan ayat, dengan dukungan dalil lain dari Al Quran dan hadits serta dilengkapi dengan pendapat para Ahli Fiqh disertai dalilnya apabila masalah tersebut dikhilafkan diantara mereka, selanjutnya beliau merajihkan (memilih dan menguatkan) salah satu pendapat tersebut. Namun demikian tidak bisa dihindari, dengan pembahasan yang panjang dan mendalam tersebut, maka mayoritas ummat yang masih awam akan merasa berat jika harus membaca kitab aslinya yang berjilid-jilid.
Oleh karena itu Syaikh Shafiurrahman Al Mubarakfuri memimpin suatu tim untuk meringkasnya, memberikan judul pada tiap-tiap pembahasannya, serta menisbatkan hadits kepada rawi yang meriwayatkannya, menampilkan hadits-hadits Shahih dan hasan, serta hadits lainnya yang telah masuk ke derajat qabul, dan menjauhkan hadits dhaif , maudhu serta membuang kisah-kisah israilliyat.

Dalam edisi terjemahan ini, terdapat kelebihan-kelebihan diantaranya :
  1. Mencantumkan penomoran ayat dan surat.
  2. Mentakhrij (mencocokkan) semua hadits yang tercantum didalamnya, dalam hal ini merujuk pada takhrij oleh   Syaikh Hani Al Haaj baik dari sisi penomoran maupun  pengesahan hadits. Apabila pengesahan berasal dari kitab Syaikh Albani -rahimahullah- , maka dicocokkan dengan penomoran dari kitab tersebut, apabila hadits-hadits tersebut pengesahannya dalam kitab al imam al muhadits Syaikh Al Albani  itu tidak ada, maka dirujuk pada kitab aslinya disertai pengesahan dari ulama terkemuka.
  3. Dan masih banyak kelebihan lainnya yang dimiliki cetakan ini.
read more “Shahih Tafsir Ibnu Katsir 9 jilid, Pustaka Ibnu Katsir”

Kamis, 24 Februari 2011

Beberapa Faedah Tentang Jual Beli

Oleh: Ustadz Aris Munandar Hafizhahullah

- Sudah Jual Beli Padahal Belum Mengaji
Diriwayatkan bahwa sesungguhnya Khalifah Umar bin Khaththab Radhiyallahu'anhu sering berkeliling di pasar lantas memukuli sebagian pedagang dengan tongkatnya sambil mengatakan, "Tidak boleh berdagang di pasar kami kecuali orang yang sudah mengaji fiqih jual beli. Jika tidak maka mau tidak mau dia pasti akan memakan riba." (Fiqh as-Sunnah karya Sayyid Sabiq jilid 3 halaman 125, terbitan Dar al-Fikr, Beirut, cetakan keempat, 1403 H, al-Minzhor fi Bayan Katsir min al-Akhtho' asy-Syai'ah karya Syaikh Sholih alu Syaikh, halaman 72, cetakan pertama 1427 H terbitan Maktab Jaliyah, al-Badi'ah, Riyadh)

 - Pasar Dunia dan Pasar Akhirat
Khalifah Umar bin Khaththab Radhiyallahu'anhu melihat laki-laki bernama al-Qashir mengadakan transaksi jual beli di masjid. Melihat hal tersebut beliau berkata kepadanya, "Hai penjual, masjid adalah pasar akhirat. Jika engkau berjual beli, pergilah ke pasar dunia." (al-Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah juz 17 halaman 179, terbitan Wizarah al-Auqaf wa asy-Syu'un al-Islamiyyah, Kuwait, cetakan keempat,1427H)

Imam Malik menceritakan bahwa ada kabar yang sampai kepada beliau, bahwa Atho' bin Yasar jika melewati orang yang mengadakan transaksi jual beli di masjid maka beliau memenggilnya lantas menanyainya, "Apa yang Anda bawa dan apa yang Anda inginkan?" Jika orang tersebut mengatakan bahwa dia ingin menjual barang yang dia bawa maka beliau akan mengatakan, "Pergilah ke pasar dunia karena masjid adalah pasar akhirat." (al-Muwatha' no 601, jilid 2 halaman 244 terbitan Mu'assasah Zayid bin Sulthan, cetakan pertama, 1425 H)


- Anjuran Berdagang
Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Hendaklah kalian berdagang karena dalam perdagangan terdapat sembilan persepuluh rezeki."

al-Hafizh al-'Iraqi Rohimahullah mengatakan, "Diriwayatkan oleh Ibrahim al-Harbi dalam Gharib al-Hadist dari Nu'aim bin Abdurrahman dan para perawinya adalah orang-orang yang tsiqah. Nu'aim ini dikomentari oleh Ibnu Mandah, 'Namanya disebut dalam barisan para Shahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam namun itu tidak benar.' Abu Hatim ar-Rozi dan Ibnu Hibban mengatakan bahwa dia adlah tabi'in. Sebab itu hadist diatas adalah hadist yang mursal." (Catatan kaki Ihya' Ulumuddin juz 2 halaman 71)

Hadist mursal tergolong hadist yang lemah. Ibnu Abdil Barr mengisyaratkan lemahnya hadist ini dalam al-Istidzkar: 8/619, cetakan pertama, 1421 H dan al-Albani dalam Silsilah Dha'ifah no 3402

- Makan Padahal Belum Tahu Harganya
Kebanyakan orang yang masuk ke sebuah warung makan, mereka langsung memesan makanan kemudian menikmati pesanannya tersebut tanpa mengetahui harga makanan yang dipesan. Mereka mengandalkan kepercayaan bahwa penjual hanya akan pasang tarif sesuai dengan umumnya harga makanan tersebut di daerah setempat. Bolehkah bentuk jual beli semisal ini? Apakah jual beli semacam ini termasuk jahalah tsaman (tidak diketahui harganya) yang merupakan bagian dari jual beli gharar yang terlarang?
Syaikh Ibnu Utsaimin cenderung menguatkan pendapat bolehnya transaksi jual beli seperti ini. (lihat Manzhuma Ushul Fiqh wa Qawa'iduhu karya Ibnu Utsaimin halaman 265, terbitan Dar Ibnul Riyadh, cetakan kedua, 1430H H)

Sumber: Majalah al-Furqon edisi 07 tahun ke 10, Shofar 1432/Januari 2011, diterbitkan oleh Ma'had al-Furqon, Srowo Sidayu, Gresik Jatim
read more “Beberapa Faedah Tentang Jual Beli”

Jati Belanda Plus 60 kapsul, Herbal Pelangsing Alami, Herbasyam

Produksi                       : Herbasyam Indonesia, Bekasi
Harga                           : Rp 49.000
Deskripsi Produk          :
Komposisi :
-         Jati Belanda (Guazuma ulmifolia)
-         Pegagan (Centella Asiatica)
-         Bangle (Zingiber purpureum)
-         Habbatussaudah (Nigella Sativa)

Khasiat dan Kegunaan:
-         Menghancurkan dan menghilangkan lemak dalam tubuh, sehingga sangat efektif menurunkan berat badan dengan aman dan sehat, tanpa efek samping
-         Membuang toksin/racun yang tertimbun dalam tubuh
-         Mengurangi nafsu makan
-         Memperbaiki metabolisme dan kesehatan secara menyeluruh
-         Merubah lemak menjadi energi
-         Terhindar dari berbagai penyakit akibat obesitas/kegemukan


Aturan Penggunaan:
Untuk Pengobatan: 3 x 2 kapsul sehari
Perbanyak minum air putih
Sebaiknya diminum sebelum makan
read more “Jati Belanda Plus 60 kapsul, Herbal Pelangsing Alami, Herbasyam”

Karomah Plus 60, 100 dan 200 kapsul, Minyak Habbatussauda, Herbasyam Indonesia

Produksi                       : Herbasyam Indonesia, Bekasi
Harga                           : Rp 49.000, Rp 105.000 (60, 200 kapsul)
Deskripsi Produk          :
Komposisi :
  • Minyak Habbatussauda (Nigella Sativa)
  • Propolis Golden
  • Olive Oil (Minyak Zaitun)
  • Minyak Bawang Putih (Garlic)

Khasiat dan Kegunaan:
Asthma, Stroke, Kanker, Tumor, Anemia, Rematik, Epilepsi, Migrain, Alergi, Jantung, Paru-paru kronis, Ginjal, Lever, TBC, Insomnia, Maag, Myom, Kelenjar, Radang Sendi, Wasir, Kolesterol, Berat badan, Vitalitas, Turunkan panas, Eksim, Pertumbuhan otak anak, Influenza, meningkatkan daya ingat, Bau mulut, Sariawan, Sakit kepala, Asam urat, Darah tinggi, Darah rendah, Batu Empedu, Kencing Manis, Sesak Nafas, Tenggorokan, Luka luar, Meningkatkan ASI, Menyegarkan badan, Meningkatkan gairah pada pria dan wanita, Meningkatkan Stamina dan sebagainya

Aturan Penggunaan:
Untuk Pengobatan: 3 x 2 kapsul sehari
Untuk Pemeliharaan: 2 x 1 kapsul sehari
Untuk Anak-Anak (dibawah 12 tahun): Setengah dosis dewasa

Dapat diminum sebelum atau sesudah makan
Dianjurkan banyak minum air putih

DEPKES P-IRT No. 207327502594
read more “Karomah Plus 60, 100 dan 200 kapsul, Minyak Habbatussauda, Herbasyam Indonesia”

Kehidupan Sehari-hari Yang Islami

Oleh
Ust.Fariq Gasim Anuz  Hafidzohulloh

Saudaraku....

Dengan penuh pengharapan bahwa  kebahagian dunia dan akhirat yang akan kita dapatkan, maka  kami sampaikan risalah  yang berisikan  pertanyaan-pertanyaan  ini  kehadapan anda untuk direnungkan dan di jawab dengan perbuatan.

Pertanyaan-pertanyaan ini sengaja kami angkat kehadapan anda dengan harapan yang tulus dan cinta karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, supaya  kita  bisa mengambil  mannfaat dan faedah yang banyak darinya, disamping itu sebagai bahan kajian untuk melihat diri kita, sudah sejauh mana dan ada dimana posisinya selama ini.

Saudaraku...

Risalah ini dinukilkan dari buku saku yang sangat bagus dan menawan yaitu Zaad Al-Muslim Al-Yaumi (Bekalan Muslim Sehari-hari) dari hal. 51 - 55, bab Hayatu Yaumi Islami oleh Syaikh Abdullah bin Jaarullah Al Jarullah rahimahullah dan diterjemahkan oleh saudara kita Fariq Gasim Anuz semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala membalasnya dengan pahala dan surganya.  

 

