Ahlan Wa Sahlan

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuhu,
Ahlan wa sahlan, selamat datang di blog Toko Buku An-Naajiyah. Kunjungi toko kami di jln. Bangka Raya no D3-4, Perumnas 3 Bekasi. Dapatkan discount-discountnya. Atau dapat dipesan dengan mengontak kami di +6281219112152, +622170736246, E-mail gwsantri@gmail.com, maka barang akan dikirim ketempat tujuan setelah dikurangi discount dan ditambahkan ongkos kirim yang ditanggung oleh si pemesan. Kunjungi juga toko online kami di www.tb-an-naajiyah.dinomarket.com.

Pembayaran:
1. Bank Syariah Mandiri cabang Bekasi, no 7000739248, kode ATM Bersama 451, a.n Gusti Wijaya Santri.
2. Bank Muamalat cabang Kalimas Bekasi, no 0218913136, kode ATM Bersama 147, a.n Gusti Wijaya Santri

Pengiriman pesanan menggunakan JNE/Pos Indonesia/Indah Cargo/Pahala Kencana/jasa pengiriman yang disepakati.

Semoga kehadiran toko dan blog ini dapat memberikan manfa'at untuk Saya khususnya dan semua pengunjung pada umumnya.

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuhu

Banner

Selasa, 10 April 2012

Biografi Singkat Asy-Syaikh Al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah

Hits:

Pembaca yang budiman, agar semakin jelas siapa sebenarnya ulama yang dijadikan bulan-bulanan oleh suadara Idahram dalam buku hitamnya tersebut, maka berikut ini akan kami paparkan secara ringkas biografi Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Beliau adalah Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Buraid bin Muhammad bin Buraid bin Musyarrof bin Umar bin Mu’dhad bin Rais bin Zakhir bin Muhammad bin Alwi bin Wuhaib bin Qosim bin Musa bin Mas’ud bin Uqbah bin Sani’ bin Nahsyal bin Syaddad bin Zuhair bin Syihab bin Rabi’ah bin Abu Suud bin Malik bin Hanzhalah bin Malik bin Zaid Manah Ibni Tamim bin Mur bin Ad bin Thabikhah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
Adapun ibu beliau adalah Bintu Muhammad Azaz Al-Musyarrofi Al-Wuhaibi At-Tamimi.[1] Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Ilyas bin Mudhar, terus sampai kepada Nabi Ismail dan Ibrahim ‘alaihimassalam. Beliau berasal dari Bani Tamim, kabilah yang dicintai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, sebagaimana dalam riwayat berikut,

قَا ل أَبُو هُرَيْرَةَ لَا أَزَالُ أُحِبُّ بَنِى تَمِيمٍ مِنْ ثَلَاثٍ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ الله سَمِعْتُ رَسُولُ الله يَقُولُ هُمْ أَشَدُّ عَلَى الدَّجَّالِ قَالَ وَجَاءَتْ صَدَقَاتُهُمْ فَقَالَ النَّبِىُّ هٰذِهِ صِدَقَاتُ قَوْمِنَا قَالَ وَكَانَتْ سَبِيَّةٌ مِنْهُمْ عِنْدَ عَائِشَةَ فَقَالَ رَسُوْلُ الله أْتِقِيهَا فَإِنَّهَا مِن ْوَلَدِ إِسْمَعاِيلَ

“Abu Hurairah berkata, aku selalu mencintai Bani Tamim karena tiga perkara yang aku dengarkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Mereka (Bani Tamim) adalah umatku yang paling keras terhadap Dajjal.’ Kata Abu Hurairah, ketika datang sedekah dari bani Tamim, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ini adalah sedekah dari kaum kita.’ Lalu Abu Hurairah, ada seorang tawanan (budak) wanita dari Bani Tamim milik Aisyah radhiallahu ‘anha, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Bebaskan dia, karena sesungguhnya dia adalah keturunan Nabi Ismail ‘alaihissalam.”  (HR. Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim)[2]

Beliau dilahirkan pada tahun 1115 H/1703 M di kota Uyainah pada sebuah rumah yang penuh dengan ilmu dan kemuliaan. Ayah, paman dan kakek beliau adalah seorang ulama terkemuka pada zamannya.
Beliau telah hafal Al-Qur’an sebelum sepuluh tahun, lalu beliau mulai belajar fikih kepada bapak dan pamannya sendiri sampai beliau menjadi sangat matang dalam bidang fikih, sehingga bapak beliau pun sangat kagum dengan kekuatan hafalannya.

