Soal:
Unstuk siapakah larangan memotong kuku dan rambut menjelang dan pada saat kuurban?
Jawab:
Larangan ini berdasarkan hadits Ummu Salamah dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa Sallam bahwa beliau
Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda (artinya), "Jika salah seorang kalian melihat hilal bulan Dzulhijjah dan bermaksud hendak berkurban maka tahanlah dari (mencabut) rambutnya atau (memotong) kukunya." Dalam satu lafazh, "Maka janganlah sekali-kali mengambil sedikitpun dari rambutnya, tidak juga kukunya hingga ia berkurban (1)." (2)
Dari hadits di atas difahami bahwa larangan tersebut adalah bagi orang yang hendak berkurban, yaitu kepala keluarga, bukan untuk orang untuk orang yang diikut sertakan dalam kurbannya yakni keluarganya. Maka bagi keluarganya tidak ada larangan untuk memotong kuku dan rambutnya. Syaikh al-'Utsaimin
Rahimahullah dalam
asy-Syarhul Mumti' (3) mengemukakan dua alasan:
Pertama: Zhahir hadits mengkhususkan larangan atas orang yang hendak berkurban yakni kepala keluarga. Dalam hal ini Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam mengaitkan hukum kepadanya, tidak kepada yang lainnya.
Kedua: Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa Sallam telah berkurban untuk keluarganya, namun tidak diriwayatkan bahwa beliau
Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada mereka, "Janganlah kalian mengambil rambut, kuku atau bagian dari kulit kalian..." Seandainya hal itu diharamkan pula bagi mereka, niscaya beliau akan melarang mereka. Inilah pendapat yang kuat.
Jika ada yang bertanya, Apakah alasan orang yang berpendapat bahwa larangan tersebut mencakup orang yang hendak berkurban, yaitu kepala keluarga, termasuk juga bagi oorang yang diikut sertakan dalam kurbannya?
Kita katakan bahwa mereka mengkiaskan orang yang diikut sertakan dalam kurbannya kepada orang yang hendak berkurban dikarenakan mereka bersekutu dalam pahalanya. Ketika mereka sama-sama memperoleh pahala, maka merekapun harus bersama-sama pula dalam hukum larangan memotong kuku dan rambut. Namun ternyata kias seperti itu tidak
shahih (tidak benar dan tidak memenuhi syarat kias yang benar), karena kias tersebut bertentangan dengan
nash (dalil yang
shahih). Setiap kias yang bertentangan dengan
nash, maka kias tersebut tidak dibenarkan.
Disamping itu, penyamaan mereka dalam pahala adalah tidak benar, karena pahala orang yang hendak berkurban, tentu lebih besar daripada pahala orang yang diikut sertakan dalam kurbannya.
-----------------------------------------
Soal:
Sampai kapan larangan memotong kuku dan rambut ini berlangsung?
Jawab:
Syaikh al-'Utsaimin
Rahimahullah berkata, "Larangan tersebut berlangsung hingga pelaksanaan kurban. Jika ia berkurban pada hari raya, maka larangan tersebut sampai hari raya. Jika pelaksanaan kurban ditangguhkan hingga hari pertama, kedua atau hari ketiga (dari hari tasyrik), maka larangan tersebut mengikuti pelaksanaan kurban, yakni hingga hari pertama, kedua atau ketiga (dari hari Tasyrik). (4)
-------------------------------------------
Soal:
Jika larangan tersebut dilanggar, maka apakah kurbannya diterima?
Jawab:
Syaikh al-'Utsaimin
Rahimahullah berkata, "Ya, diterima, akan tetapi ia dihukumi bermaksiat. Adapun perkataan orang awam bahwa kurbannya tidak diterima, maka perkataan tersebut tidak benar. Hal ini karena tidak ada keterkaitan antara pelanggaran terhadap larangan tersebut dengan keabsahan kurban yang ia lakukan." (5)
--------------------------------------------
Soal:
Jika seseorang baru berniat untuk melaksanakan kurban di pertengahan sepuluh hari di awal bulan Dzulhijjah, sedangkan sebelumnya ia telah memotong kuku atau rambutnya, maka sahkah kurbannya?
Jawab:
Kurbannya sah, dan ia tidak berdosa, sebab larangan memotong rambut dan kuku tersebut belum berlaku kepadanya, kecuali setelah ia berniat untuk kurban.
Syaikh al-'Utsaimin
Rahimahullah berkata, "Jika seseorang tidak berniat kurban kecuali di tengah-tengah sepuluh hari di awal bulan Dzulhijjah, sementara ia telah memotong rambut, kulit atau kukunya sebelumnya, maka kurbannya tetap sah. Dan setelah ia niat, keharaman memotong rambut, kulit, atau kukunya mulai berlaku terhadapnya." (6)
Catatan:
(1) [Maksud rambutnya dan kukunya adalah rambut dan kuku orang yang akan berkurban, bukan rambut dan kuku hewan]
(2) HR. Muslim (no. 1977)
(3) Asy-Syarhul Mumti' (VII/486-487, asy-Syaamilah).
(4) Asy-Syarhul Mumti' (VII/487, asy-Syaamilah).
(5) Asy-Syarhul Mumti' (VII/489, asy-Syaamilah).
(6) Asy-Syarhul Mumti' (VII/489, asy-Syaamilah).
Sumber:
Tuntunan Praktis & Syar'i Berkurban, Abu Muhammad Ibnu shalih Bin Hasbullah, Pustaka Ibnu 'Umar
Toko buku an-Naajiyah, Perumnas 3 Bekasi
20 September 2014