Kehidupan Sehari-hari Yang Islami
1.        Apakah anda selalu shalat Fajar berjama'ah di masjid setiap hari .?  
2.        Apakah anda selalu menjaga Shalat yang lima waktu di masjid .?
3.        Apakah anda hari ini membaca Al-Qur'an .?
4.        Apakah anda rutin membaca Dzikir setelah selesai melaksanakan Shalat wajib .?  
5.        Apakah anda selalu menjaga Shalat sunnah Rawatib sebelum dan sesudah Shalat wajib .?  
6.        Apakah anda (hari ini) Khusyu dalam Shalat, menghayati apa yang anda baca .?  
7.        Apakah anda (hari ini) mengingat Mati dan Kubur .?  
8.        Apakah anda (hari ini) mengingat hari Kiamat, segala peristiwa dan kedahsyatannya .?  
9.        Apakah anda telah memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sebanyak tiga kali, agar memasukkan anda ke dalam Surga .? Maka sesungguhnya barang siapa yang memohon demikian, Surga berkata :"Wahai Allah Subhanahu wa Ta'ala masukkanlah ia ke dalam Surga".
10.        Apakah anda telah meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar diselamatkan dari api neraka sebanyak tiga kali .? Maka sesungguhnya barangsiapa yang berbuat demikian, neraka berkata :"Wahai Allah peliharalah dia dari api neraka". (Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya :"Barangsiapa yang memohon Surga kepada Allah sebanyak tiga kali, Surga berkata :"Wahai Allah masukkanlah ia ke dalam Surga. Dan barangsiapa yang meminta perlindungan kepada Allah agar diselamatkan dari api neraka sebanyak tiga kali, neraka berkata :"Wahai Allah selamatkanlah ia dari neraka". (Hadits Riwayat Tirmidzi dan di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami No. 911. Jilid 6).  
11.        Apakah anda (hari ini) membaca hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .?  
12.        Apakah anda pernah berfikir untuk menjauhi teman-teman yang tidak baik .?  
13.        Apakah anda telah berusaha untuk menghindari banyak tertawa dan bergurau .?  
14.        Apakah anda (hari ini) menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala .?  
15.        Apakah anda selalu membaca Dzikir pagi dan sore hari .?
16.        Apakah anda (hari ini) telah memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala atas dosa-dosa (yang engkau perbuat -pen) .?
17.        Apakah anda telah memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan benar untuk mati Syahid .? Karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya :"Barangsiapa yang memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan benar untuk mati syahid, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberikan kedudukan sebagai syuhada meskipun ia meninggal di atas tempat tidur". (Hadits Riwayat Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam shahihnya, Al-Hakim dan ia menshahihkannya).  
18.        Apakah anda telah berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar ia menetapkan hati anda atas agama-Nya. ?  
19.        Apakah anda telah mengambil kesempatan untuk berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala di waktu-waktu yang mustajab .?  
20.        Apakah anda telah membeli buku-buku agama Islam untuk memahami agama .? (Tentu dengan memilih buku-buku yang sesuai dengan pemahaman yang dipahami oleh para Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena banyak juga buku-buku Islam yang tersebar di pasaran justru merusak pemahaman Islam yang benar, pent).  
21.        Apakah anda telah memintakan ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk saudara-saudara mukminin dan mukminah .? Karena setiap mendo'akan mereka anda akan mendapat kebajikan pula.  
22.        Apakah anda telah memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala (dan bersyukur kepada-Nya, pent) atas nikmat Islam .?  
23.        Apakah anda telah memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala atas nikmat mata, telinga, hati dan segala nikmat lainnya .?
24.        Apakah anda hari-hari ini telah bersedekah kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkannya .?  
25.        Apakah anda dapat menahan marah yang disebabkan urusan pribadi, dan berusaha untuk marah karena Allah Subhanahu wa Ta'ala saja .?  
26.        Apakah anda telah menjauhi sikap sombong dan membanggakan diri sendiri .?  
27.        Apakah anda telah mengunjungi saudara seagama, ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala .?  
28.        Apakah anda telah menda'wahi keluarga, saudara-saudara, tetangga, dan siapa saja yang ada hubungannya dengan diri anda .?  
29.        Apakah anda termasuk orang yang berbakti kepada orang tua .?  
30.        Apakah anda mengucapkan "Innaa Lillahi wa innaa ilaihi raji'uun" jika mendapatkan musibah .?  
31.        Apakah anda hari ini mengucapkan do'a ini : " Allahumma inii a'uudubika an usyrika bika wa anaa a'lamu wastagfiruka limaa la'alamu = Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan Engkau sedangkan aku mengetahui, dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap apa-apa yang tidak aku ketahui". Barangsiapa yang mengucapkan yang demikian, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menghilangkan darinya syirik besar dan syirik kecil. (Lihat Shahih Al-Jami' No. 3625).  
32.        Apakah anda berbuat baik kepada tetangga .?  
33.        Apakah anda telah membersihkan hati dari sombong, riya, hasad, dan dengki .?  
34.        Apakah anda telah membersihkan lisan dari dusta, mengumpat, mengadu domba, berdebat kusir dan berbuat serta berkata-kata yang tidak ada manfaatnya .?  
35.        Apakah anda takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hal penghasilan, makanan dan minuman, serta pakaian .?  
36.        Apakah anda selalu bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan taubat yang sebenar-benarnya di segala waktu atas segala dosa dan kesalahan .?

Saudaraku ..

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di atas dengan perbuatan, agar kita  menjadi orang yang beruntung di dunia dan akhirat, inysa Allah.
read more “Kehidupan Sehari-hari Yang Islami”

Selasa, 22 Februari 2011

VCD - Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah

Produksi          : Al-Markaz Production, Bandung
Harga              : Rp.27.500,-
Deskripsi        :
Mengurus jenazah merupakan perkara ibadah yang telah memiliki aturan baku dalam syariat Islam, mulai saatsebelum seseorang itu meninggal, setelah meninggal, saat dimandikan, dikafani, dishalatkan, dikuburkan sampai ibadah-ibadah lain yang terkait dengan kematian, semua telah diatur dengan jelas dalam Islam.

Namun sangat disayangkan dikalangan masyarakat kita tidak sedikit dari proses penyelengaraan jenazah ini telah tercampur dengan kebiasaan-kebiasaan atau adapt istiadat yang menyimpang dari hukum-hukum yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sehingga menyebabkan sebagian mereka terjatuh dalam kebid’ahan bahkan sampai bentuk kesyirikan, na’udzubillah…

Karena itu sangatlah penting bagi setiap kaum Muslimin untuk mengetahui hukum-hukum yang shahih berkaitan dengan proses penyelenggaraan jenazah ini. VCD ini insya Allah akan menjelaskan tata cara penyelenggaraan jenazah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beserta penjelasan hukum-hukum yang berkaitan dengannya, dengan tetap bersandarkan kepada dalil-dalil yang shahih. Insya Allah.

Rujukan:
-         Ahkamul Janaiz wa Bida’uha, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albany
-         Al Wajiz fi Fiqhi as Sunnah wa al Kitabi al ‘Azizi, Syaikh Abdul Azhim al Badawy
-         Bimbingan Praktis Penyelenggaraan Jenazah (Judul Asli: Al Wijazah fi Tajhizi al Janazah), Syaikh Abdurrahman bin Abdullah al Ghaits.
-         Ringkasan Hukum-HUkum Lengkap Masalah Jenazah (Judul Asli: Al Maut Izhatuhu wa Ahkamuhu), Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid
read more “VCD - Tata Cara Penyelenggaraan Jenazah”

Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Produksi          : Al-Markaz, Bandung
Harga              : Rp.27.500,-
Deskripsi        :
Shalat adalah perkara yang pertama dihisab pada hari kiamat. Akan tetapi sangat disayangkan banyak kaum muslimin yang belum memahami tatacara shalat yang sesuai dengan contoh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Padahal beliau telah bersabda, artinya:
“Shalatlah kalian sebagimana melihat aku shalat”

VCD ini, Insya Allah membantu anda untuk melaksanakan shalat sesuai dengan tatacara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Diantara kelebihan VCD ini, anda melihat dan mendengarkan praktek langsung gerakan-gerakan dalam shalat, shalat jama’ah, beserta kekeliruan-kekeliruan yang banyak tersebar di kalangan kaum muslimin. Dilengkapi pula dengan tatacara wudhu dan tayammum. Semuanya disertai penjelasan ringkas dengan dalil-dalil yang shahih.

Rujukan:
  1. Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani
  2. Al Wajiz fi Fiqhi as Sunnah wa al Kitabi al ‘Azizi, Syaikh Abdul Azhim al Badawy
  3. Taudhihu al Ahkam Syarh Bulughul Maram, Syaikh Abdurrahman al Bassam
  4. Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Syaikh Abdullah al Jibrin
  5. Sifat Wudhu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Syaikh Abdullah al Jibrin
read more “Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam”

KIAT-KIAT MEMPERERAT CINTA SUAMI ISTERI

Jumat, 8 Januari 2010 01:09:42 WIB

Oleh
Ustadz Fariq Gasim Anuz


Ada kejadian, seorang laki-laki sebelum menikah menginginkan istri yang cantik parasnya dan beberapa kriteria lainnya. Tetapi pada saat pernikahan, dia mendapatkan istrinya sangat jauh dari kriteria yang ia tetapkan. Subhanallah! Inilah jodoh, walaupun sudah berusaha keras, tetapi jika Allah menghendaki lain, semua akan terjadi.

Pada awalnya ia terkejut karena istrinya ternyata kurang cantik, padahal sebelumnya sudah nazhar (melihat) calon istrinya tersebut. Sampai ayah dari pihak suami menganjurkan anaknya untuk menceraikan istrinya tersebut. Tetapi kemudian ia bersabar. Dan ternyata ia mendapati istrinya tersebut sebagai wanita yang shalihah, rajin shalat, taat kepada orang tuanya, taat kepada suaminya, selalu menyenangkan suami, juga rajin shalat malam.

Pada akhirnya, setelah sekian lama bergaul, sang suami ini merasa benar-benar puas dengan istrinya. Bahkan ia berpikir, lama-kelamaan istrinya bertambah cantik, dan ia sangat mencintai serta menyayanginya. Karena kesabaranlah Allah menumbuhkan cinta dan ketentraman. Ternyata faktor fisik tidaklah begitu pokok dalam menentukan kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangga, walaupun bisa juga ikut berperan menentukan.

Berikut ini kami bawakan kiat-kiat praktis sebagai ikhtiar merekatkan cinta kasih antara suami istri, sehingga keharmonisan bisa tercipta.

Pertama : Saling Memberi Hadiah.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :

تَهَادَوْا تَحَابُّوا

"Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling cinta mencintai".[1]

Memberi hadiah merupakan salah satu bentuk perhatian seorang suami kepada istrinya, atau istri kepada suaminya. Terlebih bagi istri, hadiah dari suami mempunyai nilai yang sangat mengesankan. Hadiah tidak harus mahal, tetapi sebagai simbol perhatian suami kepada istri.

Seorang suami yang ketika pulang membawa sekedar oleh-oleh kesukaan istrinya, tentu akan membuat sang isteri senang dan merasa mendapat perhatian. Dan seorang suami, semestinya lebih mengerti apa yang lebih disenangi oleh isterinya. Oleh karena itu, para suami hendaklah menunjukkan perhatian kepada istri, diungkapkan dengan memberi hadian meski sederhana.

Kedua : Mengkhususkan Waktu Untuk Duduk Bersama.
Jangan sampai antara suami istri sibuk dengan urusannya masing-masing, dan tidak ada waktu untuk duduk bersama.

Ada pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh bin Baz. Ada seorang pemuda tidak memperlakukan isteri dengan baik. Yang menjadi penyebabnya, karena ia sibuk menghabiskan waktunya untuk berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan studi dan lainnya, sehingga meninggalkan isteri dan anak-anaknya dalam waktu lama. Masalah ini ditanyakan kepada Syaikh, apakah diperbolehkan sibuk menuntut ilmu dan sibuk beramal dengan resiko mengambil waktu yang seharusnya dikhususkan untuk isteri?

Syaikh bin Baz menjawab pertanyaan ini. Beliau menyatakan, tidak ragu lagi, bahwa wajib atas suami untuk memperlakukan isterinya dengan baik berdasarkan firman Allah:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

"Pergaulilah mereka dengan baik" [An Nisa`: 19]

Juga sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Abdullah bin ‘Amr bin Ash, yaitu manakala sahabat ini sibuk dengan shalat malam dan sibuk dengan puasa, sehingga lupa dan lalai terhadap isterinya, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata:

"Puasalah dan berbukalah. Tidur dan bangunlah. Puasalah sebulan selama tiga hari, karena sesungguhnya kebaikan itu memiliki sepuluh kali lipat. Sesungguhnya engkau memiliki kewajiban atas dirimu. Dirimu sendiri memiliki hak, dan engkau juga mempunyai kewajiban terhadap isterimu, juga kepada tamumu. Maka, berikanlah haknya setiap orang yang memiliki hak" [Muttafaqun ‘alaihi].

Banyak hadits yang menunjukkan adanya kewajiban agar suami memperlakukan isteri dengan baik. Oleh karena itu, para pemuda dan para suami hendaklah memperlakukan isteri dengan baik, berlemah-lembut sesuai dengan kemampuan. Apabila memungkinkan untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugasnya di rumah, maka lakukanlah di rumah, sehingga, disamping dia mendapatkan ilmu dan menyelesaikan tugas, dia juga dapat membuat isteri dan anak-anaknya senang. Kesimpulannya, adalah disyariatkan atas suami mengkhususkan waktu-waktu tertentu, meluangkan waktu untuk isterinya, agar sang isteri merasa tentram, memperlakukan isterinya dengan baik; terlebih lagi apabila tidak memiliki anak.

Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (artinya) :
Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluarganya. Dan saya adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (artinya) :
Orang yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap isteri-isteri kalian. [Diriwayatkan oleh Tirmidzi]

Sebaliknya, seorang isteri juga disyariatkan untuk membantu suaminya, misalnya menyelesaikan tugas-tugas studi ataupun tugas kantor. Hendaklah dia bersabar apabila suaminya memiliki kekurangan karena kesibukannya, sehingga kurang memberikan waktu yang cukup kepada isterinya.

Berdasarkan firman Allah, hendaklah antara suami dan isteri saling bekerjasama:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى

"Tolong-menolonglah kalian di atas kebaikan dan takwa".

Juga berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

"Allah akan selalu menolong hambaNya selama hambaNya itu menolong saudaranya". [Diterjemahkan dari buku Fatawa Islamiyyah]

Nasihat Syaikh bin Baz tersebut ditujukan kepada kedua belah pihak. Kepada suami hendaklah benar-benar tidak sampai melalaikan, dan kepada isteri pun untuk bisa bersabar dan memahami apabila suaminya sibuk bukan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.

Untuk para isteri, bisa juga mengoreksi diri mereka. Mungkin di antara sebab suami tidak kerasan di rumah karena memiliki isteri yang sering marah, selalu bermuka masam dan ketus apabila berbicara.