Di samping itu beliau juga banyak menelaah kitab-kitab tafsir, hadits dan ushul. Beliau sangat giat menuntut ilmu tanpa mengenal waktu sampai beliau mampu menghafal berbagai macam matan ilmiah dalam berbagai bidang ilmu, di antara yang beliau hafal dalam ilmu bahasa Arab adalah Matan Alfiyyah Ibni Malik.

Di masa-masa belajar kepada bapak dan pamannya, beliau telah membaca kitab-kitab besar dalam mazhab Hanbali, seperti Asy-Syarhul Kabir, Al-Mugni dan Al-Inshof. Bahkan beliau sering terlibat dalam pembahasan yang mendalam bersama bapak dan pamannya dalam masalah fiqh pada kitab-kitab besar tersebut, karena menyelisihi matan Al-Muntaha dan Al-Iqna’. Pada masa ini pula beliau banyak membaca kitab-kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Al-Allamah Ibnul Qoyyim rahimahumallah.[3]

Setelah lama belajar dari bapak dan pamannya, beliau lalu melakukan perjalanan menuntut ilmu di sekitar Najd, Bashrah, Ahsaa, Makkah dan Madinah. Di Madinah beliau belajar kepada Al-Allamah Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim Asy-Syammari dan anaknya yang dikenal ahli dalam ilmu waris (farooidh), Asy-Syaikh Ibrahim Asy-Syammari rahimahumallah, penulis kitab, “Al-‘Adzbul Faaid fi Syarhi Alfiyatil Farooidh”. Dari kedua ulama inilah beliau diperkenalkan kepada seorang ulama ahli hadits yang terkenal, Asy-Syaikh Muhammad Hayat As-Sindi rahimahullah. Maka beliau pun belajar ilmu hadits dan rijalnya[4] secara lebih mendalam kepada Asy-Syaikh Muhammad Hayat As-Sindi, sampai beliau diberi ijazah[5] atas kitab-kitab induk hadits.[6]

Dari Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim Asy-Syammari beliau mendapat ijazah hadits al-musalsal bil awwaliyyah,[7] yaitu hadits:

الرَاحِمُونَ يَرحَمُهُمُ الرْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَاءِ

“Orang-orang yang penyayang disayangi oleh Allah Yang Penyayang, sayangilah penduduk bumi, niscaya yang di langit akan menyayangi kalian.” (HR. Al-Imam Ahmad dan Al-Imam Abu Daud)[8]

Pertama, Dari jalan Ibnu Muflih, dari Syaikhul Islam Ahmad bin Taimiyyah dan berakhir kepada Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumallah.
Kedua, Dari jalan Abdur Rahman bin Rajab, dari Al-Allamah Ibnul Qoyyim, dari gurunya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan juga berakhir kepada Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah.

Asy-Syaikh Abdullah bin Ibrahim Asy-Syammari juga memberikan ijazah periwayatan Shahih Al-Bukhari dan syarahnya, Shahih Muslim dan syarahnya, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, Sunan Abu Daud, Sunan Ibnu Majah, beberapa karya Ad-Darimi, Musnad Asy-Syafi’i, Muwattha’ Malik dan  Musnad Ahmad, dengan sanad bersambung sampai kepada penulisanya.

Ijazah yang sama dalam periwayatan hadits juga diberikan kepada beliau oleh Asy-Syaikh Ali Afandi Ad-Dagistani dan Asy-Syaikh Abdul Lathif Al-Ahsai rahimahumullah[9]. Demikianlah, beliau bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu sampai harus meninggalkan tanah kelahirannya demi untuk belajar dari para ulama kaum muslimin, hingga akhirnya beliau dapat meraih ilmu yang luas, bahkan secara khusus diberikan ijazah oleh guru-guru beliau.

Beliau meninggalkan karya tulis yang cuku banyak, di antaranya Kitab Tauhid, Tsalatsatul Ushul, Al-Qawa’idul Arba’, Sittatu Ushulin Azhimah Mufidah, Nawaqidul Islam, Ba’du Fawaaid min Suratil Fatihah, Masaail Jahiliyyah, Kasyfu Syubuhat, Mukhtasar Sirah Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Mukhtashar Fathul Bari, Ushulul Iman, Fadhlul Islam, Adabul Masyyillas Shollah, dll.