Ketiga : Menampakkan Wajah Yang Ceria.
Di antara cara untuk mempererat cinta kasih, hendaklah menampakkan wajah yang ceria. Ungkapan dengan bahasa wajah, mempunyai pengaruh yang besar dalam kegembiraan dan kesedihan seseorang. Seorang isteri akan senang jika suaminya berwajah ceria, tidak cemberut. Secara umum Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْق

"Sedikit pun janganlah engkau menganggap remeh perbuatan baik, meskipun ketika berjumpa dengan saudaramu engkau menampakkan wajah ceria" [HR Muslim]

Begitu pula sebaliknya, ketika suami datang, seorang isteri jangan sampai menunjukkan wajah cemberut atau marah. Meskipun demikian, hendaknya seorang suami juga bisa memahami kondisi isteri secara kejiwaan. Misalnya, isteri yang sedang haidh atau nifas, terkadang melakukan tindakan yang menjengkelkan. Maka seorang suami hendaklah bersabar.

Ada pertanyaan dari seorang istri yang disampaikan kepada Syaikh bin Baz, sebagai berikut :

"Suami saya -semoga Allah memaafkan dia-, meskipun dia berpegang teguh dengan agama dan memiliki akhlak yang tinggi serta takut kepada Allah, tetapi dia tidak memiliki perhatian kepada saya sedikit pun. Jika di rumah, ia selalu berwajah cemberut, sempit dadanya dan terkadang dia mengatakan bahwa sayalah penyebab masalahnya.

Tetapi Allah-lah yang mengetahui bahwa saya –alhamdulillah- telah melaksanakan hak-haknya. Yakni menjalankan kewajiban saya sebagai isteri. Saya berusaha semaksimal mungkin dapat memberikan ketenangan kepada suami dan menjauhkan segala hal yang membuatnya tidak suka. Saya selalu sabar atas tindakan-tindakannya terhadap saya.

Setiap saya bertanya sesuatu kepadanya, dia selalu marah, dan dia mengatakan bahwa ucapan saya tidak bermanfaat dan kampungan. Padahal perlu diketahui, jika kepada teman-temannya, suami saya tersebut termasuk orang yang murah senyum. Sedangkan terhadap saya, ia tidak pernah tersenyum; yang ada hanyalah celaan dan perlakuan buruk. Hal ini menyakitkan dan saya merasa sering tersiksa dengan perbuatannya. Saya ragu-ragu dan beberapa kali berpikir untuk meninggalkan rumah.

Wahai Syaikh, apabila saya meninggalkan rumah dan mendidik sendiri anak-anak saya dan berusaha mencari pekerjaan untuk membiayai anak-anak saya sendiri, apakah saya berdosa? Ataukah saya harus tetap tinggal bersama suami dalam keadaan seperti ini, (yaitu) jarang berbicara dengan suami, (ia) tidak bekerja sama dan tidak merasakan problem saya ini?"

Dijawab oleh Syaikh bin Baz : “Tidak diragukan lagi, bahwa kewajiban atas suami isteri ialah bergaul dengan baik dan saling menampakkan wajah penuh dengan kecintaan. Dan hendaklah berakhlak dengan akhlak mulia, (yakni) dengan menampakkan wajah ceria, berdasarkan firman Allah:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ

"Pergaulilah mereka dengan baik". [An Nisa` : 19].

Juga dalam surat Al Baqarah ayat 228:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ

"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isteri".

Arti kelebihan disini, secara umum laki-laki lebih unggul daripada wanita. Tetapi nilai-nilai yang ada pada setiap individu di sisi Allah, tidak berarti laki-laki pasti derajatnya lebih tinggi. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.

Dan berdasarkan sabda Nabi:

الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ

"Kebaikan itu adalah akhlak yang baik". [HR Muslim].

Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :

لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

"Sedikitpun janganlah engkau menganggap remeh perbuatan baik, meskipun ketika berjumpa dengan saudaramu engkau menampakkan wajah ceria".[HR Muslim]

Juga berdasarkan sabda Nabi:

أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا

"Orang yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap isteri-isteri kalian".[Diriwayatkan oleh Tirmidzi].

Ini semua menunjukkan, bahwa motivasi berakhlak yang baik dan menampakkan wajah ceria pada saat bertemu serta bergaul dengan baik kepada kaum Muslimin, berlaku secara umum; terlebih lagi kepada suami atau isteri dan kerabat.

Oleh karena itu, engkau telah berbuat baik dalam hal kesabaran dan ketabahan atas penderitaanmu, yaitu menghadapi kekasaran dan keburukan suamimu. Saya berwasiat kepada dirimu untuk terus meningkatkan kesabaran dan tidak meninggalkan rumah di karenakan hal itu. Insya Allah akan mendatangkan kebaikan yang banyak. Dan akibat yang baik, insya Allah diberikan kepada orang-orang yang sabar. Banyak ayat yang menunjukan, barangsiapa yang bertakwa dan sabar, maka sesungguhnya balasan yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa. Dan sesungguhnya Allah akan memberi ganjaran yang besar tanpa hisab kepada oraang-orang yang sabar.

Tidak ada halangan dan rintangan untuk bercanda dan bergurau, serta mengajak bicara suami dengan ucapan-ucapan yang dapat melunakkan hatinya, dan yang dapat menyebabkan lapang dadanya dan menumbuhkan kesadaran akan hak-hakmu. Tinggalkanlah tuntutan-tuntutan kebutuhan dunia (yang tidak pokok) selama sang suami melaksanakan kewajiban dengan memberikan nafkah dari kebutuhan-kebutuhan yang pokok, sehingga ia menjadi lapang dada dan hatinya tenang. Engkau akan merasakan balasan yang baik, insya Allah. Semoga Allah memberikan taufiq kepada dirimu untuk mendapatkan kebaikan dan memperbaiki keadaan suamimu. Semoga Allah membimbingnya kepada kebaikan dan memperbaiki akhlaknya. Semoga Allah membimbingnya untuk dapat bermuka ceria dan melaksanakan kewajiban-kewajiban kepada isterinya dengan baik. Sesungguhnya, Allah adalah sebaik-baik yang diminta, dan Dia adalah pemberi hidayah kepada jalan yang lurus. [Dinukil dari buku Fatawa Islamiyyah].

Ini menunjukkan, bahwa seorang wanita diperbolehkan untuk mengeluh dan menyampaikan problemnya kepada orang yang alim, atau orang yang dianggap bisa menyelesaikan masalahnya. Hal ini tidak sama dengan sebagian wanita yang sering, atau suka menceritakan rahasia rumah tangganya, termasuk kelemahan dan keburukan suaminya kepada orang lain, tanpa bermaksud menyelesaikan masalahnya.

Sehubungan dengan permasalahan ini, Syaikh ‘Utsaimin mengatakan, bahwa apa yang disampaikan oleh sebagian wanita, yang menceritakan keadaan rumah tangganya kepada kerabatnya, bisa jadi (kepada) orang tua isteri atau kakak perempuannya, atau kerabat yang lainnya, bahkan kepada teman-temannya, (hukumnya) adalah diharamkan. Tidak halal bagi seorang wanita membuka rahasia rumah tangganya dan keadaan suaminya kepada seorang pun. Karena seorang wanita yang shalihah ialah, yang bisa menjaga dan memelihara kedudukan martabat suaminya. Nabi n telah memberitakan, seburuk-buruk manusia kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat ialah, seorang laki-laki yang suka menceritakan keburukan isterinya, atau seorang wanita yang menceritakan keburukan suaminya.

Meski demikian, jangan dipahami bahwa secara mutlak seorang wanita tidak boleh menceritakan keburukan seorang suami. Karena, pada masa Nabi pun ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah n dan berkata: “Ya, Rasulullah. Suami saya adalah orang yang kikir, tidak memberikan nafkah yang cukup bagi saya. Bolehkah saya mengambil darinya tanpa sepengetahuannya untuk sekedar mencukupi kebutuhan saya dan anak saya?”

Mendengar penuturan orang ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:

خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ

"Ambillah nominal yang mencukupi kebutuhanmu dan anakmu". [Muttafaqun ‘alaihi]

Keempat : Memberikan Penghormatan Dengan Hangat Kepada Pasangannya.
Memberikan penghormatan dengan hangat kepada pasangannya, baik ketika hendak pergi keluar rumah, ataupun ketika pulang. Penghormatan itu, hendaklah dilakukan dengan mesra.

Dalam beberapa hadits diriwayatkan, ketika hendak pergi shalat, Rasulullah n mencium isterinya tanpa berwudhu lagi dan langsung shalat. Ini menunjukkan, bahwa mencium isteri dapat mempererat hubungan antara suami isteri, meluluhkan kebekuan ataupun kekakuan antara suami isteri. Tentunya dengan melihat situasi, jangan dilakukan di hadapan anak-anak.

Perbuatan sebagian orang, ketika seorang isteri menjemput suaminya yang datang dari luar kota atau dari luar negeri, ia mencium pipi kanan dan pipi kiri di tempat umum. Demikian ini tidak tepat.

Memberikan penghormatan dengan hangat tidak mesti dengan mencium pasangannya. Misalnya, seorang suami dapat memanggil isterinya dengan baik, tidak menjelek-jelekkan keluarganya, tidak menegur isterinya di hadapan anak-anak mereka. Atau seorang isteri, bila melakukan penghormatan dengan menyambut kedatangan suaminya di depan pintu. Apabila suami hendak bepergian, istri menyiapkan pakaian yang telah diseterika dan dimasukkannya ke dalam tas dengan rapi.

Suami hendaknya menghormati isterinya dengan mendengarkan ucapan isteri secara seksama. Sebab terkadang, ada sebagian suami, jika isterinya berbicara, ia justru sibuk dengan hand phone-nya mengirim sms atau sambil membaca koran. Dia tidak serius mendengarkan ucapan isteri. Dan jika menanggapinya, hanya dengan kata-kata singkat. Jika isteri mengeluh, suami mengatakan “hal seperti ini saja dipikirkan!”

Meskipun sepele atau ringan, tetapi hendaklah suami menanggapinya dengan serius, karena bagi isteri mungkin merupakan masalah yang besar dan berat.

Kelima : Hendaklah Memuji Pasangannya.
Di antara kebutuhan manusia adalah keinginan untuk dipuji -dalam batas-batas yang wajar. Dalam masalah pujian ini, para ulama telah menjelaskan [2], bahwa pujian diperbolehkan atau bahkan dianjurkan dengan syarat-syarat : untuk memberikan motivasi, pujian itu diungkapkan dengan jujur dan tulus, dan pujian itu tidak menyebabkan orang yang dipuji menjadi sombong atau lupa diri.

Abu Bakar As Siddiq Radhiyallahu 'anhu pernah dipuji, dan dia berdo’a kepada Allah: “Ya, Allah. Janganlah Engkau hukum aku dengan apa yang mereka ucapkan. Jangan jadikan dosa bagiku dengan pujian mereka, jangan timbulkan sifat sombong. Jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka, dan ampunilah aku atas perbuatan-perbuatan dosa yang mereka tidak ketahui”.

Perkatanan ini juga diucapkan oleh Syaikh Al Albani ketika beliau dipuji-puji oleh seseorang di hadapan manusia. Beliau rahimahullah menangis dan mengucapkan perkataan Abu Bakar tersebut serta mengatakan: “Saya ini hanyalah penuntut ilmu saja”.

Seorang isteri senang pujian dari suaminya, khususnya di hadapan orang lain, seperti keluarga suami atau isteri. Dia tidak suka jika suami menyebutkan aibnya, khususnya di hadapan orang lain. Jika masakan isteri kurang sedap jangan dicela.

Keenam : Bersama-Sama Melakukan Tugas Yang Ringan.
Di antara kesalahan sebagian suami ialah, mereka menolak untuk melakukan sebagian tugas di rumah. Mereka mempunyai anggapan, jika melakukan tugas di rumah, berarti mengurangi kedudukannya, menurunkan atau menjatuhkan kewibawaannya di hadapan sang isteri. Pendapat ini tidak benar.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan tugas-tugas di rumah, seperti menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sandalnya dan melakukan tugas-tugas di rumah. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya dan terdapat dalam Jami’ush Shaghir. Terlebih lagi dalam keadaan darurat, seperti isteri sedang sakit, setelah melahirkan. Terkadang isteri dalam keadaan repot, maka suami bisa meringankan beban isteri dengan memandikan anak atau menyuapi anak-anaknya. Hal ini, disamping menyenangkan isteri, juga dapat menguatkan ikatan yang lebih erat lagi antara ayah dan anak-anaknya.

Ketujuh : Ucapan Yang Baik.
Kalimat yang baik adalah kalimat-kalimat yang menyenangkan. Hendaklah menghindari kalimat-kalimat yang tidak menyenangkan, bahkan menyakitkan.

Seorang suami yang menegur isterinya karena tidak berhias, tidak mempercantik diri dengan celak dimata, harus dengan ucapan yang baik.[3]

Misalnya dengan perkataan : “Mengapa engkau tidak memakai celak?”

Isteri menjawab dengan kalimat yang menyenangkan : “Kalau aku memakai celak, akan mengganggu mataku untuk melihat wajahmu”.

Perkataan yang demikian menunjukkan ungkapan perasaan cinta isteri kepada suami. Ketika ditegur, ia menjawab dengan kalimat menyenangkan.

Berbeda dengan kasus lain. Saat suami isteri berjalan-jalan di bawah bulan purnama, suami bertanya : “Tahukah engkau bulan purnama di atas?”

Mendengar pertanyaan ini, sang isteri menjawab : “Apakah engkau lihat aku buta?”

Kedelapan : Perlu Berekreasi Berdua Tanpa Membawa Anak.
Rutinitas pekerjaan suami di luar rumah dan pekerjaan isteri di rumah membuat suasana menjadi jenuh. Sekali-kali diperlukan suasana lain dengan cara pergi berdua tanpa membawa anak. Hal ini sangat penting, karena bisa memperbaharui cinta suami isteri.

Kita mempunyai anak, lantas bagaimana caranya? Ini memang sebuah problem. Kita cari solusinya, jangan menyerah begitu saja.

Bukan berarti setelah mempunyai anak banyak tidak bisa pergi berdua. Tidak! Kita bisa meminta tolong kepada saudara, kerabat ataupun tetangga untuk menjaga anak-anak, lalu kita dapat pergi bersilaturahmi atau belanja ke toko dan lain sebagainya. Kemudian pada kesempatan lainnya, kita pergi berekreasi membawa isteri dan anak-anak.

Kesembilan : Hendaklah Memiliki Rasa Empati Pada Pasangannya.
Rasulullah bersabda:

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

"Perumpamaan kaum mukminin antara satu dengan yang lainnya itu seperti satu tubuh. Apabila ada satu anggota tubuh yang sakit, maka anggota tubuh yang lain pun ikut merasakannya sebagai orang yang tidak dapat tidur dan orang yang terkena penyakit demam".[4]

Ini berlaku secara umum kepada semua kaum Muslimin. Rasa empati harus ada. Yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, termasuk kepada isteri atau suami. Jangan sampai suami sakit, terbaring di tempat tidur, isteri tertawa-tawa di sampingnya, bergurau, bercanda. Begitu pula sebaliknya, jangan sampai karena kesibukan, suami kemudian kurang merasakan apa yang dirasakan oleh isteri.

Kesepuluh : Perlu Adanya Keterbukaan.
Keterbukaan antara suami dan isteri sangat penting. Di antara problem yang timbul di keluarga, lantaran antara suami dan isteri masing-masing menutup diri, tidak terbuka menyampaikan problemnya kepada pasangannya. Yang akhirnya kian menumpuk. Pada gilirannya menjadi lebih besar, sampai akhirnya meledak.

Inilah sepuluh tips untuk merekatkan hubungan suami-istri, sehingga biduk rumah tangga tetap harmonis dan tenteram. Semoga bermanfaat, menjadi bekal keharmonisan keluarga.

[Diangkat dari buku Lautan Cinta, Fariq Gasim Anuz, Darul Qolam, Cet. I, Th. 1426H/2005M]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi Khusus/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. HR Bukhari dalam Adabul Mufrad dan lain-lain, dihasankan oleh Syaikh Al Albani
[2]. Di antaranya adalah Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim dan Imam Ibnu Qudamah dalam Mukhtashar Minhajil Qashidin
[3]. Nasihat untuk akhwat yang berkeluarga atau ibu-ibu. Hendaknya wanita mempercantik diri dan berhias untuk suaminya. Yang terjadi, umumnya berdandan dan mempercantik diri kalau mau keluar rumah, atau kalau ada walimah, misalnya. Sedangkan di rumah, ia enggan mempercantik diri dan tampil seadanya. Padahal berdandan dan mempercantik diri untuk keluar rumah hukumnya haram.
[4]. HR Muslim

Sumber: http://almanhaj.or.id/content/2622/slash/0
read more “KIAT-KIAT MEMPERERAT CINTA SUAMI ISTERI”

Senin, 21 Februari 2011

MENJUAL BARANG SECARA KREDIT, TETAPI BARANG TERSEBUT BELUM MENJADI MILIK SIPENJUAL KETIKA MENJUALNYA

OlehSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin



Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Perlu dicermati bahwa ada sebagian perusahaan yang bila seseorang datang untuk membeli suatu keperluan seperti peralatan rumah tangga, mobil, rumah dan sebagainya, ia membelikan keperluan tersebut kemudian menjualnya kepada orang tersebut secara kredit plus bunga darinya padahal barang tersebut belum menjadi milik perusahaan itu. Atau trik lainnya, perusahaan tadi menyuruh orang tersebut membelinya sendiri kemudian ia membayarkan harganya terlebih dahulu berdasarkan kwitansi lalu mengambil bunga dari orang ini, bagaimana hukum jual-beli seperti ini?

Jawaban
Sebagaimana telah diketahui, bahwa siapa saja yang meminjam sejumlah 100.000 riyal, misalnya, untuk kemudian melunasinya secara angsuran (kredit) plus 8% untuk setiap angsurannya dan presentase ini semakin bertambah atau bisa juga tidak bertambah manakala temponya diperpanjang (jatuh tempo), maka ini adalah bagian dari riba, yaitu Riba Nasi’ah dan Fadhl. Hal ini semakin buruk manakala persentase tersebut semakin bertambah bila temponya diperpanjang, dan ini adalah riba Jahiliyah yang telah dilansir oleh Allah dalam firmanNya.

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertawakalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang kafir. Dan ta’atilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat” [Ali-Imran : 130-132]

Seperti telah diketahui bawha pengelabuan (menyiasati secara licik) terhadap transaksi seperti ini sama artinya mengelabui hal-hal yang diharamkan oleh Allah, berbuat makar dan berkhianat terhadap Dzat Yang Maha Mengetahui pandangan mata yang khianat (pandangan yang terlarang seperti melihat kepada wanita bukan mahram, -pent) dan apa yang disembunyikan oleh hati.

Demikian pula, bahwa mengelabui hal-hal yang diharamkan oleh Allah tidak akan dapat menjadikannya halal hanya sekedar lahiriyahnya saja yang halal sementara tujuannya haram. Mengelabui hal-hal yang diharamkan oleh Allah ini hanya akan menjadikannya bertambah buruk, karena si pelakunya telah terjatuh kedalam dua larangan.

Pertama : Menipu, makar dan mempermainkan hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Kedua : Kerusakan yang ditimbulkan oleh sesuatu yang diharamkan dan didapat dengan cara pengelabuan tersebut, sebab akibat dari pengelabuan itu berarti kerusakan tersebut menjadi semakin terealisir. Sebagaimana dimaklumi, bahwa mengelabui hal-hal yang diharamkan oleh Allah berarti keterjerumusan ke dalam hal yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Dengan begitu, si pelakunya berarti telah menyerupai mereka dalam hal itu. Oleh karenanya pula, dalam sebuah hadits disebutkan.

“Artinya : Janganlah kamu melakukan dosa sebagaimana dosa yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi sehingga (karenanya) kamu menghalalkan apa-apa yang telah diharamkan oleh Allah (sekalipun) dengan serendah-rendah (bentuk) siasat licik” [Ibnu Baththah dalam kitabnya Ibthalul Hiyal hal. 24, lihat juga Irwa’ul Ghalil 1535]

Sebagaimana dimaklumi oleh orang yang mau merenung dan dapat melepaskan dirinya dari kungkungan hawa nafsu, bahwa siapa yang mengatakan kepada seseorang yang ingin membeli mobil, “pergilah ke pameran mobil dan pilihlah mobil yang adan inginkan, saya akan membelinya dari pameran mobil itu kemudian menjualnya kepada anda dengan penangguhan secara kredit”, atau mengatakan kepada seseorang yang ingin membeli tanah, “pergilah ke pemilik usaha property dan pilihlah tanah yang anda inginkan, saya akan membeli darinya kemudian menjualnya kepada anda dengan penangguhan secara kredit”.

Atau dia mengatakan kepada orang yang ingin mendirikan bangunan dan membutuhkan besi, “pergilah ke toko alat-alat bangunan (material) si fulan dan pilihlah jenis besi yang anda sukai, saya akan membelinya kemudian menjualnya kepada anda dengan penangguhan secara kredit”. Atau mengatakan kepada orang yang sama tetapi membutuhkan semen, “pergilah ke toko alat-alat bangunan si fulan dan pilihlah jenis semen yang anda inginkan, saya akan membelinya kemudian menjualnya kepada anda dengan penangguhan secara kredit”.

Saya tegaskan, sebagaimana telah diketahui oleh orang yang mau merenung, bersikap adil (objektif) dan dapat melepaskan dirinya dari kungkungan hawa nafsu, bahwa transaksi seperti ini adalah termasuk pengelabuan terhadap riba. Hal ini, karena pedagang yang membeli barang tadi, dari semula tidak bermaksud untuk membelinya dan tidak pernah terpikirkan di otaknya untuk membelinya. Demikian pula, dia tidak pernah membelinya untuk si pencari barang tersebut karena ingin berbuat baik kepadanya, tetapi dia membelinya karena tergiur oleh nilai tambah yang didapatnya dari proses penangguhan (kredit) tersebut. Oleh karena itulah, setiap kali tempo diperpanjang, maka bertambah pula prosentase bunganya.

Sebenarnya hal ini sama seperti ucapan seseorang, “Saya pinjamkan kepadamu harga dari semua barang-barang ini plus ribanya sebagai imbalan dari penangguhan (kredit) akan tetapi saya juga akan memasukkan barang di sela kedua hal tersebut”. Dalam hal ini, telah terdapat riwayat yang shahih dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu bawhasanya dia pernah ditanyai tentang seorang yang menjual sutera dari orang lain seharga seratus kemudian menjulannya seharga lima puluh? Beliau menjawab, “itu sama saja dengan beberapa dirham plus beberapa dirham secara berlebih (riba) termasuk di sela-sela keduanya sutera tersebut”.

Ibn Al-Qayyim rahimahullah berkata dalam kitab Tahdzibus Sunan (V : 103), “Pengharaman terhadap riba seperti ini adalah berdasarkan makan (esensi) dan hakikat (substansi)nya, sehingga ia tidak akan surut berlaku dikarenakan perubahan nama dalam teknis penjualannya” –selesai ucapan beliau-

Bila membandingkan antara masalah jual-beli Inah dengan masalah tersebut, anda akan mendapatkan hukum masalah tersebut lebih dekat kepada pengelabuan terhadap riba ada sebagian gambaran yang ada dalam masalah Inah, sebab Inah tersebut sebagaimana yang dikatakan oleh para ahli fikih bahwa (gambarannya) ; seorang menjual barang kepada seseorang dengan harga tangguh (kredit) kemudian membeli lagi darinya secara cash (kontan) dengan harga yang kurang dari itu padahal ketika menjualnya,si penjual terkadang tidak berniat untuk membelinya. Sekalipun demikian, hal itu tetap haram baginya. Ucapan si penjual yang suka mengelabui, “saya tidak memaksanya untuk mengambil barang yang telah saya belikan untuknya”, tidaklah dapat mentolerir (kebolehan) transaksi seperti ini.

Hal tersebut, karena sebagaimana telah diketahui bahwa seorang pembeli tidak mencari barang tersebut kecuali karena dia memang membutuhkannya dan dia tidak akan membatalkan niat untuk membelinya. Tentunya, kita tidak pernah mendengar ada seseorang yang membeli barang-barang dengan cara seperti itu (secara kredit) membatalkan niatnya untuk membelinya sebab seorang pedagang yang suka mengelabui seperti itu sudah mempertimbangkan untung ruginya bagi dirinya dengan mengetahui pasti bahwa si pembeli tersebut tidak akan membatalkan niatnya, kecuali bila dia mendapatkan cacat pada barang tersebut atau criteria yang disebutkan kepadanya ternyata kurang.

Jika ada yang mengatakan, “Bilamana tindakan seperti ini termasuk pengelabuan untuk melakukan riba, apakah ada jalan lain yang dapat ditempuh sehingga tindakan seperti ini dapat bermanfaat tanpa harus melakukan pengelabuan terhadap riba?”

Jawabannya, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berkat hikmah dan rahmatNya tidak pernah mengunci pintu-pintu maslahat bagi para hambaNya. Jadi, bila dia mengharamkan sesuatu atas mereka karena terdapat kemudharatannya, maka Dia akan membukakan pintu-pintu bagi mereka yang mencakup semua maslahat tanpa menimbulkan kemudharatan.

Jalan yang terbebas dari tindakan seperti itu adalah dengan adanya barang-barang tersebut pada si pedagang, lalu dia menjualnya kepada para pembeli dengan harga tangguh (kredit), sekalipun dengan tambahan harga atas harga kontan (cash).