Alhamdulillah sebagian besar karya-karya beliau telah dicetak dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia, termasuk Bahasa Indonesia.
Demikian pula kajian-kajian (dalam bentuk ceramah) penjelasan kitab-kitab beliau sudah banyak tersebar baik dalam Bahasa Arab maupun Indonesia,[10] sehingga orang yang adil dan obyektif haruslah membaca karya-karya beliau sebelum menghukumi.

JANGAN HANYA MENERIMA INFORMASI DARI SATU PIHAK YANG MEMUSUHI BELIAU, APALAGI YANG MERASA KEPENTINGAN MEREKA DIRUGIKAN DENGAN DAKWAH TAUHID DAN SUNNAH YANG BELIAU SERUKAN.

Pujian Para Ulama Dan Tokoh Dunia kepada Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
1. Al-Imam Al-Amir Muhammad bin Ismail Ash-Shon’ani (Penulis Kitab Subulus Salam syarah Bulughul Marom, Yaman). Beliau berkata dalam bait-bait syairnya,
“Muhammad (bin Abdul Wahhab) adalah penunjuk jalan kepada sunnahnya Ahmad (shallallahu ‘alaihi wa sallam), Aduhai betapa mulianya sang penunjuk dengan yang ditunjuk. Sungguh telah mengingkarinya semua kelompok (sesat). Pengingkaran tanpa dasar kebenaran dan tanpa pijakan.”[11]

2. Al-Imam Muhammad bin Ali Asy-Syaukani (Penulis Kitab Nailul Authar, Yaman). Ketika sampai berita kematian Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah pun merangkai bait-bait syairnya,
“Telah wafat tonggak ilmu dan pusat kemuliaan, Rujukan utama orang-orang pilihan yang mulia. Ilmu-ilmu agama nyaris hilang bersama wafatnya, Wajah kebenaran pun hampir lenyap tertelan derasnya arus sungai.”[12]

3. Syaikh Muhammad Rasyid Ridho (Pimpinan Majalah Al-Manar,[13] Mesir). Beliau berkata,
“Zaman yang telah banyak tersebar bid’ah ini, tidak akan pernah berlalu tanpa adanya ulama rabbaniyyin yang terpilih untuk memperbarui kembali bagi umat ini urusan agama mereka dengan dakwah dan ta’lim serta teladan yang baik.
Mereka adalah orang-orang terpilih yang menafikkan dari agama ini; penyimpangannya orang-orang yang melampaui batas, kedustaan dengan mengatasnamakan agama yang dilakukan oleh orang-orang yang sesat dan penakwilan orang-orang jahil, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab di antara ulama pembaharu yang terpilih itu. Beliau bangkit untuk mengajak kepada tauhid dan memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata, meninggalkan bid’ah dan kemaksiatan.”[14]

4. Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqi (Ulama Al-Azhar, Mesir). Beliau berkata,
“Al-Wahhabiyyah adalah penisbatan kepada seorang Imam Al-Mushlih (yang mengadakan perbaikan), Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, beliau adalah Mujaddid (pembaharu) abad ke-12 Hijriyah. Namun penisbatan nama Wahabi kepada beliau salah menurut bahasa Arab, yang benar penisbatannya adalah Muhammadiyyah (bukan Wahabiyah), karena nama beliau Muhammad bukan Abdul Wahhab.”[15]

5. Dr. Thaha Husain (Sastrawan, Mesir). Beliau berkata,
“Sungguh dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah mazhab baru namun hakikatnya lama, kenyataannya ajaran ini memang baru bagi orang-orang yang hidup di zaman ini, tetapi hakikatnya lama. Sebab dakwah beliau tidak lain hanyalah ajakan yang kuat kepada Islam yang murni, bersih lagi suci dari noda-noda syirik dan paganisme.”[16]