Saya kira, tidak ada pedagang besar (konglomerat) yang tidak mampu membeli barang-barang yang dia lihat prosfektif untuk diserbu para konsumen untuk kemudian menjualnya dengan harga yang dia tentukan sendiri. Dengan demikian, dia akan mendapatkan keuntungan yang dia inginkan plus terbebas dari tindakan pengelabuan untuk melakukan riba. Bahkan barangkali dia malah mendapatkan pahala di akhirat kelak bila diniatkan untuk memberikan kemudahan kepada orang-orang yang tidak mampu membelinya dengan harga kontan (cash). Bukankah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah besabda.

“Artinya : Sesungguhnya semua perbuatan itu tergantung kepada niatnya dan sesungguhnya setiap orang tergantung kepada apa yang dia niatkan” [Hadits Riwayat Al-Bukhari, kitab Bad’il Wahyi (1), Muslim, kitab Al-Imarah (1907)]

Terkait dengan apa yang disinggung oleh si penanya bahwa perusahaan tersebut membebankan kepada pembeli agar membeli barang yang diinginkan ; jika melalui hak itu, ia (perusahaan tersebut) ingin agar si pembeli tersebut menjadi perantaranya, maka inilah masalah yang telah kita bicarakan di atas. Dan jika yang diinginkan oleh perusahaan tersebut adalah membeli barang tersebut untuk kepentingan sendiri, maka ini namanya Qardlun Jarra Naf’an (pinjaman yang diembel-embeli tambahan). Dan ini tidak ada masalah lagi bahwa ia adalah jelas-jelas riba.

[Fatawa Mu’ashirah, hal. 47-52,dari fatwa Syaikh Ibn Utsaimin]

[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]

Sumber: http://almanhaj.or.id/content/2078/slash/0
read more “MENJUAL BARANG SECARA KREDIT, TETAPI BARANG TERSEBUT BELUM MENJADI MILIK SIPENJUAL KETIKA MENJUALNYA”

HUKUM SHALAT JAMA'AH KEDUA

Senin, 9 Februari 2004 20:52:06 WIB

Oleh
Al-Allamah -Al-Muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani



Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Bagaimana mendirikan shalat jama'ah kedua setelah dilakukan jama'ah di dalam satu masjid.

Jawaban.
Ulama fikih berbeda pendapat tentang hukum shalat jama'ah kedua. Sebelum aku menunjukkan perbedaan-perbedaan (pendapat) di antara mereka dan menjelaskan mana yang rajih (unggul) dan marjuh (lemah), aku perlu membatasi (pengertian) jama'ah (kedua) yang diperselisihkan itu.

Permasalahan yang diperselisihkan adalah (shalat) jama'ah yang didirikan disatu masjid yang sebelumnya sudah didirikan oleh imam dan muadzdzin tetap (masjid tersebut).

Adapun jama'ah-jama'ah yang didirikan di tempat lain, seperti di rumah, di masjid jalanan, kompleks pertokoan tidak termasuk yang dipermasalahkan.

Ulama-ulama mengambil pendapat, bahwa mendirikan jama'ah untuk kedua kalinya dalam satu masjid yang ada imam dan mu'adzdzin rawatibnya hukumnya makruh, berdasar pengambilan dari dua sisi dalil.

[1]. Dalil naqli (dari syara')
[2]. Dalil nazhari meliputi periwayatan dan hikmah disyari'atkannya shalat berjama'ah.

Adapun berdasar dalil naqli : Setelah para ulama ahli hadits meneliti kehidupan Rasul Allah, mereka menemukan bahwa Rasul Allah sepanjang hidupnya senantiasa shalat berjama'ah bersama para sahabatnya di masjid beliau. Bila di antara para sahabatnya ada yang ketinggalan, tidak bisa shalat berjama'ah bersama rasul Allah di masjid, mereka shalat sendiri dan tidak menunggu siapa pun. Tidak menengok kanan-kiri, seperti dilakukan orang sekarang, meminta satu atau banyak orang untuk bersama shalat jama'ah dan salah seorang dari mereka dijadikan imam.

Demikian itu tidak pula diperbuat oleh orang-orang salaf (terdahulu). Bila mereka masuk masjid, ternyata sudah selesai didirikan shalat jama'ah, mereka shalat sendiri-sendiri. Begitulah yang dijelaskan oleh Iman Syafi'i dalam kitabnya Al-Um. Ungkapan Imam Syafi'i berkaitan dengan masalah ini lebih banyak dibanding ungkapan imam-imam lain.

Imam Syafi'i berkata :
"Bila ada beberapa orang masuk masjid, lantas mendapati imam telah selesai shalat (jama'ah) lakukanlah shalat sendiri-sendiri. Bila mereka melakukan shalat berjama'ah sendiri (lagi) boleh saja. Tapi, aku tidak menyukai semacam itu. Karena hal itu bukan merupakan karakteristik salaf"

Kemudian Imam Syafi'i melanjutkan :
"Adapun masjid yang ada di pinggir jalan (yang disediakan untuk para musafir) yang tidak punya imam dan muadzdzin tetap, maka melakukan (shalat) jama'ah berulang kali di dalam masjid tersebut tidak apa-apa".

Imam Syafi'i berkata pula :
Aku telah hafal (beberapa riwayat), sesungguhnya ada sekelompok shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketinggalan shalat berjama'ah.

Lantas merekapun shalat sendiri-sendiri. Padahal mereka mampu mendirikan shalat jama'ah lagi. Tapi, hal itu tidak dilakukannya, karena mereka tidak suka di satu masjid diadakan (shalat) jama'ah dua kali.

Semua ini merupakan ucapan Imam Syafi'i. Beliau menyebutkan, bahwa para shahabat apabila ketinggalan shalat berjama'ah (bersama Rasulullah) mereka shalat sendiri-sendiri. Begitulah disebutkan oleh Imam Syafi'i dengan riwayat muallaq (artinya Imam Syafi'i tidak langsung mendapatkan riwayat itu dari seorang rawi tapi rawinya menggantungkan riwayatnya). Al-Hafidzh Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah mengaitkannya dalam kitabnya yang masyhur Al-Mushannaf. Riwayatnya berdasarkan sanad yang kuat dari Hasan Al-Bashri, bahwa sesungguhnya para shahabat apabila ketinggalan shalat berjama'ah mereka shalat sendiri-sendiri.

Juga diriwayatkan Imam Ath-Thabari dalam kitabnya Mu'jam Al-Kabir dengan sanad yang bagus dari shahabt Ibnu Mas'ud. Yaitu suatu saat Ibnu Mas'ud bersama dua temanya keluar dari rumah menuju masjid untuk mengikuti shalat jama'ah. Saat itu ia melihat orang-orang keluar masjid, mereka sudah selesai melakukan shalat jama'ah. Maka Ibnu Mas'ud pun kembali ke rumah bersama dua temannya. Ia shalat berjama'ah bersama mereka di rumah sekaligus sebagai imam.

Ibnu Mas'ud kembali (ke rumah). Padahal keshahabatannya dengan Rasul Allah cukup dikenal, pemahaman tentang keislamannya mendalam, andai kata beliau tahu mendirikan jama'ah berulang-ulang kali di masjid itu diysrai'atkan, pasti beliau dengan kedua temannya itu masuk masjid dan mendirikan shalat berjama'ah di situ. Karena beliau jelas tahu bahwa Rasul Allah pernah bersabda.

"Artinya : Seutama-utama shalat seseorang itu dirumahnya kecuali shalat fardhu".

Kemudian apa yang mencegah Ibnu Mas'ud melaksanakan shalat fardhu itu di masjid. ?

Jawabnya.
Karena Ibnu Mas'ud tahu bahwa sesungguhnya apabila melakukan shalat di masjid, beliau akan melakukannya secara sendiri-sendiri. Ibnu Mas'ud berpendapat, bahwa shalat berjama'ah di rumah bersama dengan dua temannya akan lebih utama dari pada shalat sendiri-sendiri meskipun dilakukan di masjid.

Semua ini merupakan kumpulan dalil-dalil naqli yang menguatkan pendapat jumhur (ulama) bahwa mengadakan jama'ah untuk kedua kalinya di satu masjid itu makruh hukumnya.

Kemudian para ulama itu pun tidak kehabisan jalan untuk mendapatkan dalil-dalil lain selain yang sudah dipaparkan. Misalnya, melalui lstimbath dan melihat secara tajam berkenaan dalil-dalil itu.

Imam Bukhari dan lmam Muslim meriwayatkan hadits dari shahabat Abu Hurairah, Rasul Allah bersabda:

"Artinya : Aku memiliki kehendak untuk menyuruh seseorang menjadi imam shalat (di masjid), kemudian aku menyuruh beberapa lelaki untuk mengambil (mengumpulkan) kayu bakar dan aku keluar menuju ke rumah orang-orang yang tidak mengikuti shalat berjamaah di masjid. Maka, aku bakar rumahnya. Demi Zat yang jiwa Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam berada di tangan-Nya, andaikata orang-orang ku mengetahui bahwa di dalam masjid itu akan ditemukan dua benda yang sangat berharga pasti mereka akan menyaksikannya pula"[Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Hadits ini merupakan ancaman dari Rasul Allah atas orang-orang yang suka menyelisihi terhadap kehadiran (untuk) shalat jamaah di masjid dengan cara membakar rumahnya. Saya (Al-Albani) melihat, bahwa hadits ini telah memberikan gambaran kepada kita tentang hukum permasalahan terdahulu (yaitu bahwa shalat berjamaah dua kali atau lebih dalam satu masjid yang ada imam dan mu'adzdzin tetapnya dihukumi makruh (dibenci). Hadits ini bisa pula memberikan gambaran kepada saya untuk bisa menerima penuturuan lmam Syafi'i yang diwashalkan oleh lmam lbnu Abi Syaibah bahwa sesungguhnya para shahabat tidak mau mengulang shalat jamaah di dalam satu masjid. Hal demikian itu disebabkan, (andai) kita melakukan pembenaran bahwa shalat jamaah yang kedua atau yang ketiga itu disyariatkan (oleh agama) di dalam satu masjid, kemudian pada sisi lain ada ancaman yang sangat keras dari Rasul Allah bag! orang-orang yang meninggalkan shalat jamaah, maka (timbul pertanyaan, ed) shalat jamaah yang keberapa yang apabila ditinggalkan akan mendapat ancaman yang sangat berat sekali?

Apabila (pengandaian) ini dijawab dengan ucapan, "Shalat jamaah (yang apabila ditinggalkan itu mendapat ancaman sangat berat) adalah shalat jamaah yang pertama".

Pengandaian ini juga bisa dilanjutkan dengan perkataan: "Kalau begitu, jamaah yang kedua dan lainnya tidak disyariatkan?" Kalau dijawab "Ancaman ini meliputi atau mencakup atas orang-orang yang meninggalkan jamaah, keberapa saja" maka jawapan itu bisa ditimpali: "Kalau begitu ancaman Rasul Allah tidak bisa dibuat hujjah untuk orang-orang yang tidak mengikut jamaah yang keberapa pun, kerana andai kata orang-orang yang tidak mengikuti jamaah itu didatangi secara mendadak, saat mereka tidak berangkat (ke masjid, ed) dan kita menemukan mereka sedang santai-santai saja dengan anak dan isteri dan apabila ditegur mengapa tidak mengikuti shalat jamaah? Maka, mereka akan menjawab: "Kami akan mengikuti jamaah yang kedua saia, atau yang ketiga saja." Bila begitu, apakah ancaman Rasul Allah itu dibuat hujjah atas mereka? Oleh kerana itu bila Rasul Allah berkehendak mencari ganti seseorang yang menduduki kedudukan beliau (sebagai imam) dalam shalat berjamaah, lantas beliau mendatangi rumah-rumah orang yang meninggalkan shalat berjamaah untuk membakarnya merupakan dalil yang sangat besar sekall untuk mengatakan bahwa shalat jamaah kedua, ketiga kaii di satu masjid adalah tidak ada sama sekali.

Demikianlah bila dikaitkan dengan dalil-dalil naqli yang telah menjadi pedoman para ulama.

Adapun berkaitan dengan dalil nazhari, bisa dijelaskan sebagai berikut:

Keberadaan fadhilah (keutamaan) shalat berjamaah telah banyak dihadirkan melalui hadits-hadits yang masyhur, dan salah satu diantaranya:

"Artinya : Shalat berjamaah dibandingkan shalat sendirian, keutamaannya dua puluh lima (datam satu riwayat dua puluh tujuh) derajat".

Inilah keutamaan shalat berjamaah

Sebuah hadits lagi.

"Artinya : Sesungguhnya shalat seorang laki-laki (yang berjamaah) dengan seorang laki-laki lain. lebih bersih di sisi Allah daripada shalatnya (seseorang yang) sendirian. Dan shalatnya seorang laki-laki (yang berjamaah) bersama dengan dua orang laki-laki lebih bersih lagi di sisi Allah daripada shalat berjamaah dengan satu oang laki laki"

Dan begitu seterusnya, semakin banyak peserta jamaah smakin banyak pula pahala yang diterima.

Apabila kita mengingat makna (arti) ini (yaitu, makna kalimat dalam riwayat di atas, ed), kemudian kita melihat akibat dari penetapan kebolehan mengulangi kembali shalat jamaah di dalam satu masjid yang punya imam dan mu'adzdzin tetap, akibatnya sangat buruk sekali bila diukur dengan hukum Islam (yang telah kita paparkan sebelumnya), yaitu shalat jamaah hanya satu kali. Kerana berpendapat, bahwa shalat jamaah itu boleh didirikan berulang ulang di dalam satu masjid yang ada imam dan muadzdzin ratib (tetap) nya bisa mengarah pada sedikitnya jamaah peserta shalat jamaah yang pertama. Hal ini tentu bertentangan dengan ajakan yang bisa kita petik dari hadits:

"Artinya : Shalat seorang laki-laki dengan laki-laki lain itu lebih bersih dari shalat seorang laki-laki yang sendirian saja"

Karena hadits ini memotivasi agar jamaah bisa banyak pesertanya, begitu pula, pendapat yang membenarkan bolehnya mengulang (menyelenggarakan kembali) shalat jamaah di satu masjid,.niscaya bakal menciptakan kondisi peserta jamaah itu kecil, dan jelas sekali bakal memecah belah persatuan kaum muslimin.

Sekali lagi, kita dituntut melihat secara jernih, bahwa penyebutan harus mengingat hadits Ibnu Mas'ud (dalam shahih Muslim) semisal dengan hadits Abu Hurairah:

"Artinya : Aku berkeinginan menyuruh seseorang untuk menjadi imam shalat
di masjid... dan seterusnya"

Hadits ini, (ashbabulwurudnya), berkenaan dengan orang-orang yang menyelisihi shalat Jum'at. Kita mengetahui bahwa lbnu Mas'ud melepaskan kata ancaman (mestinya berdasar ancaman Nabi, ed) terhadap setiap orang yang meninggalkan jamaah. Baik jamaah Jum'at atau jamaah lainnya. Kita pun mengetahui bahwa sesungguhnya shalat jamaah Jum'at dan shalat jamaah lainnya sama. Sama di dalam berjamaahnya dan ada ancamannya. Hal itu menunjukkan tidak ada jamaah untuk kedua kalinya bagi kedua shalat tersebut.

Untuk shalat Jum'at, sampai sekarang orang masih menjaga pesatuannya. Tidak ada yang berpendapat bahwa Jum'at itu secara syariat bisa dilaksanakan dua atau tiga kali di dalam satu masjid, dan semua ulama dari golongan (madzhab) manapun sepakat akan hal itu. Oleh itu, kita bisa melihat masjid-masjid itu penuh sesak dengan jamaah di hari Jum'at. Meskipun, kita juga tidak melupakan, dan ingat secara pasti, bahwa di antara sebab meluapnya masjid-masjid di saat jamaah Jum'at itu di antaranya kerana yang hadir bukan hanya yang biasa melakukan jamaah di masjid itu. Namun, kita pun tidak ragu pula bahwa penuhnya masjid pada hari Jum'at itu kerana orang Islam tidak membiasakan mendirikan shalat Jum'at lagi setelah shalat Jum'at pertama dilaksanakan. (alhamdulillah).

Jadi kalau umat Islam, misalnya mendirikan jamaah selain Jum'at sama persis dengan mendirikan jamaah Jum'at seperti pada zaman Rasulullah, kita pasti bias melihat bagaimana penuhnya masjid masjid itu dengan jamaahnya. Oleh kerana orang-orang yang rindu akan shalat berjamaah, di dalam hatinya tidak ingin ia ketinggalan jamaah, lantaran tidak mungkin ia bias mendirikan jamaah baru. Kemudian semacam ini bias mendorong mereka untuk betul-betul melaksanakan jamaah tepat waktu dengan sebaik-baiknya.

Sebaliknya, (tidak dimilikinya keyakinan seperti ini) jiwa seorang muslim akan menganggap ringan bila ia ketinggalan jamaah, kerana ia pun akan bisa menutup dengan jamaah yang kedua, ketiga sampai kesepuluh misalnya. Cara pandang demikian itu akan melemahkan kehendak dan semangat diri untuk mnghadiri jamaah.

Dan Pembahasan Berikutnya.

Pertama.
Kita perlu memperjelas bahwa para ulama yang berpendapat tidak disyariatkannya jamaah kedua, seperti yang telah diterangkan di awal artikel ini, dan andai terpaksa dilakukan hukumnya makruh, adalah jumhur para imam salaf, termasuk di datamnya Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan lmam Syafi'i. Adapun lmam Ahmad dalam salah satu riwayat dan dalam riwayat lain yang dibawa oleh seorang muridnya yang bemama Abu Dawud As-Sijistani di dalam kitabnya Masa-il al-lmam Ahmad, Imam Ahmad berkata:

"Sesungguhnya mengulang jamaah di dalam dua masjid al-Haramain (masjid at-haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah) hukumnya sangat makruh (dibencl)"

Hal ini dilihat dari keutamaan. (Maksudnya, ucapan Imam Ahmad di bahagian awal artikel ini memberikan gambaran kepada kita), bahawa kemakruhan jamaah ulang di masjid-masjid lain juga ada. Tapi, kemakruhan itu bisa lebih berat apabila jamaah ulang itu dilakukan di masjid Makkah ataupun Madinah. Jadi riwayat dari lmam Ahmad ini bisa bertemu (sama) pula dengan pendapat para imam yang tiga: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi'i.

Kedua.
Ada riwayat lain dari Imam Ahmad, yang riwayat ini masyhur di kalangan pengikutnya, pada intinya lmam Ahmad.dan pengikut-pengikutnya daripada ahli tafsir membawakan hadits yang diriwayatkan oleh lmam Tirmidzi, lmam Ahmad sendiri dan lain-lainnya dari kalangan shahabat Abu Sa'id al-Khudri:

"Artinya : Ada seorang lelaki masuk masjid dan Rasul Allah sudah selesai berjamaah shalat. Di sekitar Rasul waktu itu masih ada beberapa shahabat. Maka, Rasul Allah melihat lelaki itu akan melakukan shalat sendiri. Kemudian Rasul Allah bersabda, Adakah seseorang yang bisa bersedekah kepadanya ?, Kemudian ada seorang laki-laki berdiri, lantas shalat bersamanya. Maka(seseorang itupun) shalat bersamanya"

Dalam satu riwayat yang dibawakan oleh lmam Abu Bakar al-Baihaqi datam kitab Sunan al-Kubra menjelaskan, bahawa laki-laki yang bersedekah dimaksud adalah shahabat Abu Bakar. Tetapi, riwayat ini dhaif sanadnya. Adapun yang shahih adalah riwayat yang tidak menyebutkan nama laki-laki dimaksud.

Kemudian ada yang berhujjah dengan hadits ini bahwa jamaah kedua (ketiga dan seterusnya) boleh dengan alasan: "Rasul Allah telah setuju adanya jamaah kedua.

Jawaban terhadap pendapat ini, yang berdalil dengan hadits di atas dalah: 'Kita harus memperhatikan bahawa jamaah yang diterangkan dalam hadits itu bukan jamaah yang kita persoalkan. Karena, jamaah yang termuat di dalam hadits itu jamaahnya seorang yang masuk masjid setelah masjid itu selesai digunakan untuk shalat jamaah. Dan lagi, orang itu pun akan melakukan shalat sendiri. Setelah Rasul Allah melihat yang demikian itu, Rasul Allah meminta para shahabat di dekatnya yang sudah shalat berjamaah bersama beliau kiranya ada yang mau bersedekah untuknya. Kemudian ada yang bangkit menuruti perintah Rasul, dan dia melakukan shalat nafilah (sunnah).

Begitu yang terjadi. ltu merupakan jamaah yang terdiri dari dua orang, satu imam dan satu makmum. Imam melakukan shalat fardhu dan yang makmum melakukan shalat sunnah. Maka, siapakah yang berkeyakinan bahwa hal ini jamaah? Seandainya tidak ada yang bershalat sunnah, tentu tak akan ada jamaah. Kalau begitu, jamaah semacam itu namanya berjamaah tathawwu' dan tanafful, bukan jamaah (shalat) fardhu. Padahal perselisihan pendapat tentang jamaah ini, persoalannya berputar pada jamaah shalat fardhu yang dilakukan jamaah, persoalannya berputar pada jamaah shalat fardhu yang dilakukan untuk kedua kalinya di satu masjid (yang ada imam ratibnya dan mu'adzdzin). Oteh kerana itu mengambil dalil dengan hadits Abi Sa'id dan ditempatkan dalam kerangkan perselisihan tentu tidak bisa dibenarkan. Apalagi bila dikuatkan dengan kalimat hadits:

"Artina : Adakah seseorang yang mau bersedekah kepadanya ? Maka, (sesearang itupun) shalat bersamanya".

Kejadian ini terjadi karena adanya orang yang bersedekah dan yang disedekahi. Seandainya kita tanyakan kepada orang yang sangat sedikit pemahaman dan ilmunya, siapa (dari dua orang ini) yang bersedekah dan yang disedekahi dalam peristiwa ini?

Maka, jawabnya pasti orang yang besedekah ialah orang yang melakukan shalat lagi, yang sebelumnya sudah shalat berjamaah dibelakang Rasuluilah, dan orang yang disedekahi adalah orang yang datang belakangan sehabis jamaah Rasulullah.

Pertanyaannya itu sendiri apabila kita lemparkan ke dalam masalah jamaah yang diperselisihkan kebolehannya, (misalnya) ada enam atau tujuh orang masuk masjid secara bersamaan dan menemukan imam sudah selesai melakukan jamaah shalat. Kemudian salah satu dari mereka maju ke depan (untuk menjadi imam sedang lainnya di belakang mengatur diri dalam posisi makmum), dan mereka mendirikan jamaah kedua.

Pertanyaan, siapa di antara mereka yang bersedekah dan siapa pula yang disedekahi?

Pertanyaan ini tidak akan mampu dijawab oleh siapa pun, sebagaimana menjawab (contoh) pertanyaan pertama. Jamaah shalat yang ini dilakukan setelah imam dan makmum di masjid itu selesai melakukan shalat jamaah fardhu. Jadi, dalam hal ini tidak ada yang bersedekah dan tidak ada pula yang disedekahi.

Bedanya jelas sekali. Dalam contoh pertama, orang yang bersedekah adalah laki-laki yang (shalat) nafilah (sunnah) yang sudah shalat bersama Rasul Allah yang tentunya mendapatkan nilai tambah (pahala) sebanyak dua puluh tujuh derajat. Jadi dia bisa disebut orang kaya. Kerana kemampuannya pula dia bisa bersedekah kepada orang lain dan kepada yang menjadi imam (melalui shalat sunnah dengan bermakmum di belakang orang yang shalat sendirian). Kalau tidak begitu, orang itu akan shalat sendiri. Dia miskin, dan dia memerlukan orang yang bisa memberi sedekah padanya. Sebab, dia tidak bisa mengupayakan orang yang bisa memberi sedekah.

Dalam contoh ini, jelas ada orang yang memberi sedekah dan ada yang diberi sedekah. Adapun yang kita perselisihkan tidak demikian. Rombongan yang datangng setelah selesai jamaah shalat di masjid, semuanya fakir, semuanya ketinggalan jamaah pertama (bersama imam). Jadi kalau kita bersandar dengan:

"Adakah seseorang yang mau bersedekah kepadanya. Maka (seseorang itu pun) shalat bersamanya"

Hal itu tidak bisa tepat. Perumpamaan ini tidak sah untuk dijadikan dalil bagi peristiwa kedua (yaitu, bagi serombongan orang melakukan shalat jamaah kedua).

Sisi pengambilan dalil lainnya yang mereka bawakan adalah sabda beliau:

"Artinya : Shalat berjamaah dibanding shalat sendiri, keutamaannya dua puluh tujuh derajat"

Mereka mengambil dalil ini, berdasarkan pemahaman bahwa al pada kalimat al-Jamaah adalah li as-syumul (bagi keseluruhan). Artinya, bahwa semua shalat jamaah (baik pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, ed) di dalam satu masjid memperoleh keutamaan bila dibandingkan shalat sendirian.

(Untuk mengomentari itu) kami akan mengatakan berdasarkan dalil terdahulu: Sesungguhnya al di sini bukan untuk keseluruhan, akan tetapi al dimaksud adalah li al-'ahdi (untuk penunjukan). Maksudnya, menunjuk kepada shalat jamaah sebagaimana disyariatkan Rasul Allah yang semua manusia dihasung kepadanya. (Bahkan), beliau mengancam orang-orang yang meninggalkannya dengan ancaman akan membakar rumah-rumah mereka dan Rasul Allah juga memberikan sifat kepada orang-orang yang meninggalkannya dengan sebutan munafiqin. Adalah shalat jamaah yang memiliki keutamaan dibanding shalat sendiri, yaitu shalat jamaah yang pertama. Wallahu Ta'ala a'lam.