6. Dr. Taqiyyuddin Al-Hilali (Ulama Iraq). Beliau berkata dalam muqaddimah kitab, ‘Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun Mazlumun wa Muftara ‘Alaihi’,
“Tidak samar lagi bahwa Al-Imam Ar-Rabbani Al-Awwab Muhammad bin Abdul Wahhab bangkit dengan dakwah hanifiyyah (tauhid), beliau telah melakukan pembaharuan kembali zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Dan beliau mendirikan daulah yang mengingatkan manusia dengan daulah Khulafaur Rasyidin.”[17]

7. Syaikh Mahmud Syukri Al-Alusi (Ulama Iraq)
Beliau berkata, “Baliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) termasuk ulama yang selalu memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar, dahulu beliau mengajarkan sholat dan hukum-hukumnya serta seluruh rukun-rukun agama, beliau juga selalu memerintahkan untuk berjama’ah.”[18]

8. Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili (Penulis Kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Syam). Beliau berkata,
“Ibnu Abdil Wahhab memulai dakwahnya pada tahun 1143 H atau 1730 M, beliau mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Dakwah beliau adalah pelopor kebangkitan baru di seluruh dunia Islam. Beliau sangat memprioritaskan dakwahnya kepada tauhid yang merupakan tiang Islam, yang pada kebanyakan manusia telah tercampur dengan kerusakan-kerusakan (aqidah).”[19]

9. Syaikh Ahmad bin Hajar bin Muhammad Alu Abu Thaami (Hakim Pengadilan Syari’ah, Qatar).
Pujian beliau kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tertuang dalam satu kitab karya beliau yang berjudul, “Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Aqidatuhu As-Salafiyyah wa Da’watuhu Al-Ishlahiyyah wa Tsanaul Ulama ‘Alaihi”, yang berarti, “Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Aqidahnya Salafiyah dan Dakwahnya Perbaikan dan Pujian Ulama Kepadanya.” Cetakan kedua buku ini diberi kata pengantar dan dikoreksi beberapa bagiannya oleh Asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah.

10. Syaikh Muhammad Basyir As-Sahsawani (Ulama Ahli Hadits, India)
Pujian beliau kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah juga tertuang dalam satu kitab karya beliau yang berjudul, ‘Shiyanatul Insan ‘an Waswasati Syaikh Dahlan’, kitab ini merupakan bantahan terhadap kedustaan-kedustaan Ahmad Zaini Dahlan terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Masih banyak lagi pujian ulama dan tokoh dunia terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah yang tidak mungkin kami hadirkan semuanya di sini. Semoga yang sedikit ini bisa menggambarkan kepada para pembaca yang budiman akan hakikat dakwah beliau, sehingga pembaca tidak mudah tertipu dengan orang-orang semisal saudara Idahram dan kelompoknya yang berusaha menjelek-jelekkan dakwah yang mulia ini.

Footnote:
[1] Ulama Najd Khilal Sittah Qurun, 1/26, sebagaimana dalam Aqidah Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab wa Atsaruha fil ‘Alam Al-Islami, 1/120.
[2] HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 2405 dan Al-Imam Muslim no. 2525 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.
[3] Min A’lamil Mujaddidin, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 83-88.
[4] Ilmu rijalul hadits ini kelak diwariskan oleh cucu beliau As-Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah penulis kitab Taisirul ‘Azizil Hamid. Guru kami di Najd, Asy-Syaikh Ahmad Al-Khudairi hafizhahullah (Da’I Kementerian Agama Saudi dan Imam Masjid Al-Muqbil di kota Buraidah, Qosim, KSA) mengatakan, “Syaikh Sulaiman menghapal rijal (perawi-perawi) Kutubus Sittah melebihi hapalannya terhadap rijal (penduduk) kampung kecil Dir’iyyah.”
[5] Orang yang belajar sampai diberi ijazah oleh gurunya menunjukkan kematangannya dalam ilmu tersebut, ini sekaligus bantahan terhadap usaha licik Idahram untuk menjatuhkan kedudukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam keilmuan. Dengan sombongnya saudara Idahram berkata, “Pengetahuan agamanya kurang memadai…” (Sejarah Berdarah…, hal.31)
[6] Tarjamatul Muallif: Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikh Fahd bin Nashir bin Ibrahim As-Sulaiman semoga Allah menjaganya, dicetak bersama Syarhu Kasyfisy Syubuhat, Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin rahimahullah, hal. 7-8.
[7] Hadits ini diistilahkan oleh muhadditsin dengan al-musalsal bil awwaliyyah, yang artinya hadits bersambung pada periwayatan yang pertama, dikarenakan para muhaddits apabila akan memberikan ijazah periwayatan hadits kepada muridnya, maka mereka akan mulai dengan hadits ini dengan mengatakan kepada perawi di bawahnya, “Dan ini adalah hadits pertama yang aku dengar dari guruku.” Hal ini dilakukan sebagai peringatan bahwa ilmu ini dibangun di atas dasar kasih sayang dan kelembutan kepada para penuntut ilmu dan pencari kebenaran.
Peringatan ini sangat berpengaruh dalam diri Asy-Syaikh rahimahullah, sehingga sudah menjadi ciri khas beliau dalam penulisan kitab, beliau selalu mendoakan para pembaca kitabnya dengan, “Rahimakallah (semoga Allah Ta’ala menyayangimu).” [Syarhu Ushul Ats-Tsalatsah, Asy-Syaikh Shalih Alusy Syaikh, dicetak bersama Jami’ul Ushul hal. 424].
[8] HR. Al-Imam Ahmad no. 6494 dan Abu Daud no. 4943 dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu ‘anhuma dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, no. 3522.
[9] Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Aqidatuhu As-Salafiyyah wa Da’watuhu Al-Ishlahiyyah wa Tsanaul Ulama ‘alaihi, karya Qadhi Mahkamah Syar’iyyah Negeri Qatar, Asy-Syaikh Ahmad bin Hajar bin Muhammad Alu Abu Thaami rahimahullah, hal. 11-12. Cetakan kedua buku ini juga diberi kata pengantar dan dikoreksi oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah.
[10] Alhamdulillah kami memiliki karya ilmiah berupa ceramah penjelasan Kitab Tauhid (dalam 5 CD dan 67 bab, disertai lebih dari 1000 tanya jawab), Tsalatsatul Ushul, Al-Qawa’idul Arba’, Sittatu Ushulin Azhimah Mufidah, Nawaqidul Islam, Ba’du Fawaaid min Suratil Fatihah dan Masaail Jahiliyyah. Bagi yang ingin mendengarkan kami persilahkan dengan senang hati. Para ustadz yang lain juga memiliki karya ilmiah yang serupa dan lebih bagus dari apa yang kami sampaikan.
[11] Diwan Ash-Shon’ani, hal 128-129, sebagaimana dalam Majmu’atur Rosaail At-Taujihaat Al-Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’, 3/239.
[12] Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Aqidatuhu As-Salafiyyah wa Da’watuhu Al-Ishlahiyyah wa Tsanaul Ulama ‘alaihi, hal. 60.
[13] Konon kabarnya majalah Al-Manar ini disebarkan oleh As-Surkati (pendiri Al-Irsyad) di Indonesia, walaupun Al-Irsyad sendiri –menurut saudara Idahram (pada catatan kaki nomor 31, hal. 43)- nampaknya tidak mau dihubung-hubungkan dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah wa hadaahum.
[14] Muqaddimah Shiyanatul Insan, hal. 5, sebagaimana dalam Majmu’atur Rosaail At-Taujihaat Al- Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’, 3/239.
[15] Majmu’atur Rosaail At-Taujihaat Al- Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’, 3/240.
[16] Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Aqidatuhu As-Salafiyyah wa Da’watuhu Al-Ishlahiyyah wa Tsanaul Ulama ‘alaihi, hal. 69.
[17] Majmu’atur Rosaail At-Taujihaat Al- Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’, 3/240.
[18] Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Aqidatuhu As-Salafiyyah wa Da’watuhu Al-Ishlahiyyah wa Tsanaul Ulama ‘alaihi, hal. 65.
[19] Majmu’atur Rosaail At-Taujihaat Al- Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’, 3/242.
Ditulis oleh Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafidzhahullah dalam buku “Salafi, Antara Tuduhan dan Kenyataan” penerbit TooBagus cet. pertama.  Bantahan terhadap buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” karya Syaikh Idahram hadahullah.

Sumber : 
http://rizkytulus.wordpress.com/
http://abangdani.wordpress.com/2011/08/11/menjawab-tuduhan-idahram-siapakah-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahhab-pujian-ulama-terhadap-beliau/