[Disalin dari buku HUKUM SHALAT JAMA'AH KEDUA, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Dinukil dari Rubrik Masa'il... Wa Ajwibatuha Majalah Al-Ashalah Edisi 15 Rajab 1415H, Penerjemah Musta'in Masyhur, Penerbit Yayasan Al-Madinah]

Sumber: www.almanhaj.or.id
read more “HUKUM SHALAT JAMA'AH KEDUA”

LAU KAANA KHAIRAN LASABAQUUNAA ILAIHI, Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan


Penulis            : Abdul Hakim bin Amir Abdat
Penerbit          : Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan
Harga              : Rp 70.000
Deskripsi        : HC
Inilah sebuah risalah yang berbicara tentang sebagian dari KAIDAH-KAIDAH SYARA’ (AGAMA) yang masuk ke dalam bagian MANHAJ (cara beragama) yang sangat luas dan dalam sekali:

“Kalau sekiranya perbuatan itu baik, tentulah para Shahabat telah mendahului kita mengamalkannya”

Peganglah kuat-kuat kaidah yang besar dan agung ini, sehingga engkau tidak akan mengerjakan sesuatu pun ibadah yang tidak diyakini dan diamalkan oleh para Shahabat.

Patulah kaidah yang besar ini dihafal oleh setiap muslim untuk menghancurkan berbagai macam bid’ah yang orang sandarkan dan masukan ke dalam agama Allah yang mulia ini, Al-Islam. Seperti perkataan yang sering kita dengar ketika dikatakan kepada mereka dan dibawakan nash Al-Kitab dan Sunnah dan perkataan para Ulama, bahwa keyakinan yang mereka yakini atau perbuatan yang mereka lakukan itu bid’ah, mereka menjawab dengan jawaban yang lebih lemah dari sarang laba-laba, yaitu:

“Bukankah peringatan maulid, isra’ mi’raj, nuzulul qur’an, tahun baru hijriyyah itu satu perbuatan yang sangat baik yang di dalamnya terdapat peringatan dan pelajaran?”

“Bukankah dzikir berjama’ah yang sekarang sedang marak-maraknya itu satu perbuatan yang sangat baik dalam rangka mengajak manusia untuk kembali berdzikir mengingat Allah?”

Maka jawablah wahai Ahlus Sunnah, dengan kaidah besar di atas yang patut ditulis dengan tinta emas! Katakan kepada mereka:
Kalau sekiranya perbuatan itu baik, tentulah para Shahabat telah lebih dahulu mengamalkannya. Karena, tidak ada satu pun amalan yang masuk ke dalam bagian ibadah yang tidak diamalkan oleh para Shahabat radhiyallahu ‘anhum.
read more “LAU KAANA KHAIRAN LASABAQUUNAA ILAIHI, Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan”

Menanti Buah Hati & Hadiah Untuk Yang Dinanti, Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan


Penulis            : Abdul Hakim bin Amir Abdat
Penerbit          : Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan
Harga              : Rp 100.000
Deskripsi        : HC
Kitab ini membahas sebagian besar ahkaamul maulud (hukum-hukum anak) dengan pengambilan dari dua dasar hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan hadist-hadist yang sah (shahih atau hasan) bersama perkataan ahli ilmu dari para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, Imam Yang Empat dan lain-lain.

Diantara pembahasan ilmiahnya ialah tentang bahaya membatasi kelahiran dan menjarangkannya tanpa sebab yang dibenarkan oleh Syara’ (Agama), hukum tentang ‘azal, aborsi, adopsi, hamil di luar nikah, nama-nama yang baik dan terbaik untuk anak, ‘aqiqah serta khitan. Dan secara khusus, siding pembaca yang terhormat diajak penulis untuk mengenal pendidikan anak di dalam Islam yang merupakan fasal terpanjang di dalam buku ini.

Masalah-masalah fiqhiyyah dan khilafiyyah yang sebagiannya di-tarjih oleh penulis.

Beberapa kaidah agama yang sangat penting dan sejumlah faedah dari ayat dan hadist bertebaran di dalam kitab ini.

Bantahan terhadap sebagian tokoh yang membolehkan perempuan sebagai pemimpin.

Barangkali kitab ini adalah yang pertama dalam bahasa Indonesia yang membahas sebagian besar hukum-hukum anak selain kitab-kitab terjemahan seperti kitab Tuhfatul Maudud bi Akhaamil Maulud oleh Imam Ibnul Qayyim.
read more “Menanti Buah Hati & Hadiah Untuk Yang Dinanti, Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan”

Minggu, 20 Februari 2011

ZINDIQ (MUNAFIQ) Madrasah Orientalis atau Yahudi Gaya Baru, Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan


Penulis            : Abdul Hakim bin Amir Abdat
Penerbit          : Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan
Harga              : Rp 25.000
Deskripsi        : SC
Inilah sebuah risalah ilmiyyah dalam membongkar kaum zindiq (=munafiq)…

Sebuah madrasah besar Orientalis atau Yahudi gaya baru dalam gerakan kaum zanaadiqah (munafiqun) bersama para pengikutnya dan mereka yang terkena syubhat (kerancuan)nya dalam memurtadkan umat Islam…

Sebuah gerakan yang telah tersebar hamper di semua negeri Islam khususnya di negeri ini (Indonesia)…

Sebuah gerakan kekufuran dalam membatalkan syari’at Islam…
read more “ZINDIQ (MUNAFIQ) Madrasah Orientalis atau Yahudi Gaya Baru, Maktabah Mu’awiyah bin Abi Sufyan”

Sabtu, 19 Februari 2011

Kalau Mau Pacaran, yang “Islami” Saja !!!

ahmadsabiq.com
Kata sebagian orang : “Sulit untuk menjelaskan sesuatu yang sudah jelas”. Istilah pacaran adalah sebuah istilah yang sudah sangat akrab ditelinga serta lengket dalam pandangan mata. Namun saya masih agak kesulitan untuk mendefinisikannya. Mudahan-mudahan tidak salah kalau saya katakan bahwa setiap kali istilah ini disebut maka yang terlintas dibenak kita adalah sepasang anak manusia –tertama kawula muda dan para remaja- yang tengah dilanda cinta dan dimabuk asmara, saling mengungkapkan rasa sayang, cinta dan rindu, yang kemudian akhirnya biduk ini akan menuju pada pantai pernikahan. Inilah paling tidak anggapan dan harapan sebagian pelakunya. Namun ada satu hal yang banyak luput dari banyak kalangan bahwa segala sesuatu itu ada etika dan aturannya, kalau masuk terminal saja ada aturannya, akankah masalah cinta yang kata sebagian orang “suci” ini tanpa aturan ???
.
Cinta Tabiat Anak Manusia: Jangan Dibunuh, Jangan pula Diumbar!
Alloh Ta’ala berfirman :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآَبِ
“Dijadikan indah dalam pandangan manusia kecintaan pada apa-apa yang dia ingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia. Dan disisi Alloh lah tempat kembali yang baik.”
(QS. Ali Imron  : 14)
Inilah tabiat dan fithroh kita sebagai anak Adam. Anak cinta orang tua, orang tua cinta anak, kita cinta pada uang, kaum hawa cinta pada perhiasan  de el el. Begitu pula cinta pada lawan jenis, semua diantara kita yang laki-laki mencintai wanita dan yang wanita cinta laki-laki, barang siapa yang tidak memilikinya maka dipertanyakan kejantanan dan kefemininannya. Setuju nggak ???
.
Bila si Cinta dengan Gaun Merah Jambu itu Hadir!!
Saya tidak tahu persis sejak kapan warna merah jambu dan daun waru dinobatkan sebagai lambang cinta, apapun jawabannya, itu tidak terlalu penting bagi kita. Namun yang sangat penting adalah bahwasannya bila masa kanak-kanak itu telah beranjak pergi meninggalkan kehidupan kita, lalu kitapun menyandang predikat baru sebagai remaja untuk menyongsong kehidupan manusia dewasa yang mandiri. Ada sesuatu yang terasa hadir mengisi indahnya hidup ini. Itulah cinta. Yang jelas cinta ini bukan lagi cinta pada mainan atau jajan bungkusan anak-anak, namun cinta pada sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya. Saat itu tersenyumlah seraya berucap : “Selamat datang cinta.”
.

Kasihan si Cinta: Sering Dijadikan kambing Hitam!
Cinta adalah sesuatu yang agung, Dengan cinta seorang yang pengecut menjadi pemberani, orang yang bakhil menjadi dermawan, yang bodoh menjadi pintar, menjadikan orang pandai merangkai kata dan tulisan. Begitulah kira-kira yang diungkapkan para dokter cinta. Oleh karena jangan salahkan cinta, kasihan dia. Bukankah karena cinta seseorang bisa masuk sorga. Suatu hari ada seseorang bertanya kepada Rosululloh tentang kapan terjadi hari kiamat, namun beliau malah balik bertanya : “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya ?” Dia menjawab : .”Cinta Alloh dan Rosul Nya.” maka beliaupun menjawab : “Engkau bersama orang yang engkau cintai.” Maka Anas bin Malik perowi hadits ini pun berseru gembira : “Demi Alloh, Saya mencintai Rosululloh, Mencintai Abu Bakr dan Umar, maka saya berharap untuk bisa bersama mereka disurga,” (Bukhori Muslim)
Cinta itu akan menjadi sangat agung kalau diletakkan pada tempatnya, namun bisa menjadi bencana kalau disalah gunakan. Oleh karena itu berhati-hatilah.
.
Cinta kepada Alloh: Rabb Semesta Alam
Cukuplah bagi kita merenungi ayat berikut :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Sesunguhnya orang-orang yang beriman yaitu adalah orang-orang yang ketika disebut nama Alloh maka bergetarlah hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayatnya maka bertambahlah iman mereka karenanya. Dan kepada Robbnya mereka bertawakkal.”
(Al Anfal : 2)
Bertanyalah pada diri kita masing-masing, hatimu bergetar saat disebut nama-Nya ataukah nama nya ???  “Mintalah fatwa pada dirimu sendiri” begitulah kata Rosululloh.
Bukankah cinta ini yang menjadikan Handlolah meninggalkan malam pertamanya untuk pergi perang lalu meninggal dalam keadaan masih junub ? Bukankah cinta ini yang menjadikan Bilal bin Robah mampu menahan derita yang tak terkira ? begitu pulalah Ammar bin Yasir, Kholid bin Walid dan lainnya.
.
Cinta Kepada Rasululloh
Lelaki agung itu, yang meskipun beliau sudah meninggal 14 abad yang lalu , namun masih kita rasakan cinta dan kasihnya. Lihatlah gambaran Al Qur’an ini :

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sungguh telah datang pada kalian, seorang rosul dari kalangan kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan keselamatan bagi kalian, amat belas kasihan, lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
(At Taubah : 128)
oleh karena itu tidak mengherankan kalau beliau bersabda :
“Tidak sempurna keimanan salah seorang diantara kalian sehingga saya lebih dia cintai dari pada cintanya pada orang tuanya, anak-anaknya dan semua manusia.”(Bukhori Muslim)
Cinta pada sunnahnya, itulah bentuk cinta pada beliau. Sangat ironis sekali ummat islam sekarang yang mana setiap kali disebut sunnah beliau, maka mereka dengan langsung memprotes : “Kan Cuma sunnah ???” lalu kalau tidak sunnah beliau mau sunnah siapa ???
Firman Alloh :
“Sungguh ada bagi kalian pada diri Rosululloh suri tauladan yang baik.”
.
Cinta karena Alloh
Akhi, Ukhti, saya mencintaimu karena Alloh.” Begitulah Rosululloh mengajarkan ummatnya untuk cinta ada orang lain karena Alloh, dalam artian kalau orang itu semakin membuat kita dekat pada Nya maka cintailah dia, dan begitu pula sebaliknya kalau ada orang yang semakin menjauhkan kita dari Nya, maka jauhilah dia. Bukankah orang yang melakukannya akan merasakan manisnya iman dan akan mendapatkan mimbar cahaya yang diingingkan oleh para Nabi dan Syuhada’ ???
Mencintai tokoh idola anda, juga lakukan atas dasar cinta pada Alloh dan Rosulnya.
.
Itulah Agungnya Cinta: Jangan Diperkosa!
“Pemerkosaan arti cinta” -maaf kalau kalimat ini kedengaran kasar- namun itulah kenyataannya. Betapa banyak wanita yang menyerahkan mahkota hidupnya kepada orang yang belum berhak lalu dia berucap ini sebagai tanda cintaku padanya, sebaliknya betapa banyak kaum laki-laki yang harus melakukan kemaksiatan atas nama cinta. Subhanalloh !!! akankah cinta kita pada Alloh Dzat yang Maha Agung dikalahkan oleh cinta pada seseorang yang berasal dari air mani yang kotor, saat hidupnya selalu membawa kotoran, dan saat meninggal pun akan berubah menjadi sesuatu yang sangat menjijikkan ??? Malulah pada Nabiyulloh Yusuf Alaihis Salam, yang mampu mempertahankan kehormatannya dihadapan seorang wanita cantik, kaya raya, bangsawan lagi. Jangan engkau berkata : “Diakan seorang Nabi ?.” karena kisah serupa pun dialami oleh  Abdur Rohman bin Abu Bakr, Muhammad al Miski dan lainnya
.
TIDAK!!! Islam Tidak Mengharamkan Cinta, Islam Hanya Mengaturnya!
Islam sebagai agama paripurna, tidak membiarkan satupun masalah tanpa aturan. Lha wong cara berpakaian, mandi, buang air dan hal-hal kecil lainnya ada aturanya, maka bagaimana mungkin urusan cinta yang menjadi keharusan hidup manusia normal akan tanpa aturan. Itu mustahil. Benarlah Salman Al Farisi tatkala ditanya : “Apakah nabimu sudah mengajarkan segala sesuatu sampai masalah adab buang air besar ? maka beliau menjawab : Ya, Rosululloh sudah mengajarkannya, beliau melarang kami untuk menghadap dan membelakangi kiblat dan memerintahkan kami untuk beristinjak dengan tiga batu dan melarang kami untuk beristinjak dengan kotorang dan tulang.”
Alloh Berfirman :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada Hari ini telah kusempurnakan agama kalian, dan telah Ku sempurnakan nikmatku kepadamu dan Aku rela islam sebagai agamamu.”
(Al Maidah : 3)
Oleh karena itu kalau mau bercinta alias pacaran, saya tawarkan sebuah ‘pacaran islami’ biar berpahala. Setuju nggak ??? selamat mencoba !!!
Ada beberapa aturan yang harus dipenuhi kalau mau berpacaran yang ‘islami’ yaitu :
.
1.Menutup aurot
Firman Alloh Ta’ala :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min “Hendaknya mereka menjulurkan pakaiannya keseluruh tubuh mereka” yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu.”
(QS. Al Ahzab : 59)
Bahkan saking pentingnya masalah ini, Rosululloh juga mengaturnya walaupun antar jenis.
Dari Abu Said Al Khudri berkata  : “Rosululloh bersabda :
“Janganlah seorang laki-laki itu melihat aurat laki-laki dan jangan seorang wania melihat aurat wanita.”
(H.R. Muslim)
.
2.Menundukkan pandangan
Firman Alloh Ta’ala :
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آَبَائِهِنَّ أَوْ آَبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada orang-orang mu’min laki-laki agar mereka menundukkan sebagian pandangan mereka serta menjaga kemaluan mereka.”
“Dan katakan kepada para wanita mu’minah, agar mereka menundukkan sebagian pandangan mereka dan menjaga farji mereka.”
(QS. An Nur : 30,31)
Dari Jarir bin Abdillah berkata : “Saya bertanya pada Rosululloh tentang pandangan yang mendadak tak sengaja, maka beliau memerintahkanku untuk memalingkan pandangan itu.” (Muslim)
.
3.Tidak bersolek ala jahiliyah
Firman Alloh Ta’ala :

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan menetaplah kalian dalam rumah-rumah kalian, dan janganlah bersolek seperti bersoleknya orang-orang jahiliyah yang dahulu.”
QS. Al Ahzab : 33)
Dari Abu Huroiroh berkata : “Rosululloh bersabda : “Ada dua golongan manusia ahli neraka yang saya belum pernah melihatnya, yang pertama : orang-orang yang memegang cambuk untuk memukul orang lian, yang kedua : Para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka berlenggak lenggok, kepala mereka seperti punuk unta. Mereka tidak akan pernah masuk surga dan tidak akan mendapatkan bau surga, padahal bau surga itu dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.”
(Muslim)
Alangkah meruginya orang yang semacam ini !!!
.
4.Ada pembatas antara laki-laki dan wanita
Firman Alloh Ta’ala :

وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ

Dan apabila kalian meminta sesuatu pada mereka (para istri Rosululloh ) maka mintalah dari balik hijab. Karena yang demikan itu lebih suci bagi hati kalian serta bagi hati mereka.”
(QS.Al Ahzab : 53)
.
5.Jangan berdua-duaan, karena yang ketiganya adalah setan
Begitulah kira-kira bunyi hadits Rosululloh riwayat imam Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Huroiroh dengan sanad hasan
.
6.Jangan lembutkan ucapan
Firman Alloh Ta’ala :

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا

Janganlah kalian (Para wanita) melembutkan ucapan, sehingga akan rakus orang-orang yang punya penyakit hati, namun ucapkanlah yang baik.” (QS. Al Ahzab : 32)
.
7.Kulitmu masih haram bagiku
Dari Ma’qil bin Yasar berkata : Rosululloh bersabda :
“Seandainya ditusuk pada kepala salah seorang kalian dengan jarum besi panas, maka itu lebih baik dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.”
(HR. Thobroni, Lihat As Shohihah : 226)
.
  • Saudaraku, kalau anda mampu memenuhi syarat ini, teruskan pacaran anda.
  • Namun kalau tidak, maka pilihlah engkau lebih mencintai dia ataukah Alloh yang telah menciptakanmu, memberimu rizqi, melimpahkan kasih sayangNya padamu  dan memberimu hidayah menjadi orang islam ???
  • Segera tinggalkan transaksi harammu itu, sebelum kemurkaan Alloh benar-benar datang. Atau saya punya usul , bagaimana kalau engkau cepat-cepat menikah, itupun kalau engkau sudah siap. Bagaimana ???
.

STOP!! Ini Bukan Area Anda! Jangan Berzina!!
Jangan ada yang berfikir bahwasannya yang terlarang dalam islam hanyalah zina dalam pengertian masuknya timba dalam sumur sebagaimana bahasa hadits Rosululloh. Namun yang terlarang adalah semua hal yang mendekati pada perzinaan tersebut. Perhatikanlah firman Alloh :
“Janganlah kalian mendekati zina”
Juga Sabda Rosululloh saw :
“Sesungguhnya Alloh telah menetapkan pada setiap anak adam bagianya dari zina yang pasti akan menemuinya, zinanya mata adalah memandang, zinanya lisan adalah berucap, jiwa dengan berharap dan berkhayal, yang semua itu dibenarkan atau didustakan oleh kemaluan.”
(Bukhori Muslim)
.
Hamil dulu baru nikah atau nikah dulu baru hamil?
Hamil setelah pernikahan yang sah adalah sebuah kebanggaan dan keagungan, semua orang yang memasuki biduk pernikahan pasti menginginkan kehamilan istrinya. Banyak klinik yang  mengaku bisa mengobati kemandulan adalah salah satu buktinya.
Di sisi lain, wanita yang hamil tanpa tahu harus kemana dia harus memanggil “Suamiku” akan sangat gelisah.
Masyarakat yang terkadang dholim akan bisa dengan segera memaafkan laki-laki yang berbuat kurang ajar itu, namun tidak terhadap wanita. Dia akan menanggung aib itu sepanjang zaman dan akan terkenallah ia sebagai wanita yang tidak bisa menjaga kehormatannya.
Begitulah yang dikatakan oleh Syaikh Ali Ath Thonthowi.
Kalau dia menikah kelak, bukankah suaminya akan dengan mudah mengatakan : “Sudah berapa laki-laki yang tidur denganmu sebelum menikah denganku ?
Anak yang terlahir, dia akan terlahir sebagai anak yang tidak di harapkan kehadirannya, Tidak ada sentuhan kasih dan sayang.
Dari sisi Fiqh, Imam Ahmad bin Hambal dan lainnya mengatakan bahwa wanita hamil dari hasil perzinaan tidak boleh dinikahi selama hamil, dan kalau sudah terlanjur dinikahi maka harus diadakan pernikahan ulang.
.
Peringatan Penting Bagi yang masih Punya hati…
Anda kepingin mendapatkan seorang pasangan hidup yang baik, setia, sholih dan sholihah ??? perhatikanlah resep Ilahi ini :
لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Wanita yang jelek untuk laki-laki yang jelek, lelaki yang jelek untuk wanita yang jelek, begitu pula dengan wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik.”
(QS. An Nur : 26)
Kata para ulama’ : “Balasan itu sejenis dengan amal perbuatannya.”
  • Akan menjadi sebuah mimpi disiang bolong kalau anda menginginkan istri seperti Fathimah binti Abdul Malik kalau anda tidak bisa menjadi Umar bin Abdul Aziz.
  • Jangan pula mimpi bersuamikan Ali bin Abi Tholib kalau engkau tidak menjadi Fathimah binti Muhammad. Perbaikilah dirimu dahulu sebelum engkau berharap mendapatkan pasangan hidup yang engkau idamkan !!!
.

Jangan Katakan ini!
Jangan engkau berkata padaku :
“Aku berpacaran kan untuk tahap penjajagan, biar saling memahami karakter masing-masing, sehingga tidak akan terjadi penyesalan setelah memasuki maghligai pernikahan, karena bagaimanapun juga kegagalan dalan berpacaran jauh lebih ringan daripada kegagalan dalam pernikahan.”
Jangan engkau katakan itu padaku, karena itu hanyalah topengmu belaka.
  • Tanyalah pada dirimu sendiri apakah engkau selama pacaran, mencoba untuk memahami masing-masing dan belajar untuk menjadi suami istri yang baik?
  • Ataukah yang engkau lakukan adalah berusaha menjadi baik saat berada dekat sang pacar? Bukankah ini sebuah penipuan kepribadian ??? persis kayak penjual yang takut ditinggal pembeli, yang mana ia harus berusaha untuk tampil lebih baik dari yang sebenarnya.
  • Lalu apa yang engkau sisakan nanti kalau memasuki dunia pernikahan, bukankah semuanya sudah engkau rasakan ? saling memadu rasa kasih sayang, mengungkapkan rasa cinta, berjalan bareng, nonton bareng, rekreasi bareng, bahkan mungkin hubungan suami istripun sudah dilakukan. Lalu apa yang akan engkau sisakan setelah menikah ??? malam pertamamu akan terasa hambar, tidak ada yang beda pada malam itu karena semua sudah dilakukan, bahkan mungkin akan terasa pahit, karena selama ini engkau berhubungan bukan cuma berdua, tapi bertiga, Yah …. Engkau bersama setan yang selalu membumbui semua kemaksiatan menjadi kenikmatan.
Bandingkan dengan yang malam pertamanya adalah benar-benar malam pertama. Dan bulan madunya benar benar semanis madu. Ah !!! saya tidak mau terlalu jauh mengenang masa-masa indah itu ….. kasihan yang belum nikah, he… he …
.
Jangan Anggap Ini Keras!
Mungkin ada diantara kalian yang berkata : “ustadznya terlalu keras.”
Wahai saudaraku seiman !!! cobalah renungkan kembali ayat-ayat dan hadits diatas dengan pikiran jernih, kepala dingin dan penuh rasionalitas, lalu ambilah kesimpulan, manakah yang keras ??? bukankah itu semua tuntutan syariat agama yang kita anut bersama ?
Atau jangan-jangan engkau sedang kena penyakit mag sehingga nasi yang lembek pun terasa keras, itulah kemungkinan yang paling dekat. Hatimu sedang berpenyakit, sehingga engkau merasa sakit dan keras dengan sesuatu yang sebenarnya lembek. Bukankah Rosululloh bersabda :
“Saya diutus untuk membawa syariat yang lurus dan mudah.”
(Bukhori Muslim)
Penutup
Dipenghujung tulisan ini, saya teringat bahwa beberapa hari lagi kita memasuki bulan Romadlon. Belajar dari orang yang berpuasa yang dia menahan lapar dahaga sehari penuh, namun saat berbuka, akan terasa sangat nikmat air putih meskipun tanpa gula.
Inilah puasa panjang syahwat kita, yang akan engkau rasakan nikmatnya tatkala engkau berbuka dimaghligai pernikahan.
Saat melalui puasa panjang ini laluilah dengan :
Banyak berdzikir, menyebut kebesaran Ilahi
Sabar dan sholatlah
Ikutilah kajian-kajian keagamaan
Bertemanlah dengan orang-orang sholih yang akan menolongmu tegar dalam jalan Nya
Sibukkan diri dengan aktivitas surgawi
Kalau masih kebelet juga, perbanyaklah puasa karena sesunguhnya puasa adalah benteng yang kokoh.
Ya Alloh, tunjukkanlah kepada kami sebuah kebenaran itu sebagai sesuatu yang benar dan berilah kami kekuatan untuk menjalankannya. Dan tunjukkanlah kepada kami sebuah kesalahan itu sebagai sesuatu yang salah dan berilah kami kekuatan untuk meninggalkannya.
Wa akhiru da’wana ‘anil Hamdi lillahi Robbil Alamin.
www.ahmadsabiq.com
read more “Kalau Mau Pacaran, yang “Islami” Saja !!!”